Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Mei 2013

Keteladanan Dasar Kemuliaan (Oleh JOTIDHAMMO MAHATHERA)

Oleh JOTIDHAMMO MAHATHERA

Hari Trisuci Waisak mengingatkan pada tiga peristiwa suci dalam kehidupan Buddha Gautama, yaitu kelahiran, pencapaian pencerahan sempurna, dan kemangkatan beliau.

Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari purnama sidi, bulan Waisak atau bulan Mei, dengan tahun berturut-turut 623 SM, 588 SM, dan 543 SM. Buddha yang dilahirkan sebagai putra mahkota Kerajaan Kapilavatthu, di India Utara, mencapai Pencerahan Sempurna di Bodhgaya dan mangkat Pari-nibbana di Kusinara, India.

Ketika Buddha masih hidup, ada seorang murid bernama Sariputta, yang telah menjadi teladan tata laku bagi biku Radha. Keteladanan Sariputta mendapatkan pujian dari Buddha, dengan ungkapan: seseorang hendaknya dianggap seperti penunjuk harta karun bila ia menunjukkan sesuatu yang harus dihindari serta memberikan dorongan terhadap sesuatu yang harus dilakukan. Begitulah seorang bijaksana yang patut diteladani, sungguh baik dan tidak tercela meneladani orang bijaksana seperti itu.

"Keteladanan Dasar Kemuliaan", itulah tema hari Trisuci Waisak 2557. Keteladanan ibu, keteladanan ayah, guru, pemimpin agama, pemimpin masyarakat, dan pemimpin bangsa. Pendek kata, keteladanan sangat diperlukan bagi setiap peran, tugas jabatan, ataupun kedudukan, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun bangsa.

Penerapan

Tata laku, peraturan, bahkan undang-undang telah ditetapkan memiliki sanksi terhadap pelanggarnya, tetapi penerapannya sering tidak seperti diharapkan. Ajaran agama disebarluaskan, umat beragama memperoleh ajaran kebenaran, tetapi ajaran itu harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran itu hanyalah konsep pikiran kalau belum dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Keteladanan pemimpin agama diperlukan agar umat beragama menjadi tahu jelas bahwa konsep ajaran telah menjadi laku hidup yang nyata. Buddha mengatakan: biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak mempunyai tingkah laku sesuai ajaran, orang yang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain. Ia tidak akan memperoleh manfaat dari kehidupan luhur.

Keteladanan memerlukan pembenahan sikap diri terlebih dulu, sebelum seseorang pantas menjadi contoh. Pembenahan sikap diri sangat dianjurkan Buddha. Seseorang yang arif tidak berbuat jahat, tidak pula menginginkan anak, kekayaan, pangkat, atau keberhasilan dengan cara tidak benar. Orang seperti itulah yang sesungguhnya luhur, bijaksana, dan berbudi.

Buddha juga mengatakan, jika seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang berjuang dengan penuh semangat. Keteladanan dalam menghindari dan tidak melakukan perbuatan tidak benar atau jahat serta keteladanan hidup berjuang penuh semangat, sangat dibutuhkan dalam kehidupan dewasa ini.

Keteladanan

Selain sebagai contoh hidup, keteladanan dapat menjadi motivasi hidup bagi banyak orang. Keteladanan yang membangun, meningkatkan, bahkan mencapai cita-cita mulia kemajuan dan kebahagiaan hidup dari seorang pemimpin, tentu memiliki pengaruh daya dorong kuat bagi orang yang dipimpinnya.

Keteladanan dapat digunakan sebagai pengarah dan orientasi hidup masyarakat ataupun bangsa. Tanpa keteladanan nyata, fenomena sosial bangsa akan menunjukkan disorientasi nilai yang sangat memprihatinkan.

Orang kehilangan pandangan batas-batas antara baik-buruk, benar-salah, sehingga memicu perilaku menyimpang dan konflik di masyarakat. Demikian pula karakter masyarakat yang bermental instan ingin cepat kaya dengan menghalalkan segala cara, sementara budaya hampa aturan kian marak.

Salah satu akar masalahnya adalah kepemimpinan yang lemah dan tidak mampu memberikan teladan. Pimpinan yang mestinya menjadi panutan dan dipercaya malah tidak memiliki integritas kepemimpinan, seperti jauh panggang dari api.

Kemuliaan hidup

Kemuliaan hidup merupakan harapan bagi setiap orang, apa pun peran, tugas jabatan, dan kedudukannya. Kemuliaan hidup bukan sekadar kebahagiaan sebab kebahagiaan dapat diperoleh dari kehidupan yang jelek. Banyak orang tidak mengetahui bahwa kehidupan yang penuh kecurangan sebagai suatu ketidakmuliaan. Mereka bahkan menikmatinya.

Perilaku kekerasan di masyarakat ataupun dalam rumah tangga, pencurian, penipuan, penyuapan, pencucian uang, korupsi, kecanduan narkoba, dan tindakan asusila adalah perilaku yang menimbulkan kebahagiaan bagi pelakunya, tetapi menghasilkan penderitaan bagi orang lain dan hal itu tidak mulia.

Kemuliaan hidup terjadi apabila perilaku kita membahagiakan diri dan orang lain. Kepedulian terhadap sesama, pengendalian diri sesuai tata susila moral ataupun etika sosial, ketaatan terhadap peraturan, dan kepatuhan terhadap hukum negara juga merupakan kemuliaan hidup.

Keteladanan adalah dasar kemuliaan. Apabila pemimpin menghendaki orang-orang yang dipimpinnya memiliki kualitas tertentu, dia harus merencanakan keteladanan yang diperlukan. Kalau pemimpin menginginkan orang-orang memiliki etos kerja tinggi, dia harus dapat memberi contoh semangat kerja yang prima. Ing ngarsa sung tuladha, apabila berada di depan, jadilah suri teladan.

Selamat hari raya Waisak 2557. Semoga kita semua dapat menjadi teladan yang baik dan memperoleh teladan yang baik sehingga jalan hidup kita meraih kemuliaan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu melindungi.

JOTIDHAMMO MAHATHERA Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia

(Kompas cetak, 24 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger