Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 29 Januari 2016

TAJUK RENCANA: Menguji Eksistensi Negara (Kompas)

Langkah anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto, tidak memenuhi panggilan Kejaksaan Agung menguji eksistensi negara.

Kejaksaan Agung telah memanggil mantan Ketua DPR itu, tetapi Novanto tidak hadir hingga panggilan ketiga. Kejaksaan memang sedang menyelidiki dugaan adanya tindak pidana dalam kasus "papa minta saham" yang melibatkan Setya Novanto, pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (waktu itu) Maroef Sjamsoeddin.

Novanto mundur sebagai Ketua DPR akibat kasus itu. Mahkamah Kehormatan Dewan menjatuhkan sanksi pelanggaran etika sedang terhadap Novanto. Dalam surat yang dikirimkan staf pribadinya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah, Novanto minta pemeriksaan ditunda dua minggu karena alasan kesehatan.

Kita sependapat dengan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif yang menilai langkah Novanto merupakan wujud keangkuhan politik yang tidak etis. Sebagai anggota DPR dengan sebutan "Yang Terhormat", seharusnya Novanto bisa menjadi panutan masyarakat yang diwakilinya. Masyarakat akan selalu mencontoh perilaku dari elite politiknya.

Dari sisi lain, mangkirnya Novanto itu juga menguji eksistensi kejaksaan. Seberapa berdaya dan berwibawa kejaksaan dalam menangani kasus "papa minta saham" tersebut. Jika kejaksaan mendiamkan saja langkah Novanto yang mangkir dan tidak berdaya, publik juga akan melihat bagaimana lembaga ini menegakkan hukum. Cara ini akan menggerogoti kepercayaan rakyat pada sebutan negara hukum. Hukum akan menjadi teks tidak bermakna ketika tidak ada kekuasaan yang menegakkannya. Konsekuensinya ketika kejaksaan tak berdaya menegakkan hukum, hal itu akan menggerogoti eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.

Kasus Novanto termasuk juga Riza Chalid yang belum juga tersentuh hukum akan menguji apakah Indonesia masih negara hukum? Konstitusi menegaskan semua orang berkedudukan sama di muka hukum sehingga seharusnya tidak boleh ada yang mendapatkan perlakuan istimewa di muka hukum. Artinya, Novanto sebaiknya hadir untuk menjelaskan duduk perkara yang terjadi sehingga di mata hukum semua persoalan menjadi jelas.

Begitu juga halnya dengan Riza Chalid. Kejaksaan harus menunjukkan keseriusannya memanggil Riza Chalid. Sejauh ini belum ada upaya serius Kejaksaan Agung untuk memanggil Riza Chalid. Ketidakberdayaan lembaga penegak hukum terhadap Riza Chalid bisa menimbulkan pertanyaan publik, sejauh mana peran tangan-tangan tak terlihat bermain dalam ruang gelap kasus itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Menguji Eksistensi Negara".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger