Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 01 Mei 2020

RISET: Cara Bali Menekan Penularan Covid-19 (M PUTERI ROSALINA)


KOMPAS/STEFANUS ATO

Terminal Bekasi Kota, Jawa Barat, sepi pada hari pertama pemberlakuan larangan mudik, Jumat (24/4/2020).

Menjadi salah satu pintu gerbang internasional Indonesia dengan arus wisatawan asing tertinggi tak membuat Bali sebagai episentrum pandemi Covid-19. Sebaliknya, penambahan kasus positif cenderung landai dengan tingkat kematian rendah.

Bali sebagai daerah wisata level internasional akan selalu mengundang orang untuk datang. Arus mobilitas keluar-masuk Bali sangat tinggi.

Sebagai gambaran, jumlah penumpang yang keluar dan masuk melalui Bandara Ngurah Rai pada 2018 mencapai 11,1 juta orang. Angka ini berada di posisi ketiga setelah Bandara Seokarno-Hatta di Tangerang dan Juanda di Sidoarjo.

Jika dilihat dari kategori wisatawan mancanegara yang masuk ke Bali, selama 2019, jumlahnya mencapai 6,24 juta orang, tertinggi dibandingkan dengan bandara internasional Indonesia lainnya. Menurut BPS Bali (Januari 2020), ada 111.416 wisatawan dari China berkunjung ke Bali, 102.178 wisatawan dari Australia, serta 313.000 turis dari India, Rusia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Malaysia, dan Singapura.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Petugas mengukur suhu tubuh pemudik di pos pemeriksaan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (24/4/2020). Di pos tersebut, pemudik diminta berhenti serta menjalani pemeriksaan suhu tubuh dan pendataan. Jika demam, pemudik akan dirujuk ke rumah sakit.

Tingginya arus wisatawan asing ke Bali membuat wilayah itu berisiko sebagai pusat penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19. Namun, kenyataannya, menurut laporan Kementerian Kesehatan, pasien positif Covid-19 baru ditemukan pada 11 Maret 2020.

Pertambahan kasus setiap hari pun cenderung melambat. Hingga 23 April, hanya ditemukan 167 kasus positif, 55 pasien sembuh. Kasus kematiannya pun rendah, 4 orang atau dengan angka kematian 2,4 persen.

Mengapa kasus Covid-19 di Bali cenderung landai? Bandingkan dengan ibu kota Jakarta yang juga merupakan gerbang internasional. Hingga 23 April, di Jakarta sudah ada 3.517 kasus dengan angka kematian 8,6 persen.

Kasus impor

Kasus pertama di Bali muncul 11 Maret 2020 dan langsung dilaporkan meninggal. Pasien berjenis kelamin perempuan tersebut merupakan warga negara asing (WNA) dan termasuk kasus ke-25 nasional. Namun, sebelum hasil tes Covid-19 keluar, pasien yang sudah menderita berbagai komplikasi penyakit tersebut meninggal.

Setelah itu, baru 20 Maret 2020, tercatat 3 kasus positif, 1 orang merupakan WNA. Penemuan kasus selanjutnya terjadi pada 23 Maret, itu pun dengan penambahan 2 kasus. Sampai akhir Maret 2020, penambahan pasien yang positif Covid-19 hanya berkisar 1-9 orang. Bahkan, ada beberapa hari tidak ada penambahan pasien. Itu pun penderitanya rata-rata adalah WNA yang sebelumnya sudah terdeteksi terinfeksi virus dari negara asalnya.

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Akses ke kawasan Pantai Legian di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (4/4/2020), ditutup dalam rangka menekan penularan Covid-19.

Awal April 2020, sejumlah WNI mulai tertular. Namun, rata-rata tertular dari luar Bali (imported case). Sebagian besar pasien WNI merupakan pekerja migran internasional (PMI) yang bekerja di luar negeri dan pulang ke Bali karena negara tempat kerja mereka juga didera wabah.

Sementara itu, sejak awal Maret, Pemprov Bali menyiapkan tempat karantina khusus bagi para pekerja migran. Bahkan, di Bandara Ngurah Rai, Bali, sudah ada pemeriksaan ketat, seperti pengecekan suhu dan tes cepat (rapid test). Jika hasil tes cepat negatif, mereka diarahkan untuk melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing dengan pengawasan dari pemerintah kabupaten/kota dan Satgas Gotong Royong Desa Adat.

Jika hasil tes cepat positif dan ada peningkatan suhu tubuh, tim membawa mereka ke tempat karantina untuk melakukan uji lab lanjutan berupa swab yang akan diperiksa dengan metode PCR (polymerase chain reaction). Sampel tersebut sudah bisa diuji di Laboratorium RSUP Sanglah. Bagi pekerja migran yang hasilnya positif, mereka dirawat di RS PTN Universitas Udayana, RSUP Sanglah, dan RS Bali Mandara.

Transmisi lokal


Hingga data terakhir pada Rabu (22/4/2020), pola penyebaran penyakit ini semakin terlihat. Penyebarannya berpusat di Kota Denpasar di selatan Bali, kemudian ke timur dan ke selatan. Sebagian wilayah tersebut merupakan kawasan Metropolitan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) serta kawasan wisata.

Pasien transmisi lokal juga bertambah menjadi 27 orang. Meski angkanya lebih kecil dibandingkan denganimported case, hal itu tetap berarti imbauan pemerintah agar warga berdiam diri di rumah dan menggunakan masker belum sepenuhnya dilaksanakan.

Mobilitas penduduk di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan cukup tinggi. Statistik Komuter (BPS, 2019) mencatat, ada 127.660 (9 persen) komuter yang bergerak setiap hari dari rumah menuju tempat aktivitas di empat wilayah tersebut.

Sejak kemunculan kasus positif di Bali, pertengahan Maret 2020, Pemprov Bali mengeluarkan sejumlah imbauan, instruksi gubernur, ataupun surat edaran. Isinya meminta warga untuk tetap tinggal di rumah dan melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang.

Pawai ogoh-ogoh yang biasanya dilakukan seminggu sebelum hari raya Nyepi yang tahun ini jatuh pada 25 Maret dilarang. Saat itu baru ada dua kasus positif Covid-19 dan satu warga meninggal. Larangan tersebut dipatuhi meski sebenarnya pawai ogoh-ogoh jelang Nyepi selalu dinantikan warga Bali.

Isinya meminta warga untuk tetap tinggal di rumah dan melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang.

Sehari setelah Nyepi, Gubernur Bali mengeluarkan surat edaran Gubernur yang mengimbau semua masyarakat Bali untuk tetap di rumah pada Hari Ngembak Geni tanggal 26 Maret. Imbauan untuk bekerja, belajar, beribadah di rumah, menutup pusat hiburan malam, serta tidak menutup jalan ini berlaku sampai 30 Maret.

Setelah surat edaran tersebut keluar, Gubernur Bali mengeluarkan sejumlah imbauan untuk mengurangi interaksi fisik dan aktivitas di luar rumah serta mengurangi atau menunda perjalanan ke Bali atau keluar Bali. Bahkan, warga juga diminta meniadakan kegiatan agama dan adat yang mengumpulkan massa.

Aturan tersebut dipatuhi oleh mereka yang tinggal di Bali, baik penduduk lokal maupun pendatang. Maurin (42), warga pendatang di Denpasar, menceritakan, saat Nyepi diperpanjang sehari, semua warga patuh sehingga tidak beraktivitas di luar. Hanya saja, warga boleh menyalakan listrik. Bahkan, hingga saat ini, meski tidak ada aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Bali, pukul 19.00 jalan di Denpasar sangat sepi.

Peran adat

Kebijakan pemerintah diperkuat dengan pembentukan Surat Keputusan Bersama Pemprov Bali dengan Majelis Adat Provinsi Bali mengenai Pembentukan Satgas Gotong Royong Pencegahan Covid-19 Berbasis Desa Adat. Tugas Satgas Desa Adat tertulis dalam SK ialah melakukan pencegahan Covid-19 secara sakala dan niskala.

Tugas secara sakala adalah mencegah Covid-19 dengan menyiapkan masker dan sarana cuci tangan, mengarahkan warga agar tak berkunjung ke tempat keramaian, mendata warga desa yang pulang ke Bali, hingga melaporkan kasus ODP baru ke puskesmas terdekat. Adapun pencegahan secara niskala ditempuh dengan berdoa.

Selain itu, Satgas Desa Adat bertugas membuat karantina parsial di setiap desa adat dan dijaga pecalang. Menurut Wayan Krastawan, akademisi Universitas Udayana, karantina parsial yang dijaga oleh pecalang ini efektif bagi penerapan pembatasan fisik (physical distancing) dan tetap berdiam diri di rumah.

Menurut Putu (31), warga Gianyar, pecalang berjaga di pintu masuk desa atau kampung. "Mereka akan berjaga seperti saat Nyepi," ucapnya.

Sebelum warga atau tamu memasuki desa, suhu tubuhnya akan diukur oleh pecalang. Jika suhu tubuh tamu tinggi, pecalang dengan sopan memintanya untuk tidak masuk ke dalam kampung.

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Petugas penanganan Covid-19 Provinsi Bali dari Pangkalan TNI Angkatan Laut Denpasar mengawal pemulangan pekerja migran Indonesia yang dibawa kapal pesiar Voyager of the Seas yang berlabuh di luar alur Pelabuhan Benoa, Denpasar, 16 April.

Jam malam yang diterapkan setiap desa bervariasi, antara pukul 19.00 dan 22.00. Namun, menurut Putu, di kampungnya tidak ada jam malam, hanya ada surat edaran untuk membatasi jam operasional tempat-tempat usaha. Pembatasan tersebut otomatis membatasi pergerakan orang.

Jika suhu tubuh tamu tinggi, pecalang dengan sopan memintanya untuk tidak masuk ke dalam kampung.

Setiap desa juga mempunyai cara yang unik untuk mencegah penyebaran virus. Di beberapa desa terpasang spanduk bertuliskan "De Bengkung", yang artinya 'jangan keras kepala', yang dimaksudkan agar warga tetap patuh tinggal di rumah. Kemudian ada pengumuman "Kawasan Wajib Masker" sehingga warga yang tak memakai masker tidak diizinkan masuk.

Melihat pola penyebaran Covid-19 yang didominasi kasus impor dari pekerja migran, diperkirakan jumlah kasus positif Covid-19 tetap akan meningkat. Namun, lajunya tidak tinggi selama pemeriksaan ketat dan proses karantina dijalankan konsisten oleh pemerintah serta masyarakat.

Tantangannya adalah menekan kasus transmisi lokal dengan meminta warga untuk tetap tinggal di rumah, memakai masker, dan melakukan pola hidup sehat. Langkah Bali ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain untuk mengurangi dampak wabah Covid-19. (Litbang Kompas)

Kompas, 25 April 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger