Tak banyak detail terkuak atas meninggalnya pengawal pribadi raja Arab Saudi, Abdulaziz al-Fagham. Masalah yang menyebabkan perselisihan pun tidak terungkap.
Fagham terbunuh di kota pelabuhan, Jeddah. Polisi mengungkapkan, Fagham berkunjung ke rumah temannya, Turki bin Abdulazis al-Sabti, Sabtu (28/9/2019) malam. Tiba-tiba datang teman mereka, Mamdouh bin Meshall al-Ali. Kemudian terjadi debat mulut dan situasi memanas.
Ali keluar rumah, tetapi tiba-tiba dia masuk kembali dengan membawa senjata api dan langsung menembak Fagham. Dia pun terluka tembak dan dilarikan ke rumah sakit, tetapi jiwanya tak tertolong (Kompas, 30/9/2019).
Jagat media sosial Arab Saudi hanya ramai membicarakan peristiwa itu. Ucapan belasungkawa atas meninggalnya pengawal yang populer ini datang dari pejabat dan warga. Namun, belum ada komentar resmi Istana Saudi, kecuali dari kantor berita Arab Saudi, SPA.
Di tengah isu duka, tiba-tiba datang pernyataan cukup mengejutkan dari Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Dalam sebuah wawancara televisi, ia menyatakan akan mengambil "tanggung jawab" atas pembunuhan Jamal Khashoggi. Namun, ia membantah tuduhan bahwa ia yang memerintahkan pembunuhan itu.
"Itu pembunuhan keji. Namun, sebagai pemimpin Arab Saudi, saya bertanggung jawab penuh, karena itu dilakukan oleh individu yang bekerja untuk Pemerintah Saudi," katanya dalam wawancara di program 60 menit televisi CBS.
Dua kejadian ini tak berkaitan langsung. Apakah keluarnya pernyataan MBS di televisi hanya kebetulan bersamaan dengan pembunuhan Fagham? Muncul beberapa spekulasi dari kebersamaan dua peristiwa ini.
Banyak pengamat menyatakan, MBS tidak suka terhadap Fagham yang sudah menjadi pengawal saat Raja Abdullah, pendahulu Raja Salman, berkuasa. Ada spekulasi, MBS ingin menjauhkan Fagham dari Raja Salman.
Terbunuhnya Fagham menyisakan banyak pertanyaan. Siapa sebenarnya Ali yang berteman dan kemudian menembak Fagham dan Sabti itu? Bagaimana seorang pengawal pribadi raja bisa ditembak dengan mudah? Seberapa dekat hubungan Ali dan MBS?
Penembakan ini terjadi di Arab Saudi sehingga tak mungkin media lokal akan mendalaminya. Namun, pembunuhan ini menunjukkan persaingan sengit di antara para pangeran di Saudi.
Apakah Fagham punya agenda di luar atau diduga dapat menghambat ambisi MBS? Sejak dilantik Februari 2018, MBS dianggap otoriter dan mendapat kritik akibat kondisi HAM memburuk. Lalu, Saudi pun membuka diri bagi turis dengan membebaskan visa bagi 49 negara di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar