Meski sudah berhasil menangani wabah Covid-19, China harus tetap ekstrawaspada. Kasus positif Covid-19 yang berasal dari negara lain meningkat di China.
Karantina total kota Wuhan dan sejumlah kota lain di Provinsi Hubei, China, menjadi bagian penting dalam kisah besar manusia melawan Covid-19. Karantina total wilayah (lockdown) ini melibatkan sumber daya dan pengorbanan sangat besar. Sumber daya keamanan, medis, hingga keuangan dikerahkan secara masif oleh Pemerintah China guna memastikan karantina efektif. Hampir tiga bulan karantina dijalankan. Hasilnya, penyebaran Covid-19 berhenti.
Tentu saja tak semua negara bisa menjalankan model karantina seperti itu secara efektif, antara lain mungkin karena perbedaan karakteristik negara-negara lain dengan China. Maka, beberapa model alternatif ditempuh. Intinya, semua negara sama-sama berupaya menekan interaksi antarwarga sehingga risiko penularan Covid-19 ditekan maksimal
Sumber daya keamanan, medis, hingga keuangan dikerahkan secara masif oleh Pemerintah China guna memastikan karantina efektif.
Saat China beberapa minggu lalu mulai bernapas lega, banyak negara lain di dunia justru baru memasuki masa sulit. Jumlah penularan dan kematian di negara-negara lain, seperti Italia dan Amerika Serikat, meningkat. Tetangga China, yakni Rusia, juga mengalami lonjakan kasus. Hingga Selasa kemarin, ada lebih dari 21.000 kasus positif Covid-19 di Rusia, dengan 170 orang meninggal. Presiden Rusia Vladimir Putin pun memerintahkan sebagian besar warganya tidak bekerja sampai akhir April guna menekan penyebaran virus korona baru.
Apa yang terjadi di Rusia berdampak pada China. Media China, Global Times, menulis, jumlah kasus impor dari Rusia melonjak. Setidaknya ada 409 kasus positif Covid-19 impor dari Rusia hingga Senin silam. Angka ini merupakan kasus impor terbesar. Suifenhe, kota di perbatasan China-Rusia, sangat terpengaruh. Warga China yang kembali dari Rusia melalui jalan darat di kota itu memperlihatkan tingkat infeksi yang mencemaskan. Demikian pula dengan mereka yang terbang dari Rusia ke China. Adapun jumlah warga China yang berada di Rusia sekitar 160.000 orang.
Seperti diberitakan harian ini, Suifenhe telah mengumumkan pembatasan mobilitas warga seperti yang dilakukan di Wuhan. Warga harus tinggal di rumah dan hanya boleh satu anggota keluarga keluar setiap tiga hari sekali guna membeli barang kebutuhan. China, negara yang pertama mengalami wabah Covid-19, kini bekerja keras mengatasi ancaman ledakan baru penyakit itu akibat kasus positif impor dari negara lain. Penapisan (screening) serta karantina bagi warga yang baru datang dari Rusia dan negara lain diterapkan Beijing.
Dari situasi ini, satu hal yang dapat disimpulkan ialah tak ada pilihan bagi negara-negara di dunia selain bekerja sama erat untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Kerja sama berupa pemberian bantuan di bidang medis mutlak diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar