Judul : Perang Eropa.
Penulis : P.K. Ojong
Editor : R.B. Sugiantoro
Penerbit : Penerbit Buku Kompas.
Cetakan (Edisi Revisi): Jilid 1 (2019); Jilid 2 (2019); Jilid 3 (2020).
Tebal Buku (Edisi Revisi): Jilid 1 (xxxiii+590 hlm); Jilid 2 (xii+439 hlm); Jilid 3 (xi+597 hlm)
ISBN : 978-602-412-598-1 (Jilid 1); 978-602-412-599-8 (Jilid 2); 978-602-412-600-1 (Jilid 3).
Setelah berkecamuk hebat selama lebih dari lima setengah tahun (1 September 1939 - 8 Mei 1945), Perang Dunia Kedua di kawasan Eropa, akhirnya usai. Dalam jangka waktu itu, kemusnahan dan kehancuran yang diakibatkannya sungguh luar biasa besar dan luas. Perang total yang melibatkan banyak negara itu, menewaskan puluhan juta manusia, baik militer mau pun warga sipil, meluluhlantakkan jaringan infrastruktur serta menimbulkan dampak parah pada semua aspek kehidupan manusia di negeri-negeri yang berperang.
Hanya selang seminggu setelah diktator Jerman Adolf Hitler bunuh diri di markas bawah tanahnya di Berlin, 30 April 1945, melalui beberapa perjanjian kapitulasi, Nazi Jerman menyerah total tanpa syarat. Di pihak Sekutu (Barat), Hari Kemenangan di Eropa (VE Day) dirayakan 8 Mei 1945. Sedangkan oleh Uni Soviet sehari sesudahnya. Tapi di kawasan Asia Pasifik, kendati kian terdesak, Jepang masih memberikan perlawanan sengit.
Dalam kurun 75 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia di Eropa, konflik global ini dibicarakan dan dibahas panjang lebar, dari berbagai aspek dan sudut pandang. Tak terhingga volume artikel, majalah, buku, jurnal, kajian ilmiah yang mengisahkan, mengulas, menganalisis perang besar tersebut. Teknologi juga kian mempermudah mengakses semua itu, yang terus bertambah kuantitas dan kualitasnya.
Lalu apa relevansi dan pentingnya menerbitkan buku-buku tentang kisah yang sudah lama berlalu seperti Perang Eropa, bahkan lalu menerbitkan edisi revisinya, bagi pembaca di zaman ini? Masihkah buku semacam ini menarik bagi generasi saat ini? Apa pertimbangan Penerbit Buku Kompas menerbitkan dan kemudian merevisi seri buku Perang Eropa yang terdiri dari tiga jilid itu?
Seperti tertera dalam "Pengantar Editor", ada dua tujuan untuk itu. Pertama, untuk mengabadikan karya almarhum P.K. Ojong, salah seorang perintis dan pendiri Harian Kompas(yang tahun ini genap berusia 55 tahun). Tentu juga karena topik dan cara penulis menceritakannya memang menarik. Selain itu ada keinginan agar pembaca generasi sekarang bisa mengenal dan memahami bagian sejarah manusia yang dampak dan implikasinya terasa sampai saat ini (Perang Eropa, edisi revisi Jilid I, 2019, hal.ix).
Selain itu ada keinginan agar pembaca generasi sekarang bisa mengenal dan memahami bagian sejarah manusia yang dampak dan implikasinya terasa sampai saat ini (Perang Eropa, edisi revisi Jilid I, 2019, hal.ix).
Bayangkan, secara keseluruhan, Perang Dunia II menewaskan hampir 55 juta orang. Korban terparah diderita Uni Soviet, sebagian besar di Eropa, diperkirakan lebih dari 20 juta militer dan warga sipil. Di pihak Jerman, ditaksir hampir 7 juta manusia binasa (Donald Sommerville,The Ultimate Illustrated History of World War II, 2011).
Perang itu juga mewarisi peta politik internasional dan tatanan dunia yang sekarang masih terlihat, lahirnya negara-negara merdeka (termasuk negeri kita), serta berbagai konflik yang pernah terjadi dan yang potensial pecah kembali (Antony Shaw., World War II: Day by Day, 2004). Buku ini menjadi penting, seperti menurut peribahasa: "Apa yang terjadi hari ini tak lepas dari kejadian hari kemarin, dan apa yang terjadi hari esok tidaklah lepas dari apa yang terjadi hari ini."
Seperti dikatakan Dr C.P.F. Luhulima, pakar Kajian Eropa LIPI, dalam "Sekapur Sirih" buku ini, bagi P.K. Ojong Perang Eropa tampaknya lebih menarik dari Perang Pasifik, karena tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi Jerman dan Inggris dinilai setara dalam mengembangkan persenjataan. Kedua pihak yang bertikai itu bersaing dalam alat utama sistem persenjataan.
Sebagai ilustrasi, di udara, pesawat tempur Spitfire (Inggris) boleh dibilang sekelas dengan Messerschmitt Bf 109 atau Focke-Wulf Fw 190. Hanya Jerman memang tidak memprioritaskan pesawat pengebom berat jarak jauh seperti halnya Inggris.
Menjelang akhir perang, Jerman bahkan menjadi negara pertama yang mengoperasikan pesawat tempur dan pengebom bermesin jet, antara lain Messerschmitt Me 262 dan Arado Ar 234 Blitz. Bahkan kemudian mampu meluncurkan misil kendali (V1) dan misil balistik (V2) ke sasaran-sasaran di daratan Inggris.
Di darat, Jerman unggul dalam kualitas tank. Tank berat Jerman seperti Panther, Tiger, apalagi Royal Tiger tak tertandingi. Tapi di laut, Inggris tetap perkasa, walau Jerman sempat mengancam dengan U-Boat. Namun Jerman mulai kewalahan, setelah Amerika Serikat ikut berperang (dan tentu saja sebelumnya, Uni Soviet).
Sebagai pembanding, di Perang Pasifik, persenjataan Jepang, misalnya pesawat tempur Mitsubishi A6M Zero, hanya di awal lebih hebat dari AS. Khusus tentang peperangan di Pasifik, P.K. Ojong sudah menulis Perang Pasifik (Penerbit Buku Kompas, 2001).
Buku ini sebetulnya adalah kumpulan tulisan berseri P.K. Ojong dalam majalah mingguan Star Weekly di tahun 1950an. Seri tulisan yang terserak itu dikumpulkan, lalu disunting mantan jurnalis seniorKompas, pengamat masalah pertahanan, R.B. Sugiantoro, diterbitkan dalam format buku sepanjang 3 jilid (edisi pertama berturut-turut terbit 2003, 2004, 2005). Seluruhnya setebal lebih dari 1300 halaman (termasuk indeks).
Mengingat era ditulisnya kisah serial tersebut, terbayang keuletan dan ketekunan penulis menelusuri dan menggali referensi yang luas sebagai rujukan penulisan, kemudian menuangkannya dalam tulisan yang begitu rinci cerita dan informasinya secara memikat.
Perang Eropa diawali "Sekapur Sirih" berisi ulasan pertempuran-pertempuran penting di darat, laut dan udara, serta implikasinya pada jalannya perang, dan kemudian implikasi perang di Eropa itu terhadap berbagai tatanan di benua tersebut. "Pengantar: Peristiwa Sebelum dan Sesudah Perang II Jadi Pelajaran Berharga", oleh Redaktur SeniorKompas, Dr Ninok Leksono, selain juga memaparkan implikasi perang hebat itu bagi keadaan dunia saat ini, terutama memberi bekal pemahaman tentang latar belakang, situasi dan kondisi, serta konteks Jerman dan Eropa pasca Perang Dunia I dan pra Perang Dunia II, termasuk munculnya Hitler di puncak kekuasaan. Situasi, kondisi, dan konteks tersebut mengerucut pada tidak terhindarkannya Perang Dunia II di Eropa.
Tiap jilid Perang Eropa ditata menurut urutan babak-babak pertempuran. Makanya Jilid 1 diawali dengan Blitzkrieg (Perang atau Serangan Kilat) Jerman menyerbu Polandia. Cerita berlanjut dengan invasi ke Belgia, Belanda dan Prancis. Jilid ini juga mengungkap mengapa Hitler mendadak menghentikan pengepungan pasukan Sekutu yang sudah terpojok di Dunkirk, dan kemudian membatalkan invasi ke Inggris.
Jilid 2 memberi tempat untuk kisah-kisah perlawanan "di bawah tanah" dan gerilyawan berbagai negeri Eropa yang diduduki Jerman. Dalam jilid ini juga ada serangan udara Sekutu yang semakin gencar terhadap Jerman.
Tiap jilid Perang Eropa ditata menurut urutan babak-babak pertempuran.
Pendaratan pasukan Sekutu di Pantai Normandia, 6 Juni 1944, yang diberi sandi Operasi Overlord membuka Jilid 3. Dari sekian banyak pertempuran yang berlangsung selama Perang Eropa, tentu tidak sedikit yang bersifat menentukan. Namun menurut P.K. Ojong, ada dua pertempuran yang paling menentukan, yaitu pertempuran di Stalingrad (Uni Soviet) dan di Normandia (Perang Eropa, edisi revisi Jilid I, halaman 479}.
Sejak kekalahan berat di Stalingrad, awal Februari 1943, Jerman terus terdesak Soviet dari Timur. Sementara serangan dari Normandia memaksa Jerman mundur teratur dari sisi Barat. Dijepit dari dua arah, kekuatan Jerman terkuras dengan cepat.
Agar menarik pembaca saat ini, ketiga jilid Perang Eropa memerlukan revisi ekstensif sebelum diterbitkan ulang. Edisi Revisi jilid 1 dan 2 beredar 2019, sedangkan edisi 3 terbit Juni 2020. Revisi tersebut mencakup penambahan beberapa bab, penulisan ulang, memperbanyak informasi, foto-foto, serta ilustrasi.
Yang baru dalam edisi revisi adalah tambahan box yang melengkapi setiap bab. Isinya terutama deskripsi tentang aneka ragam sistem persenjataan darat, laut, dan udara. Selain itu masih ada "bonus". Di Jilid 2 muncul "Parade Pesawat" pengebom dan pesawat tempur (65 halaman).
Di jilid terakhir bahkan ada bab "Inovasi Persenjataan Tempur", sepanjang lebih dari 180 halaman, dengan fokus pada matra darat (dari tank sampai peluncur roket) dan matra laut (dari kapal induk, kapal selam,battleship, sampai landing ship tank). Alhasil, tebal total ketiga jilid edisi revisi Perang Eropa ini menjadi lebih dari 1600 halaman!.
Lalu bagaimana mencerna kemudian memaknai kisah panjang dan rinci dalam tiga jilid buku yang masif ini? Disinilah terasa peran kehadiran "Sekapur Sirih' dan "Pengantar: Peristiwa Sebelum dan Sesudah PD II Jadi Pelajaran Berharga" yang mengawali rangkaian Perang Eropa, serta "Bab Epilog" (ditulis editor R.B. Sugiantoro) sebagai penutup Jilid III.
Di tengah banjir informasi serba cepat mengenai apapun saat ini, publik memerlukan referensi untuk berbagai topik dan isu, yang selain mudah dipahami haruslah terjaga kredibilitasnya. Dalam hal ini, seperti kata Tom Nichols (Matinya Kepakaran, 2018), sebuah buku yang melalui proses penerbitan yang ketat dan seksama, tetap menjadi rujukan penting.
Khalayak pembaca umum yang ingin mengetahui dan menambah pemahaman akan Perang Eropa, sebuah perang total berdimensi kompleks, setidaknya bisa menjadikan ketiga jilid edisi revisi Perang Eropasebagai salah satu "titik berangkat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar