Dunia saat ini cukup dikejutkan dengan kebijakan berani Uni Emirat Arab dan Bahrain menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Israel. Hubungan Israel-UEA diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 13 Agustus lalu dan Israel-Bahrain diumumkan Trump pada 11 September lalu.
Seremoni penandatanganan hubungan resmi Israel-UEA dan Israel-Bahrain yang oleh Presiden Trump disebut sebagai Abraham Accord digelar di Gedung Putih, Washington DC, Selasa (15/9/2020).
Kebijakan berani UEA dan Bahrain membuka hubungan diplomatik resmi dengan Israel—setelah kedua negara Arab Teluk kaya itu menjalin hubungan rahasia selama sekitar 20 tahun—merupakan puncak dari proses perubahan yang terjadi di kawasan Arab Teluk selama dua dekade terakhir.
Perubahan besar di kawasan Arab Teluk itu tidak lepas dari munculnya kepemimpinan generasi baru di kawasan itu, yang lebih terdidik, terbuka, energik, dan berwawasan luas dengan pergaulan internasional yang luas pula. Perubahan itu semakin dahsyat dalam lima tahun terakhir ini, baik arah ekonomi, budaya, maupun politik.
Pemimpin generasi baru di Arab Saudi, UEA, dan Bahrain kini semakin tidak melihat Israel sebagai musuh. Sebaliknya, Iran dan Turki yang dianggap lebih mengancam keamanan mereka. Peta persaingan geopolitik di Timur Tengah akhir-akhir ini mengubah cara pandang generasi baru kawasan Arab Teluk tersebut.
Pemimpin generasi baru yang membawa perubahan besar di kawasan Arab Teluk itu, seperti Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman atau MBS (35), Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Mohammed bin Zayed al-Nahyan atau MBZ (59), Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani (40), Sultan Oman Haitham bin Tariq al-Said (64), dan Putra Mahkota Bahrain Pangeran Salman bin Hamad al-Khalifa (50).
Di Arab Saudi, MBS meluncurkan megaproyek visi Arab Saudi 2030 sejak tahun 2016. Visi tersebut mengantarkan terjadinya perubahan dahsyat di sektor ekonomi, sosial, dan budaya ke arah yang lebih liberal di negara penganut paham Wahabi yang puritan dan konservatif.
MBS sejak memangku jabatan putra mahkota pada Juni 2017 disebut sebagai raja de facto Arab Saudi saat ini mengingat kekuasaan yang luas ditangannya. Adapun bapaknya, Raja Salman bin Abdulaziz, yang kini sudah berusia 85 tahun, disinyalir telah banyak melimpahkan penanganan isu-isu strategis kapada MBS.
Sejak digulirkannya visi Arab Saudi 2030 oleh MBS pada 2016, telah terjadi perubahan besar di sektor sosial, budaya, dan ekonomi, seperti diizinkannya kaum perempuan di negara itu mengemudi kendaraan, dibukanya lagi bioskop dan tempat hiburan, serta konser musik.
Baca juga : AS Berupaya Bangun Koalisi Abraham
Di bidang politik luar negeri, Arab Saudi menyambut baik dibukanya hubungan resmi Israel-UEA dan Israel-Bahrain meskipun Arab Saudi, dengan pertimbangan situasi dalam negeri, masih belum bersedia membuka hubungan resmi dengan Israel. Bahkan, Arab Saudi sudah mengizinkan maskapai penerbangan UEA, seperti Etihad Airways dan Emirates Airlines, melakukan penerbangan komersial reguler dari UEA menuju Israel dengan melintasi wilayah udaranya.
Di UEA juga terjadi perubahan besar berkat tangan Putra Mahkota MBZ dari sektor ekonomi hingga politik. Di sektor ekonomi telah dicanangkan visi Abu Dhabi 2030 sejak tahun 2007-2008 yang merancang Abu Dhabi dan UEA berbasis ekonomi pasar dan teknologi digital.
Di sektor politik, dirancang Abu Dhabi dan UEA dengan pergaulan internasional yang lebih luas dan terbuka hingga puncaknya dibuka hubungan diplomatik resmi Israel-UEA pada 13 Agustus lalu.
Seperti halnya MBS di Arab Saudi, MBZ kini juga penguasa de facto di Abu Dhabi dan UEA. Presiden UEA Sheikh Khalifa bin Zayed (72) yang merupakan kakak dari MBZ sejak lama sakit-sakitan dan menyerahkan urusan kenegaraan sehari-hari kepada MBZ.
MBZ kini dibantu oleh saudara kandungnya, Sheikh Abdullah bin Zayed al-Nahyan (48) yang menjabat Menteri Luar Negeri UEA sejak tahun 2006, Sheikh Tahnoun bin Zayed al-Nahyan (52) yang menjabat Penasihat Keamanan Nasional sejak tahun 2015, dan Sheikh Mansour bin Zayed al-Nahyan (50) yang menjabat Wakil Perdana Menteri UEA. Kuartet Al-Nahyan, yakni MBZ, Sheikh Abdullah, Sheikh Tahnoun, dan Sheikh Mansour, yang kini berperan besar dalam urusan negara di UEA.
Di luar keluarga besar Al-Nahyan, masih ada penguasa Dubai yang juga PM UEA, yaitu Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum atau MBR (71) yang cukup punya peran di UEA. Namun, Sheikh Al-Maktoum lebih banyak berkecimpung di ekonomi, sedangkan urusan politik lebih diserahkan kepada keluarga besar Al-Nahyan.
MBZ bersama MBR merupakan duet bertangan dingin di UEA yang mengantarkan negeri itu menjadi negara termaju di dunia Arab. UEA dengan produk domestik bruto 432,612 miliar dollar AS dan pendapatan per kapita 41.476.000 dollar AS merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia Arab setelah Arab Saudi. Tidak seperti negara Arab kaya lain, kekuatan ekonomi UEA tidak hanya bersandar pada minyak dan gas, tetapi juga pada sektor pariwisata, investasi, jasa, dan perdagangan internasional.
Duet MBZ dan MBR sukses besar melakukan diversifikasi ekonomi di UEA. Kini, keputusan berani MBZ membuka hubungan diplomatik resmi Israel-UEA bertujuan untuk melakukan lompatan ekonomi fase kedua di UEA yang berbasis pada teknologi.
Untuk itu, menurut MBZ, UEA harus menggandeng Israel sebagai negara termaju dalam bidang teknologi di kawasan Timur Tengah untuk mewujudkan fase kedua lompatan ekonomi UEA. Fase kedua lompatan ekonomi UEA adalah program besar visi Abu Dhabi 2030.
Adapun fase pertama lompatan ekonomi UEA adalah melakukan diversifikasi ekonomi dari hanya bersandar pada sektor minyak dan gas ke sektor investasi, jasa, dan pariwisata yang sudah dimulai sejak tahun 2000-an.
Di Bahrain, duet Raja Hamad bin Isa al-Khalifa dan Putra Mahkota Pangeran Salman bin Hamad al-Khalifa atau SBH (50) berani mengambil kebijakan membuka hubungan resmi dengan Israel, mengikuti jejak UEA. Langkah Bahrain tersebut disinyalir tak lepas dari peran SBH yang akhir-akhir ini semakin besar kekuasaannya. Putra Mahkota SBH dikenal sangat dekat dengan MBS dan MBZ. Mereka sering berkomunikasi membicarakan isu domestik ataupun regional.
Sementara di Oman, Sultan Oman Haitham bin Tariq al-Said (64) yang menggantikan Sultan Qaboos bin Said al-Said pada 11 Januari 2020 berkomitmen melanjutkan kebijakan politik pendahulunya. Sheikh Haitham bin Tariq segera menyambut positif dibukanya hubungan diplomatik resmi Israel-UEA dan Israel-Bahrain.
Seperti diketahui, Oman pada era Sultan Qaboos dikenal menjalin hubungan mesra tidak resmi dengan Israel. PM Israel Benjamin Netanyahu telah mengunjungi Muscat, Oman, pada Oktober 2018 dan bertemu Sultan Qaboos. Dengan demikian, keluarga besar Al-Said yang berkuasa di Oman tetap ingin menjalin hubungan mesra tidak resmi dengan Israel.
Adapun Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani (40), yang juga dari generasi baru penguasa di kawasan Arab Teluk, meskipun masih menolak membuka hubungan diplomatik resmi dengan Israel, menjalin hubungan tidak resmi dengan Israel.
Qatar sering melakukan komunikasi dengan Israel ketika ingin memasok bantuan kemanusian ke Jalur Gaza. Tanpa lampu hijau dari Israel, bantuan kemanusian Qatar ke Jalur Gaza tidak mungkin terjadi. Qatar saat ini menjalin hubungan strategis dengan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza dan dalam waktu yang sama juga menjalin hubungan baik dengan Israel.
Barangkali hanya Kuwait yang punya sikap paling konservatif terhadap Israel. Kuwait selama ini tidak menjalin hubungan resmi ataupun tidak resmi dengan Israel. Kuwait selalu menegaskan akan menjadi negara Arab terakhir yang menjalin hubungan dengan Israel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar