Titik balik itu ditandai oleh adanya pergeseran nilai-nilai politis yang selama ini bersuasana oligarkis, patrimonial, seremonial, dan elitis bertransformasi menjadi egalitarian, voluntarisme, dan populis. Adanya aforisme terhadap nilai tersebut kemudian diterjemahkan dalam bentuk gerakan people power untuk mendukung Jokowi-JK dalam Pilpres 2014.
Kehadiran berbagai kekuatan relawan publik yang mendukung Jokowi-JK ini perlu dilihat bukan hanya diikat oleh sosok Jokowi sebagai faktor tunggal. Kita bisa melihat rasa kecewa publik selama ini terhadap penyelenggaraan pemerintahan hasil demokrasi langsung sejak 2004 sendiri kurang berhasil memenuhi keinginan publik secara meluas.
Secara garis besar pemerintahan SBY sendiri tersandera kekuatan politik transaksional dan politik dagang sapi sehingga menjadikan pemerintahan tersandera kepentingan partai dan oligarki. Kulminasinya adalah praktik korupsi merajalela di berbagai tingkap pemerintahan nasional dan daerah.
Adanya berbagai gambaran makro yang antagonistik itulah kemudian menghasilkan deprivasi relatif publik semakin meningkat ketika harapan publik melihat pemerintahan demokrasi langsung lebih berpihak pada rakyat justru lebih semarak menghamba pada kepentingan kuasa. Jadi, kehadiran relawan sebagai kekuatan politik ekstra- parlementer adalah untuk melawan tatanan lama.
Sosok Prabowo sebagai pesaingnya juga tidak bisa dinafikan begitu saja sebagai faktor komplementer pengikat kekuatan dan jaringan politik ekstraparlementerian relawan dalam mendukung Jokowi-JK. Jokowi adalah antitesis Prabowo yang menampilkan adanya sosok bersahaja dan dekat dengan publik.
Jokowi merupakan bentuk representasi dari demokrasi substantif riil yang lebih suka mendengar daripada didengar. Ia lebih suka di lapangan daripada di kantor, dan lebih suka bekerja daripada berwacana. Itulah yang kemudian membuat kekuatan relawan meningkat dalam mengantar Jokowi menapak Istana.
Relawan ini kemudian tidak saja sebagai simpatisan, tetapi juga pengontrol dan pengawal Pilpres 2014 secara komprehensif. Mereka melakukannya atas dasar sukarela dan spontan, baik melalui jaringan dunia maya maupun jaringan gerakan. Hasilnya bisa dilihat: kekuatan relawan sebagai kekuatan politik ekstraparlementer telah berhasil memenangkan Jokowi-JK dengan suara 70.997.833 (53,15 persen) daripada Prabowo-Hatta 62.576.444 (46,85 persen). Selisih suara 8,4 juta (6,3 persen).
Sebagai "watchdog"
Kinerja relawan di jejaring akar rumput untuk mendukung, mengawal, hingga mengontrol perolehan suara pilpres sendiri, perlu diapresiasi. Inilah esensi "suara rakyat adalah suara Tuhan" yang diinstrumentasikan dalam kerja relawan.
Apa yang dilakukan relawan selanjutnya? Selama masa kampanye, kekuatan relawan berasal dari kelas menengah urban yang kritis terhadap politik. Mereka ini kemudian membuat jaringan kuat, hingga akar rumput di berbagai kota dan desa, dengan Jokowi sebagai faktor pengikatnya. Kini, setelah semua proses elektoral selesai, apakah kinerja relawan juga ikut selesai begitu saja dalam mengontrol, mengawal, dan mengontrol Jokowi?
Dalam konteks ini, penting bagi kita membangun saluran dan jaringan artikulasi kepentingan secara institusional partisipatoris melalui keberadaan relawan ini sebagai watchdog pemerintah terpilih. Saluran partisipatoris dengan mengikutsertakan relawan sebagai bagian dari gerakan kewargaan kritis itu perlu direvitalisasi dan dikuatkan.
Kekuatan itu perlu bersanding dengan mekanisme blusukan Jokowi dalam menyerap aspirasi dari bawah. Saluran partisipatoris deliberatif dengan relawan sebagai intinya bisa dibangun dengan pembentukan forum, baik institusional maupun kolateral, sehingga tetap bisa mengawal dan mengontrol pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan memerintah.
Penguatan relawan dalam bentuk forum partisipatoris sangatlah urgen dan signifikan dalam menjaga marwah pemerintahan Jokowi yang populis. Jokowi bisa meniru konsep saluran partisipatoris yang dikembangkan pemerintahan Porto Alegre dalam menginisiasi participatory budgeting maupun Kerala dalam participatory on development yang melibatkan warga secara keseluruhan.
Negara kita sebenarnya memiliki mekanisme seperti itu: Musrenbang. Namun, acara itu tak lebih dari sekadar seremonial-formalistik karena setiap isu disampaikan nantinya akan disesuaikan dengan kadar birokratis dan administratif saja. Maka sangat penting kemudian untuk tetap mengawal suara relawan selama Pilpres 2014 ini sebagai pilar street government bagi pemerintahan. Juga bisa membangun usaha mendekatkan pemerintahan kepada publik dalam bentuk aksi nyata dan terarah.
Wasisto Raharjo
Jati Peneliti di Pusat Penelitian Politik LIPI
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008516209
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar