MITIGASI DAMPAK COVID-19
Menghidupkan Kembali Mesin Bisnis
Bisnis terguncang akibat pandemi Covid-19. Namun, beberapa pebisnis sudah mulai membuka kembali usahanya, disertai protokol kesehatan yang ketat.
Bagi beberapa kalangan, terlalu dini berpikir menghidupkan kembali mesin bisnis di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia. Mereka kelimpungan menghadapi masalah tenaga kerja dan belum ada tanda-tanda pandemi berhenti.
Namun, mari rileks sejenak. Kita melihat perkembangan di beberapa negara. Ada yang mulai berpikir untuk memulai kembali bisnis yang tumbang. Bahkan, beberapa di antaranya sudah mulai kembali berbisnis.
Perbincangan perihal memulai bisnis kembali di tengah pandemi muncul pekan lalu. Pikiran itu muncul di beberapa negara yang sudah mulai berhasil menangani ataupun yang sedang berjuang keras menghentikan pandemi Covid-19. Meski demikian, semua sepakat kondisi normal seperti sebelum Februari tidak bisa diulang lagi. Protokol standar seperti penggunaan masker, pengecekan suhu badan, mencuci tangan, dan lain-lain menjadi kebiasaan umum baru yang harus diadopsi para pebisnis.
Di Hong Kong, beberapa restoran telah buka kembali dengan pengaturan tempat duduk yang ketat. Di Provinsi Manitoba, Kanada, sejumlah bisnis akan segera dibuka dengan maksimal kerumunan 10 orang. Kegiatan yang menghadirkan orang lebih dari jumlah itu tetap dilarang, seperti kegiatan olahraga dan ibadah. Sebuah perusahaan otomotif di Inggris juga akan memulai kembali operasinya setelah memperketat protokol kesehatan bagi karyawannya.
Membaca sekilas, mereka seperti longgar dan melanggar aturan. Tidak sama sekali! Restoran di Hong Kkong yang sudah buka mengatakan, mereka tetap mengikuti aturan pemerintah. Kalau tidak, mereka bakal didenda 6.500 dollar Hong Kong atau dipenjara 6 bulan. Mereka mempelajari aturan dan menyesuaikan dengan operasi restoran. Mereka tetap meminta karyawan mengenakan masker. Pada saat makan, tamu boleh membuka masker dan memasukkan masker ke dalam amplop yang disediakan restoran.
Kisah salah satu restoran di laman diNew York Times menyebutkan, tamu diminta mengisi formulir deklarasi kesehatan dengan pena yang telah disterilisasi setiap kali digunakan. Permukaan meja, kursi, dan berbagai fasilitas restoran dibersihkan setiap 30 menit. Sejauh ini, tamu menerima perlakuan ini. Satu tamu pernah ditolak karena mengalami panas badan dan sekelompok orang pernah ditolak masuk karena ingin makan berenam dalam satu meja.
Semua perlakuan ini dipahami konsumen di era baru ini. Mereka sudah berterima kasih bisa berada di luar dan menikmati kenyamanan baru.
Melihat kemungkinan untuk memulai bisnis kembali, beberapa ahli melihat, bisnis bisa kembali dijalankan dengan tetap mengikuti aturan pemerintah. Mereka menyarankan pebisnis tidak sekali-kali melanggar panduan dari pemerintah. Pebisnis juga harus tetap berkomitmen mencegah penyebaran penyakit gelombang berikutnya. Semakin pebisnis terbuka dengan protokol yang dijalankan dan konsisten melaksanakan, maka konsumen akan makin percaya. Konsumen mau kembali ke produk dan layanan mereka ketika merasa nyaman dan aman meski dengan berbagai perlakuan.
Integritas juga menjadi kata kunci di tengah pandemi. Konsumen restoran, ritel, atau di bisnis lain mungkin menggerutu ketika ditolak masuk karena tidak memenuhi syarat kesehatan atau tidak mengikuti protokol. Namun, pada saat yang sama, sebenarnya ia mengakui perusahaan itu menjalankan prosedur yang benar. Jika hal ini diketahui konsumen lain, mereka akan makin menghormati merek dan produk kita. Sebaliknya, sekali pebisnis menipu atau mengelabui aturan dan konsumen mengetahui tindakan itu, maka usaha kita hanya menunggu waktu untuk ditinggalkan. Konsumen tidak akan menghormati lagi merek dan bisnis kita. Keselamatan dan keamanan menjadi isu kritikal bagi konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar