Kehamilan seharusnya menjadi masa yang penuh kebahagiaan dan harapan. Namun, hamil di tengah pandemi Covid-19, yang terjadi justru kekhawatiran dan kecemasan.
Mengingat penularan virus yang tidak bisa diduga, kita menjadi terlalu waspada dan curiga. Beruntung bagi yang bekerja dari rumah, karena lebih bisa mengontrol situasi. Namun, selama kehamilan tentu harus melakukan pemeriksaan antenatal (pemeriksaan selama masa kehamilan).
Kita tidak bisa menjamin orang-orang yang kita temui selama di perjalanan, menunggu di ruang tunggu klinik, perawat yang mencatat kedatangan, menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, bahkan dokter atau bidan yang memeriksa, bebas dari virus penyebab Covid-19. Di sisi lain, kita tidak yakin, daya tahan tubuh kita mampu menangkal jika terpapar virus.
Peraturan Menteri Kesehatan menyebutkan, pemeriksaan antenatal dilaksanakan minimal empat kali yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali di trimester kedua, dan dua kali pada trimester akhir.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan, pemeriksaan dilakukan setidaknya delapan kali, dimulai dari usia kehamilan 12 minggu untuk mengurangi kematian perinatal (kematian bayi pada trimester akhir kehamilan hingga tujuh hari setelah dilahirkan).
Pada trimester pertama, ada satu kali pemeriksaan serta pemantauan janin dengan ultrasonografi (USG). Trimester kedua, dilakukan dua kali pemeriksaan dan sekali USG. Adapun pemeriksaan pada trimester akhir dilaksanakan lima kali hingga minggu ke-40. Pemeriksaan ditambah jika pada minggu ke-41 bayi belum lahir.
Menurut WHO, riset terus dilakukan untuk memahami dampak Covid-19 pada perempuan hamil. Sejauh ini data menunjukkan, risiko perempuan hamil sama dengan orang pada umumnya. Namun, karena ada perubahan dalam tubuh dan sistem kekebalan tubuh, perempuan hamil dapat mengalami masalah serius jika menderita infeksi pernapasan.
Karena itu, sangat penting bagi ibu hamil melakukan tindakan pencegahan agar tak tertular Covid-19. Segera berkonsultasi dengan dokter jika ada gejala, termasuk demam, batuk ataupun kesulitan bernapas.
Tindakan pencegahan agar tidak tertular antara lain dengan rajin mencuci tangan serta menutup mulut dan hidung dengan tisu jika batuk atau bersin. Hal sama harus dilakukan anggota keluarga. Buang tisu ke tempat sampah tertutup dan segera mencuci tangan.
Selain itu, kenakan masker jika keluar rumah. Jangan menggunakan kendaraan umum jika tidak sangat perlu. Hindari kerumunan di tempat umum termasuk berbelanja ke pasar atau pasar swalayan yang banyak pembeli.
Hindari kontak dengan orang yang menunjukkan gejala Covid-19. Batasi berkumpul dengan keluarga maupun teman. Sebagai ganti, sapalah mereka melalui telepon dan media sosial. Jika harus bekerja, upayakan bekerja dari rumah.
Risiko tertular
Menurut Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Inggris (The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists), jika kondisi tubuh cukup sehat, perempuan hamil tidak akan mengalami gangguan berat akibat virus korona.
Sebagian besar ibu hamil hanya akan mengalami gejala ringan atau batuk dan flu biasa. Pneumonia atau radang paru umumnya diderita orang lanjut usia, orang yang kekebalan tubuhnya rendah, atau memiliki penyakit kronis seperti gangguan jantung, paru, kanker, dan diabetes.
Namun, pada trimester ketiga (kehamilan lebih dari 28 minggu), perempuan hamil perlu ekstra hati-hati serta disiplin dalam melakukan pembatasan sosial. Pada masa ini beban tubuh ibu hamil semakin berat dan persalinan kian dekat.
Untuk memantau kondisi janin, perempuan hamil harus rajin menjalani pemeriksaan antenatal. Tujuannya, agar segera diketahui jika ada penyulit atau komplikasi saat persalinan nanti. Hal ini penting untuk keselamatan bayi yang akan dilahirkan maupun ibunya.
Dalam situasi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, sebagaimana diterapkan di banyak wilayah, konsultasi rutin bisa dilakukan melalui telepon, panggilan video ataupun aplikasi kesehatan. Anda hanya perlu ke klinik jika harus tes darah atau pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Dokter ahli obstetri ginekologi Achmad Mediana, Selasa (28/4/2020), menuturkan, selama pandemi Covid-19, kedatangan pasien ke klinik menurun 50 persen. Sebagai gambaran, pada trimester pertama, umumnya ibu hamil melakukan pemeriksaan antenatal setiap 4 minggu. Saat ini konsultasi langsung dilakukan setiap delapan minggu. Namun, di antara waktu itu ada konsultasi virtual (telemedicine) berbayar, sehingga ibu hamil bisa tetap berkonsultasi.
Ibu hamil bisa mengikuti kelas daring (online) gratis yang diselenggarakan layanan kesehatan virtual.
Untuk mengatasi kekhawatiran selama kehamilan dan kecemasan menghadapi persalinan di masa pandemi, sebaiknya pilih tempat persalinan yang terpisah dari perawatan penyakit lain. Dengan demikian, ibu hamil bisa lebih tenang.
Selain itu, perempuan hamil dianjurkan untuk melakukan relaksasi dengan meditasi, berolahraga ringan, latihan pernapasan serta berkonsultasi dengan dokter atau bidan mengenai proses kehamilan dan apa yang Anda rasakan.
Yang penting, laksanakan pola hidup sehat, makan dan minum bergizi, cukup istirahat, dan nikmati kehamilan Anda. Fokuskan perhatian pada janin dalam kandungan, sering mengobrol dengan calon bayi Anda serta memutar lagu yang menenangkan.
Jika terkena Covid-19
Seandainya mengalami gejala ringan infeksi virus korona, ibu hamil mesti segera lakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Jika khawatir terhadap kesehatan dan kondisi janin yang dikandung, ibu hamil bisa berkonsultasi dengan dokter secara virtual.
Perempuan hamil yang diduga terkena Covid-19 atau positif Covid-19 tanpa gejala atau baru sembuh dari gejala ringan, menurut Medicinenet.com, perlu dipantau setiap 2-4 minggu dengan USG untuk melihat pertumbuhan janin dan kondisi cairan ketuban.
Sejauh ini belum dipastikan ada tidaknya risiko penularan dari ibu ke bayi. Bukti terbatas menunjukkan, tidak ditemukan infeksi dalam rahim akibat ibu menderita pneumonia karena Covid-19 pada trimester akhir kehamilan. Saat ini belum ada data mengenai bayi baru lahir dari ibu yang terkena infeksi pada trimester pertama dan awal trimester kedua. Yang jelas, kehamilan harus dipantau dengan hati-hati setelah pemulihan.
Direktur Utama RSUP Persahabatan Rita Rogayah dalam konferensi pers, Kamis pekan lalu, sebagaimana dimuatKompas.com, menyatakan, pihaknya merawat 24 bayi dilahirkan dari ibu yang positif Covid-19 maupun pasien dalam pengawasan (PDP). Semua bayi dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan gejala Covid-19. Hal senada dikatakan Achmad. Salah satu pasiennya terkena Covid-19 dan harus dirawat serta melahirkan di RSUP Persahabatan. Ibu dan bayi kini dalam kondisi sehat.
Perempuan yang positif Covid-19, demikian WHO, tetap bisa melahirkan secara normal. Operasi caesar hanya dilakukan jika ada indikasi medis. Achmad berpendapat, jika dikhawatirkan persalinan berlangsung lama, untuk menjaga agar gangguan pernapasan ibu tidak makin buruk serta menghindarkan penyebaran penyakit, bisa dipertimbangkan persalinan dengan operasi caesar.
Strategi menyusui
Penderita Covid-19 tetap bisa menyusui anaknya. Sejauh ini virus korona tidak ditemukan di plasenta, cairan ketuban, darah tali pusat, cairan vagina, maupun air susu ibu (ASI). Namun, ada risiko penularan dari ibu pada bayi baru lahir lewat percikan cairan dari bersin atau batuk. Keputusan menyusui langsung atau tidak, perlu menimbang risiko ini.
Di sisi lain, pemberian ASI secara eksklusif membantu bayi memiliki kekebalan tubuh. Kontak dekat dan bersentuhan langsung dengan ibu membuat bayi merasa aman serta bertumbuh kembang dengan baik. Panduan WHO maupun Kementerian Kesehatan membolehkan ibu yang positif Covid-19 menyusui langsung bayinya.
Untuk mengurangi risiko penularan pada bayi, kenakan masker, mencuci tangan sebelum maupun sesudah menyentuh bayi maupun saat menyusui. Bersihkan permukaan benda yang banyak tersentuh atau terkena percikan batuk dan bersin dengan disinfektan.
Jika terlalu sakit dan lemah untuk menyusui langsung, ibu perlu dukungan untuk bisa memberi ASI dengan baik dan aman. Misalnya dengan memompa ASI kemudian dibantu menyuapkan pada bayi. Jika kondisi memungkinkan, ibu bisa mencoba menyusui langsung. Hal lain yang bisa dipertimbangkan adalah menggunakan donor ASI.
Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) merekomendasikan, untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan fasilitas perawatan terpisah pada ibu terkonfirmasi Covid-19 ataupun PDP, dari bayinya sampai batas risiko transmisi dilewati. Artinya, ibu tidak dianjurkan untuk menyusui langsung sampai sembuh dan tak berisiko menularkan virus ke bayinya.
Puasa saat hamil
Dalam kelas daring tentang kehamilan, Selasa siang, Achmad menyatakan, ibu hamil dianjurkan tetap berpuasa selama mampu menunaikan puasa, tidak sakit, tidak turun berat badan, dan tidak ada gangguan kehamilan.
Sejumlah riset menunjukkan, secara medis puasa tidak berpengaruh buruk bagi ibu hamil maupun janin. Namun, ibu hamil perlu periksa dan berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan kesehatannya, yakni berstatus gizi baik, tidak ada penyakit, dan tidak ada komplikasi kehamilan.
Selama berpuasa, harus diperhatikan pemenuhan gizi dan cairan. Saat sahur dan berbuka, dianjurkan banyak minum air putih, susu, dan jus buah segar untuk menjaga agar tidak mengalami dehidrasi. Tanda dehidrasi adalah urine berwarna kuning pekat dan jumlahnya sangat sedikit.
Konsumsi makanan bergizi seimbang. Yakni, cukup serat, vitamin terutama vitamin B kompleks, yang terpenting vitamin B9 (asam folat), mineral terutama kalsium, juga protein, dan karbohidrat. Batasi konsumsi garam, dan gula.
Perhatikan sejumlah tanda bahaya seperti nyeri kepala hebat, terlalu lapar atau haus, mual dan muntah, kelelahan, lemas dan pandangan kabur. Jika hal ini terjadi, segera hentikan puasa.
Tanda lain yang perlu diperhatikan adalah gerak janin sangat berkurang, kontraksi dini atau pecah ketuban, demam, dan nyeri perut. Segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengatasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar