Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 26 Mei 2020

INDEKS NEGARA RENTAN 2020: Makin Menjauhi Negara Gagal, Kabar Baik Sekaligus Peringatan bagi Indonesia (ANTONY LEE)


KOMPAS/ANTONY LEE

Negara dengan perkembangan terbaik dan terburuk dalam Indeks Negara Rentan 2010-2020. Hal ini terlihat di laman Fragilestatesindex.org. Indonesia ada di posisi ke-7 terbaik perkembangannya.

Indeks Negara Rentan 2020 menunjukkan dua wajah bagi Indonesia. Muncul harapan dari capaian Indonesia yang masuk jajaran 10 besar negara yang ketahanannya dalam menghadapi tekanan sosial, ekonomi, dan politik paling membaik satu dekade terakhir. Namun, indikator di indeks itu juga memberi peringatan yang tidak bisa disepelekan. Penanganan pandemi Covid-19 bakal ikut menentukan ketahanan Indonesia makin menjauhi ancaman negara gagal.

Fragile State Index (Indeks Negara Rentan) 2020, yang diluncurkan The Fund for Peace pertengahan Mei 2020 di Amerika Serikat, menempatkan Indonesia di peringkat ke-93 dari 178 negara yang dikaji. Semakin tinggi peringkat satu negara, makin baik capaian negara itu. Indonesia mendapat nilai 70,4 dengan skala penilaian 0-120. Semakin rendah nilai, semakin kuat negara itu menghadapi tekanan yang bisa membuat sebuah negara menjadi negara gagal.

Indeks ini menilai ketahanan negara dari empat indikator besar, yakni sosial, ekonomi, politik, dan kohesi. Masing-masing bidang itu memiliki tiga indikator. Bidang ekonomi terdiri dari indikator penurunan ekonomi, pembangunan ekonomi tak setara, dan migrasi tenaga terampil ke luar negeri. Sementara itu, bidang politik terdiri dari indikator legitimasi negara, pelayanan publik, dan penegakan hukum serta hak asasi manusia.

Indikator-indikator di bidang kohesi ialah aparatur keamanan, elite yang terfragmentasi, dan ketidakpuasan kelompok. Adapun indikator sosial dan lintas sektoral ialah tekanan demografis, pengungsi internasional dan dalam negeri, serta intervensi eksternal.

Dengan capaian nilai total dari agregasi 12 indikator sebesar 67,8, Indonesia masih termasuk dalam kategori negara kuning-oranye, yakni "peringatan" (60-89,9). Negara dengan skor 90-120 masuk kategori "bahaya" atau merah. Sementara nilai 30-59,9 masuk kategori "stabil" dengan warna hijau, sedangkan nilai 0-29,9 masuk kategori berkelanjutan atau mendapat warna biru.

KOMPAS/ANTONY LEE

Nilai Indonesia dalam Indeks Negara Rentan 2020 seperti diambil dari laman Fragilestatesindex.org.

Sejak Indeks ini disusun pada 2006, tren capaian Indonesia positif. Hanya satu kali pada 2009, nilai indeks Indonesia memburuk dari tahun sebelumnya. Setelah itu, nilai keseluruhan Indonesia membaik. Dalam laporan 10 tahunan FSI pada 2010-2020, Indonesia masuk jajaran negara dengan perbaikan paling signifikan. Indonesia berada di peringkat ke-7, yakni dengan penurunan skor mencapai 15,3 poin dalam 10 tahun.

Tiga negara dengan perbaikan paling signifikan 10 tahun terakhir ialah Kuba yang poinnya turun 21,4, kemudian diikuti berturut-turut oleh Georgia (-20,6) dan Uzbekistan (-19,7). Sementara itu, Libya, Suriah, dan Mali menjadi tiga negara yang paling memburuk 10 tahun terakhir. Adapun pada 2020, Finlandia kembali tercatat dengan nilai terbaik, yakni 14,6. Nilai itu menempatkan negara Nordik ini di peringkat ke-178 dari 178 negara. Sejak tahun 2013, Finlandia menjadi negara dengan tingkat ketahanan terbaik di dunia. Dengan kata lain, negara yang paling jauh dari titik menjadi negara gagal.

Warna Indonesia di 'heat map' Indeks Negara Rentan juga mulai berubah dari kuning tua menjadi kuning terang. Ini membuat Indonesia semakin mendekati warna hijau muda, yakni di kategori negara stabil.

Indonesia, di tahun 2020, untuk pertama kalinya bisa masuk ke kategori negara dengan nilai 60-an. Warna Indonesia di "heat map" Indeks Negara Rentan juga mulai berubah dari kuning tua menjadi kuning terang. Ini membuat Indonesia semakin mendekati warna hijau muda, yakni di kategori negara stabil. Apabila dihitung dari tren perbaikan nilai Indonesia dalam 10 tahun terakhir, rata-rata per tahun skor Indonesia membaik 1,53 poin. Dalam kondisi ceteris paribus, dalam kurun 5-6 tahun lagi, Indonesia sudah akan masuk jajaran negara stabil, menembus skor di bawah 60. Artinya, Indonesia bakal semakin menjauh dari posisi sebagai negara gagal.

Namun, di kawasan Asia Tenggara, ketahanan Indonesia berdasar pada Indeks Negara Rentan 2020 masih kalah dibandingkan dengan Vietnam (63,9), Malaysia (57,6), Brunei Darussalam (56,6), dan Singapura (26,3). Perlu usaha lebih keras untuk mengejar negara-negara tersebut.

KOMPAS/ANTONY LEE

Peta Indeks Negara Rentan 2020. Diambil dari laman Fragilestatesindex.org.

Sebuah peringatan

Apabila dilihat dari tren per indikator, Indeks Negara Rentan juga memberikan peringatan bagi Indonesia. Dari 12 indikator, sembilan indikator membaik, dua indikator memburuk, dan satu indikator stagnan. Indikator yang stagnan ialah fragmentasi elite yang berada di angka 7,1. Sementara dua indikator yang memburuk ialah aparatur keamanan dari tahun lalu 5,9 menjadi 6,1 di tahun 2020. Sementara itu, indikator ketidakpuasan kelompok skornya memburuk dari 7,3 menjadi 7,4. Dengan skala nilai 0-10, semakin tinggi skor, makin buruk capaian sebuah negara di indikator itu.

Indikator aparatur keamanan secara longitudinal memang berfluktuasi di kisaran 6,2-5,9 selama lima tahun terakhir. Indikator ini memotret antara lain monopoli penggunaan kekuatan, relasi keamanan dan warga negara, penggunaan kekuatan secara terukur, dan kepemilikan senjata.

Di indikator ini, ruang perbaikan masih cukup terbuka. Hal ini terutama terkait relasi keamanan dan warga negara. Beberapa tahun terakhir, kelompok masyarakat sipil kerap menyuarakan pentingnya menjaga supremasi sipil yang menjadi amanat Reformasi. Mereka menyoroti semakin banyaknya anggota aktif TNI dan Polri yang mengisi jabatan sipil.

Selain itu, masyarakat sipil juga mendorong agar Polri tidak menggunakan kekerasan saat menangani pengunjuk rasa. Hal ini berkaca dari penanganan unjuk rasa penolakan pengesahan sejumlah RUU di DPR pada September 2019. Terkait hal ini, Polri menyatakan sudah mengedepankan langkah persuasif, sekaligus menindak personelnya yang terbukti menggunakan kekerasan berlebihan terhadap pengunjuk rasa.

Indikator fragmentasi elite memang stagnan, tetapi bersama dengan ketidakpuasan kelompok, kedua indikator ini berada di rentang nilai yang tinggi. Dengan begitu, Indonesia masih perlu bekerja sangat keras untuk mengatasi persoalan di sektor ini. Fragmentasi elite diukur antara lain dari kepemimpinan representatif, identitas nasional, distribusi kemakmuran, dan persamaan. Sementara itu, ketidakpuasan kelompok diukur dari indikator respons pascakonflik, kekerasan komunal, intoleransi, pembelahan masyarakat, dan distribusi sumber daya yang adil dan efisien.

Indikator pembentuk Indeks Negara Rentan.

Lebih khusus lagi, ketidakpuasan kelompok perlu lebih mendapat perhatian. Ini karena dari 12 indikator, hanya di indikator ketidakpuasan kelompok yang kinerja Indonesia terus memburuk. Di 11 indikator lain, capaian Indonesia membaik kendati kadang berfluktuasi. Pada 2006, nilai Indonesia di indikator ketidakpuasan kelompok 6,3. Sekarang, nilai itu menjadi 7,4.

Pandemi Covid-19

Dengan capaian positif, sekaligus muncul peringatan bagi Indonesia, jalan menuju negara stabil atau negara dengan ketahanan berkelanjutan masih sangat panjang. Rintangan paling dekat yang akan menguji Indonesia ialah bagaimana pemerintah dan masyarakat merespons pandemi Covid-19.

JJ Messner de Latour, Direktur Eksekutif The Fund for Peace, menuturkan, Indeks Negara Rentan 2020 belum memasukkan dampak Covid-19. Namun, indeks itu bisa memberikan perspektif dalam hal terjadi krisis semacam pandemi Covid-19. Misalnya, bagaimana negara memobilisasi repsons kolektif di tengah tingginya ketidakpuasan kelompok. Namun, dia memperkirakan, Indeks Negara Rentan 2021 akan ditandai dengan dominasi penurunan sosial, ekonomi, dan politik akibat Covid-19 (Fragilestateindex.org, 10/5/2020).

Indikator ekonomi dan politik yang sejauh ini memberi sumbangan nilai baik bagi Indonesia (di bawah 5) tentu akan menghadapi tekanan akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah diperkirakan melambat. Sementara itu, hingga awal Mei 2020, data pemerintah menunjukkan sudah ada 1,7 juta pekerja kehilangan sumber penghasilannya karena terkena pemutusan hubungan kerja.

Dari dimensi sosial, kendati ketidakpuasan kelompok tinggi, gerakan solidaritas yang ditunjukkan warga negara untuk membantu sesama memberi harapan bagi bangsa Indonesia. Di media sosial memang masih terlihat adanya pembelahan sosial, residu dari kontestasi politik elektoral tahun lalu. Namun, masih banyak warga yang mau menjadi relawan membantu sesama, baik dari segi materi, tenaga, maupun pikiran. Tetangga membantu tetangga yang kesulitan. Identitas suku, agama, ras, dikesampingkan atas nama kemanusiaan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Presiden Joko Widodo berbincang bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar "new normal" (normal baru) terkait pandemi Covid-19 di kawasan Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2020). Kemampuan merespons wabah korona akan menentukan langkah Indonesia menjadi negara stabil atau negara dengan ketahanan berkelanjutan.

Apabila modal sosial ini dikelola dengan baik, pandemi Covid-19 bisa justru membuat Indonesia mampu mengikis ketidakpuasan kelompok. Namun, seperti pedang bermata dua, pandemi Covid-19 juga bisa memperburuk ketidakpuasan kelompok. Ini misalnya apabila ada ketidakmerataan distribusi sumber daya dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Maka dari itu, bantuan sosial untuk penanganan dampak Covid-19 perlu dikelola dengan baik agar diterima oleh warga yang berhak. Potensi penyelewengan harus ditekan agar tidak menimbulkan kemarahan masyarakat menyaksikan ketidakadilan di kala mereka tengah kesusahan. Selain itu, penanganan bagi masyarakat di tengah pandemi juga perlu diberikan secara adil dan merata lintas kelas sosial dan wilayah.

Sementara itu, ketahanan aspek politik dari pandemi akan dipengaruhi bagaimana negara mampu menyeimbangkan antara kebutuhan bertindak cepat dan efisien dalam mengatasi penyebaran Covid-19 dan kebutuhan menjaga nilai-nilai demokrasi. Konsistensi kebijakan menghadapi Covid-19 dan komunikasi kebijakan secara tepat kepada publik juga akan memengaruhi legitimasi negara. Sebab, hal itu berdampak pada kepercayaan publik.

Bisakah kita melalui pandemi dan menjadi negara yang makin stabil menghadapi tekanan? Kita tunggu saja….

Kompas, 26 Mei 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger