Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 26 Mei 2020

DIET: Atur Pola Makan Saat Lebaran (M ZAID WAHYUDI)


ILUSTRASI: KOMPAS/ILHAM KHOIRI

M Zaid Wahyudi, wartawan Kompas

Lebaran adalah perayaan kegembiraan yang datang setahun sekali. Karena itu, wajar jika masyarakat merayakannya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang serba enak. Meski serba lezat, banyak risiko kesehatan ada di balik hidangan Lebaran  tersebut.

Karakteristik makanan Lebaran di Indonesia umumnya menggunakan bahan daging atau bahan pangan hewani sebagai sumber proteinnya, baik daging sapi, ayam, jeroan, maupun telur. Daging tersebut sebagian besar diproses dalam waktu lama, ditambah aneka macam bumbu, serta diberi santan atau menggunakan minyak goreng dalam pembuatannya.

Tengoklah hidangan yang biasa disajikan di meja makan kita saat Lebaran. Ada rendang, opor ayam, sambel goreng ati, sayur labu, rawon, soto, coto, dan masih banyak lagi sesuai keragaman dan tradisi masing-masing daerah. Tak boleh ketinggalan, ketupat, lontong, nasi, dan sejenisnya.

Karena di masak menyambut momen yang istimewa, saat keluarga dan handai taulan berkumpul, makanan tersebut umumnya dimasak dalam jumlah besar. Akibatnya, semua makanan itu akan sering dipanaskan kembali agar enak dikonsumsi. Makin sering dipanaskan makin nikmat rasanya.

Belum lagi untuk kue, minuman, dan hidangan penutup. Semua umumnya memiliki kandungan tinggi gula. Beberapa camilan yang disajikan umumnya juga memiliki kandungan tinggi sodium atau garam.

Aneka sayur atau buah sangat jarang disajikan sebagai hidangan Lebaran. Gado-gado, pecel, dan lalap sepertinya bukan jadi menu Lebaran semua orang. Kalaupun ada, umumnya hanya berupa buah-buahan potong yang tak seberapa jumlahnya jika dibandingkan dengan porsi hidangan lain.

"Ciri utama makanan Lebaran di Indonesia adalah tinggi energi atau kalori," kata dokter spesialis gizi klinik yang juga Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi Tirta Prawita Sari dalam diskusi daring Lebaran Sehat 1441 Hijriah, Kamis (21/5/2020).

Hidangan itu menjadi tinggi energi atau kalori karena makanan itu umumnya tersusun atas berbagai bahan pangan. Masing-masing bahan pangan itu umumnya sudah memiliki kandungan kalori yang tinggi, termasuk kandungan lemak jenuh dan lemak trans. Proses pemasakan yang lama dan rumit membuat makanan itu akhirnya banyak kehilangan zat gizi mikro.

Kondisi itu tentu sulit dihindari semua orang. Terlebih, hidangan istimewa itu meski bisa ditemukan di hari lain, akan terasa lebih nikmat saat disantap di momen yang istimewa bersama orang-orang terdekat.

Namun, jika seseorang punya tekat kuat untuk menghindari makanan tersebut, Tirta menyarankan untuk membuat makanan Lebaran dengan sederhana, prosesnya tidak rumit dan tidak panjang.

"Kalau mau ayam bisa dikukus atau rebus. Kalaupun ingin digoreng, ya, digoreng saja tanpa perlu dimarinasi dengan tambahan bumbu-bumbu atau menggunakan tepung," katanya. Jika ingin mengonsumsi ayam dalam bentuk berkuah, bisa dimasak sup tanpa tambahan bumbu macam-macam atau santan. Satu lagi, buang kulit ayamnya.

Jika terasa janggal mengonsumi makanan sehat saat Lebaran, dampak kurang sehat dari makanan Lebaran yang ada bisa dikurangi dengan mengubah sedikit pola memasaknya.

Misalkan untuk opor ayam, santan yang digunakan bisa diganti dengan susu cair rendah lemak, santan rendah lemak, atau susu kedelai dan susu almond. Meski demikian, beberapa makanan memang akan sulit menghindari penggunaan santan, seperti rendang.

Kalaupun tetap ingin menggunakan santan, sebaiknya santan tidak dimasak bersama makanan langsung, tetapi ditambahkan 1-2 sendok makan ke dalam piring hidangan saat makanan akan dikonsumsi. Cara ini akan menghindarkan dari mengonsumsi santan berlebih serta keluarnya lemak jenuh dan lemak trans akibat proses pemanasan yang panjang dan berulang.

"Rasanya memang tidak akan segurih makanan yang santannya dimasak langsung. Namun, ini ikhtiar menuju makanan Lebaran yang lebih baik dan sehat," kata Tirta.

Untuk penggunaan gula dalam kue, puding atau minuman, bisa diganti dengan penggunaan gula rendah kalori atau gula dari stevia.

Kehatian-hatian itu harus dijaga khususnya bagi mereka yang memiliki penyakit degeneratif, baik jantung, stroke, diabetes melitus atau kanker. Ikhtiar perlu dilakukan agar setelah Lebaran tidak timbul masalah pada penyakit yang dideritanya.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pedagang musiman menggelar lapak mereka untuk menjual kupat ke Pasar Peterongan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (23/5/2020). Mereka datang dari berbagai wilayah untuk menjual selongsong kupat.

Makan gembira

Jika sulit untuk menghindari makanan khas Lebaran, sulit untuk mengonsumsi makanan sehat di momen yang istimewa, Tirta menyarankan agar masyarakat tidak terlalu memikirkan makanan yang dikonsumsinya.

"Makanlah dengan hati yang gembira, jangan mengingat-ingat dosa, salah dan risiko bahaya di balik makanan itu. Syukuri makanan yang ada dengan makan perlahan dan nikmati setiap kunyahan. Ini adalah perayaan," katanya.

Hal yang diperlukan adalah menjaga hati dan mulut agar tidak mudah tergoda dengan makan, minuman, dan kue-kue yang menggoda. Terlebih Lebaran kali ini masih berlangsung dalam suasana pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat harus sering-sering tinggal di rumah. Kebosanan sering menjadikan masyarakat gatal untuk makan dan mengemil.

Untuk itu, jangan letakkan toples kue di meja. Taruh aneka kue itu di lemari. Saat ingin mengonsumsinya, tambah Tirta, tidak perlu mengeluarkan seluruh toples yang ada, tetapi cukup ambil beberapa butir kue atau satu butir dari beberapa jenis kue yang diinginkan dan taruh alam piring kecil. Kue itu saja yang Anda konsumsi, tak perlu tergoda menghabiskan seluruh isi toples.

"Satu butir nastar memiliki kandungan 75 kilokalori. Jika anda mengonsumsi tiga butir, itu sudah lebih besar dari kalori dalam satu porsi nasi sebesar 175 kilokalori," katanya.

Jangan lupa mengonsumsi banyak air. Air akan mengencerkan minuman dan makanan manis dan asin yang kita konsumsi. Tambahan sayur hijau juga penting. "Jika ingin makan makanan Lebaran yang konvensional, jangan lupa tambahkan semangkuk sayuran hijau yang direbus saja," katanya.

Tingginya konsumsi lemak perlu diimbangi dengan mengonsumi lemak baik, misalkan yang bersumber dari buah alpukat, minyak zaitun, atau kacang almond panggang. Jika tidak memiliki masalah dengan minyak omega 3, minyak ini juga baik dikonsumsi. Konsumsi probiotik, yogurt, cuka apel, atau makanan yang difermentasi lainnya juga baik.

Hal terpenting, "Maafkan dirimu, kecurangan ini hanya sekali dan besok mulai bertobatlah," kata Tirta. Lebaran hanya satu hari. Karena itu, tak perlu makan makanan Lebaran yang tinggi energi berulang-ulang hingga Lebaran usai. Hari kedua Syawal bisa dirayakan dengan makan makanan yang lebih sehat lagi.

Konsumsi berbagai makanan itu juga perlu diimbangi dengan aktif bergerak sehingga proses pembakaran timbunan energi dalam tubuh tetap berlangsung baik.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Aktivitas para pekerja mengaduk adonan dalam bejana tembaga saat pembuatan dodol di tempat produsen dodol Karya Mandiri di Kampung Anyar, Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Selasa (19/5/2020). Permintaan makanan tradisional ini meningkat menjelang perayaan Idul Fitri.

Kompas, 24 Mei 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger