Presiden Yudhoyono yang juga panglima tertinggi menggunakan panggung pengarahan kepada 282 perwira tinggi TNI-Polri di Kementerian Pertahanan, Senin, 2 Juni 2014. Peringatan yang disampaikan terbuka itu memancing reaksi, spekulasi, dan pertanyaan. Presiden juga menegaskan agar reformasi TNI-Polri tetap dijaga. Adapun Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menambahkan, sejauh ini bukan perwira tinggi TNI yang melibatkan diri dalam politik praktis, tetapi mereka ditarik-tarik ke politik oleh pihak lain.
Isu ketidaknetralan aparat TNI dalam politik selalu saja mengemuka hampir dalam setiap pemilu. Selalu saja ada dugaan yang hampir tak pernah diverifikasi kebenarannya bahwa ada aparat tingkat bawah yang ikut terlibat dalam setiap pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Karena persepsi melekat itulah peringatan terbuka Presiden soal perlunya netralitas TNI-Polri memunculkan berbagai analisis. Kondisi itu diperkuat dengan kenyataan terjunnya sejumlah purnawirawan TNI-Polri, termasuk para mantan petinggi intelijen, dalam kontestasi Pemilu Presiden 9 Juli 2014.
Terlepas dari berbagai pertanyaan yang muncul, kita mendukung peringatan Presiden Yudhoyono soal netralitas TNI-Polri. Netralitas TNI-Polri memang masih harus menjadi keniscayaan politik. Peringatan Presiden itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi 28 Mei lalu. Melalui putusannya yang final dan mengikat, anggota TNI-Polri tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan presiden. MK juga menegaskan netralitas anggota TNI-Polri seperti diatur dalam UU TNI.
Melepaskan diri dari kegiatan politik praktis dan menjaga netralitas, TNI-Polri justru harus lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya menjaga pertahanan dan keamanan negara agar Pemilu Presiden 9 Juli 2014 dan tahapan selanjutnya bisa berlangsung damai. Dengan netralitas dan independensinya, Polri bisa ikut berkontribusi menegakkan hukum pemilu dengan mengungkap berbagai pelanggaran yang mungkin dilakukan tim sukses calon presiden, termasuk menindak kampanye hitam melalui media sosial. Situasi keamanan harus tetap dijaga agar transisi kekuasaan damai pada 20 Oktober bisa berjalan.
Kita pun berharap ada partisipasi politik masyarakat untuk memastikan peringatan Presiden Yudhoyono itu bisa efektif. Keterlibatan masyarakat atau kelompok masyarakat bisa dilakukan dengan memberikan laporan mengenai sepak terjang anggota TNI-Polri serta intelijen di lapangan yang patut diduga bersikap tidak netral dan mendukung salah satu calon presiden. Tentunya laporan dari masyarakat itu harus juga mendapatkan respons semestinya dari pimpinan TNI-Polri agar peringatan Presiden Yudhoyono itu lebih punya arti.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007002393
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar