Masa lalu Medellin, yang dalam bahasa setempat dilafalkan menjadi Medejin, sungguh kelam. Dari tahun 1970-an sampai awal 1990-an, kota itu begitu lekat dengan kekerasan. Kekerasan terkait bisnis haram narkoba berujung banyak pembunuhan yang menimpa warga miskin di kawasan permukiman kumuh hingga pejabat tinggi di kota itu. Majalah Timesempat menyebut ibu kota Provinsi Antioquia tersebut sebagai salah satu kota paling berbahaya di dunia.
Ulasan berjudul Medellín Transformed - From Murder Capital to Model City yang merujuk data The Inter-American Development Bank menyebutkan, pada 1991 ada 380 kematian per 100.000 penduduk di kota kedua terbesar di Kolombia setelah Bogota itu. Berkat pembenahan infrastruktur di area seluas 382 kilometer persegi atau sekitar separuh luas Jakarta tersebut, sebagaimana laporan majalahNewsweek , jumlah kematian menurun menjadi 20 kematian per 100.000 penduduk pada tahun 2015.
Masih dari Newsweek, diketahui hampir dua pertiga dari sekitar 2,5 juta warga Medellin yang dulu terperosok ke dalam kemelaratan dan menjadi kaki tangan kartel narkoba, kini telah keluar dari kemiskinan.
Tahun-tahun pertama 1990-an disebut sebagai masa terburuk bagi Medellin. Tewasnya pemimpin Kartel Medellin, Pablo Escobar, pada tahun 1993 menjadi momentum pemerintah kota bersama warga bangkit dan melaksanakan berbagai rencana penataan kota di lembah Pegunungan Andes tersebut.
Transformasi Medellin disebut sebagai hasil dari proses panjang pematangan politik bersama dengan keterlibatan masyarakat sipil. (Jaime Hernandez-Garcia)
Guna meringankan langkah pemerintah lokal, negara resmi memberikan kewenangan otonomi yang lebih luas bagi Medellin pada awal 1990-an. Dengan demikian, pemerintah kota dapat lebih berdaya menggerakkan warga serta berbagai sumber pendukung untuk pembenahan kawasan.
Revitalisasi fisik Medellin ditandai pembangunan jaringan angkutan massal cepat berbasis bus berbahan bakar diesel dan kereta perkotaan, yang disebut Metro Medellin. Namun, sistem transportasi publik ini baru berimbas besar bagi publik ketika Metro Medellin mengembangkan layanan membangun Metro Cable atau kereta gantung yang menghubungkan permukiman kumuh di lereng-lereng perbukitan dengan jaringan bus dan kereta di pusat kota.
Selain Metro Cable, ada juga eskalator atau tangga berjalan di San Javier, salah satu daerah paling kumuh di lereng kota Medellin. San Javier kemudian tenar dengan nama Comuna 13. Tangga berjalan dan kereta gantung jadi terobosan pertama yang hingga kini disebut satu-satunya di dunia dalam upaya revitalisasi Medellin.
"Dulu orang butuh 2-3 jam untuk turun maupun naik di Comuna 13. Dengan eskalator yang panjang dan terbagi dalam beberapa segmen ini, hanya butuh kurang dari 20 menit saja," demikian pernyataan mantan Wali Kota Medellin Sergio Fajardo yang dikutip berbagai media.
Baca juga : Pertumbuhan 270,2 Juta Jiwa dan Tuntutan Perubahan Desain Perkotaan
Comuna dalam bahasa setempat berarti distrik atau jika dikomparasi dengan Jakarta mungkin setara dengan kecamatan. Medellin terbagi dalam enam area besar utama, 16 comuna, dan 249 barrio. Selain itu, ada sebagian area yang disebut area perdesaan atau corregimiento.
Selama ini, permukiman padat dan kumuh menjadi isu utama perkotaan di Kolombia dan banyak negara di Amerika Selatan. Kawasan kumuh tersebut selalu diidentikkan dengan tingkat kemiskinan dan kekerasan tinggi.
Di Brasil, tetangga Kolombia, misalnya, terkenal dengan favela-nya yang sesak dan kekurangan fasilitas publik seperti air bersih dan sanitasi layak. Di Bogota, ibu kota Kolombia, sekitar 50 persen kawasan hunian masih berupa permukiman informal. Di Medellin adacomuna yang secara umum selalu berkorelasi dengan konsentrasi hunian warga yang padat lagi kotor.
Menyadari isu utama kotanya adalah comunayang sesak dan kotor serta minim fasilitas publik, program revitalisasi di Medellin berfokus pada permukiman informal itu. Sebelum dibenahi, bencana longsor yang memakan korban jiwa sering terjadi di Medellin. Di tengahcomuna, banyak pula didapati gundukan sampah dan orang-orang yang tinggal menyesaki pusat limbah tersebut.
Kebijakan peremajaan comuna diimbangi dengan penilaian terhadap hunian-hunian warga. Sebagian area hunian yang dulu berlabel liar perlahan dilegalisasi. Sebagian lagi, seperti warga penghuni tempat pembuangan sampah, direlokasi demi menempatkan fasilitas publik baru di sana, seperti taman kota, akses jalan, stasiun kereta gantung, fasilitas kesehatan, juga perpustakaan umum.
Pada 10 tahun pertamanya, realisasi pembangunan fisik di Medellin tergolong berjalan pelan. Perubahan baru tancap gas di era pemerintahan Fajardo (2004-2007). Fajardo disebut menginisiasi pembangunan dengan menggandeng pihak ketiga yang lantas memotori banyak pembangunan fasilitas publik di Medellin.
Dalam artikel di Forbes pada 27 Januari 2014, dipaparkan ada kemitraan unik perusahaan utilitas publik Empresas Publicas de Medellín (EPM) di Medellin. Kemitraan ini telah menghasilkan peluang ekonomi di lingkungan yang terpinggirkan, mendorong komunitas inklusif, serta menarik pengakuan global dan investasi internasional.
Baca juga : Mulailah Jujur Mengakui Penyebab Bencana
Pada era Fajardo inilah istilah urbanisme akupunktur juga urbanisme sosial muncul dan sontak luas. Urbanisme akupunktur mengacu pada revitalisasi Medellin yang mulanya terkonsentrasi di satu comuna paling kumuh. Ini disebut seperti jarum akupunktur yang ditancapkan di titik vital yang memberi dampak besar pada pemulihan kesehatan seluruh badan kota.
Urbanisme sosial melekati apa yang terjadi di Medellin karena banyak urbanis yang menyatakan di kota itu pemerintah fokus mengembalikan harga diri dan harkat martabat rakyat. Caranya dimulai dengan mengakui serta melegalkan status hunian liar, yang berarti resmi menggamit mereka sebagai bagian penting warga kota. Selanjutnya, pembangunan infrastruktur sosial digencarkan yang memudahkan mobilitas orang dilengkapi ruang-ruang publik yang dekat dengan hunian warga miskin.
Sejatinya, "jarum akupunktur" pembangunan infrastruktur sosial berbasis kebutuhan warga yang paling membutuhkan di Medellin ditancapkan ke banyak lokasi lain agar perubahan besar lagi baik benar-benar tercapai. Untuk itu, program dan percepatan pembangunan tidak berhenti kala Fajardo melepas jabatan wali kota.
Tantangan terbesar bagi Medellin adalah membangun kepercayaan diri juga kepercayaan publik (bahwa kita bisa melakukan perubahan).
Secara berganti-ganti, penerusnya berkesinambungan melanjutkan pembenahan di Medellin. Fajardo sendiri melenggang pada tampuk pemerintahan lebih tinggi, yaitu Gubernur Antioquia, dan mengikuti persaingan memperebutkan kursi presiden, tetapi kalah pada 2018.
"Tantangan terbesar bagi Medellin adalah membangun kepercayaan diri juga kepercayaan publik (bahwa kita bisa melakukan perubahan)," kata Anibal Gaviria Correa, Wali Kota Medellin (2012-2015), saat hadir dalam konvensi World Cities Summit di Singapura, Juni 2014.
Dua tahun kemudian, pada ajang konvensi yang sama, Medellin dianugerahi Penghargaan Lee Kuan Yew. Sebelumnya, tahun 2013, Medellin lebih dulu menyabet gelar kota paling inovatif yang dihelat lembaga nirlaba Urban Land Institute. Medellin menyisihkan 200 kota lain di seluruh dunia.
Kematangan politik, mengutamakan publik
Sepanjang 10-15 tahun terakhir, Medellin memanen buah ikhtiarnya. Di sela pembangunan kota yang belum akan berakhir, Medellin kini jadi rujukan wisata di Amerika Selatan, Amerika Utara, juga Eropa. Dalam jurnal hasil riset berjudul Touring the "Comuna", Memory and Transformation in Medellin, Colombia disebutkan beberapa temuan, di antaranya banyak biro perjalanan wisata dari luar negeri, seperti Jerman dan Amerika Serikat, yang membuka cabang di sana. Biro wisata internasional ini bekerja sama dengan agen setempat yang biasanya menggandeng warga lokal sebagai pemandu wisata.
Dari jurnal yang sama diketahui, selain perubahan wajah kota, atraksi wisata tumbuh merebak di seantero kota. Ada gerakan seni urban berupa torehan grafiti dan mural di tembok-tembok comuna, juga kosmetika kota berupa perbaikan dan pewarnaan atap rumah maupun dinding hunian padat di sekitar Comuna 13. Menjamur pula taman kota, kafe, dan toko warga setempat yang semuanya berhasil menggaet turis sekaligus menggenjot ekonomi lokal.
Selain itu, beberapa kampus di sana berkembang sebagai pusat belajar inovasi kota. Salah satunya Universidad Pontificia Bolivariana di Medellin yang menawarkan studi berbagai jenjang tentang isu urban dan short course dua pekan bagi pembelajar dari berbagai negara untuk datang serta melihat langsung berbagai inovasi di sana.
Jejak peninggalan Pablo Escobar dikurasi dan diubah. Hacienda dan kebun binatang pribadi milik gembong narkoba yang pernah tercatat sebagai orang terkaya di dunia itu dihancurkan dan dialih fungsi menjadi berbagai macam fasilitas, termasuk taman kota serta museum. Apartemen dan berbagai bangunan terkait Escobar ada yang dihancurkan dan difungsikan untuk berbagai fasilitas umum lain. Jejak Escobar yang telah berubah secara fisik ini turut menjadi salah satu paket tur wisata yang diminati pelancong di Medellin.
Meski demikian, banyak kritik disematkan bagi Medellin dan para pengelola kotanya. Masih ada persoalan tak tuntas tentang relokasi warga yang ternyata sebagian tidak mendapatkan tempat pengganti nan layak. Penyegaran rumah-rumah warga di sekeliling eskalator atau stasiun dan jalur kereta gantung hanya menyentuh radius tertentu, belum merata. Keputusan membangun eskalator yang menyedot anggaran besar dan gedung perpustakaan mentereng di tengah permukiman padat turut membuat orang mengernyitkan dahi.
Benarkah itu yang dibutuhkan warga? Tiadakah ide brilian lain yang lebih baik, murah, dan berdampak lebih luas bagi publik di sana?
Isu kekerasan pun belum sepenuhnya bisa dihapus. Saat mendapat penghargaan dari Urban Land Institute, misalnya, BBCmelaporkan sembilan jenazah ditemukan di salah satu rumah di Medellin yang diyakini sebagai korban kekerasan antargeng. Lagi-lagi terkait bisnis narkoba.
Baca juga : Tipisnya Irisan Tempe yang Mengusik Keamanan Pangan Kita
Peneliti dari Pontificia Universidad Javeriana, Bogota, Kolombia, Jaime Hernandez-Garcia, dalam jurnal risetnya, Slum Tourism City Branding and Social Urbanism: The Case of Medellin, Colombia, memaparkan bahwa upaya membangun citra kota adalah hal positif selama berdampak nyata meningkatkan kualitas kehidupan warganya di semua aspek, termasuk sosial dan ekonomi. Namun, menjadi buruk jika tujuannya sekadar menuai keuntungan bagi sebagian orang saja, terlebih demi motif politik atau melanggengkan kekuasaan semata.
Berdasarkan hasil risetnya, Hernandez-Garcia menyatakan, yang terjadi di Medellin tidak sekadar memoles kota dengan eskalator dan kereta gantung, juga mural. Akan tetapi, transformasi area urban berjuluk Kota Musim Semi Abadi karena kesejukan udaranya itu disebut sebagai hasil dari proses panjang pematangan politik bersama dengan keterlibatan masyarakat sipil.
Sebelum merevitalisasi kota secara fisik dan masif, Medellin menghabiskan cukup banyak waktu berkutat melaksanakan kebijakan dan program transparansi untuk pemberantasan korupsi, meningkatkan partisipasi masyarakat, merangkul budaya warga, dan menyediakan akses pendidikan. Suatu proses yang tidak mudah begitu saja ditiru oleh kota-kota lain di dunia.
Secara bertahap, turut diciptakan keamanan di ruang publik disertai pembangunan fasilitas publik memadai. Di tengah permukiman, polisi ditempatkan untuk terus perang terhadap sisa-sisa kartel narkoba sebagai tugas utama.
Program-program di Medellin terus dilengkapi dan disempurnakan bertahun-tahun. Tak lupa menuntaskan isu utama berupa proyek integral perkotaan (Proyecto Urbano Integrals/PUI) yang merupakan proyek peningkatan perumahan di permukiman informal. Transformasi terlihat di kota dengan penanda yang bisa dicermati semua orang, termasuk orang dari luar Medellin.
Meski demikian, Hernandez-Garcia menemukan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan, terutama dalam memerangi kemiskinan, mengurangi ketidaksetaraan sosial, serta menyediakan inklusi perkotaan dan sosial secara penuh. "Namun, bagi penduduk Medellin, mereka yakin bahwa mereka berada di jalan yang benar," tulisnya.
Baca juga : Era Baru Membangun Infrastruktur Perkotaan
Medellin kini tak luput dilanda pandemi Covid-19. Keran pendapatan dari wisata dan usaha terkait terputus. Namun, masa lalu kelam dan pengalaman berhasil menghapus jejak hitam cengkeraman kartel narkoba menjadi pijakan untuk tidak menyerah.
Pengalaman Medellin menjadi cermin bagi banyak kota dan negara lain, termasuk di Indonesia. Sudahkah kita berbenah disertai proses integral antara kematangan politik dan merangkul publik dengan tujuan murni memenuhi kebutuhan serta melindungi mereka semaksimal mungkin? Atau, sekadar memanfaatkannya untuk ambisi kekuasaan semata?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar