Saya adalah warga yang baru pindah ke Jakarta karena alasan pekerjaan. Seperti sebelumnya, setiap hari saya bertransaksi jual-beli menggunakan alat pembayaran yang sah, yakni mata uang rupiah.
Namun, di Ibu Kota ini saya sering kesulitan saat hendak membayar dengan menggunakan uang pecahan Rp 100 dan Rp 200. Calon penerima banyak yang menolak dengan alasan uang pecahan itu sudah tidak laku. Hal itu berlangsung di warung-warung dan bahkan di pasar tradisional, khususnya di seputar Sunter.
Saya sangat menyayangkan hal tersebut karena rupiah adalah alat pembayaran yang sah di Indonesia dan berlaku di seluruh wilayah Tanah Air. Apakah Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat menjelaskan fenomena ini?
GHIFAR MAULANA
SUNTER AGUNG STS BLOK E-13, JAKARTA UTARA
Tanggapan Prudential
Sehubungan dengan dimuatnya surat Bapak Danny Sonu berjudul "Menutup Asuransi" (Kompas, 4/12/2015) izinkanlah kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan pada proses penutupan polis asuransi Bapak Danny.
Sebagaimana kami sampaikan kepada Bapak Danny melalui surat elektronik pada 17 November 2015, dana penutupan polis tidak berhasil terkirim ke rekening Bapak Danny karena telah terjadi kesalahan pencantuman nomor rekening saat pengiriman dana tersebut. Info kegagalan transfer via layanan pesan singkat (SMS) yang seharusnya terkirim kepada Bapak Danny juga tidak sampai karena ada kesalahan teknis dalam pengiriman SMS.
Kami telah bertemu istri Bapak Danny, menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan yang terjadi. Kami juga telah mendapatkan konfirmasi dari istri Bapak Danny bahwa dana penutupan polis telah diterima dengan baik pada 23 November 2015.
Terima kasih atas masukan Bapak, yang telah menjadi perhatian dalam memperbaiki kualitas pelayanan kami.
NINI SUMOHANDOYO
Corporate Marketing and Communications Director PT Prudential Life Assurance
Bagasi Tak Ditemukan
Pada 10 Januari 2016, ibunda kami, Jijin Setia DJ, menumpang pesawat Lion Air JT287 dari Kuala Lumpur ke Jakarta. Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta, ada bagasi ibu kami dan beberapa rekannya yang tidak ditemukan.
Kejadian ini sudah dilaporkan kepada Lion Air dengan surat lapor bernomor 001-022, yang diberikan oleh staf Lion Air bernama Yenni. Pihak Lion Air berjanji akan sesegera mungkin mengabari perkembangan terakhir usaha pencarian barang-barang tersebut.
Namun, setelah itu tidak pernah ada lagi informasi dari Lion Air. Kami yang aktif menghubungi Lion Air dengan Ibu Yenni (0811-1629xxx) sebagai contact person-nya. Kami hanya mendapat jawaban standar: "Jika sudah ketemu, akan dikabari."
Sampai surat ini ditulis, Selasa, 19 Januari 2016, kami belum juga menerima kabar dari Lion Air terkait usaha pencarian barang-barang bagasi itu.
YUDITH SETIA NH
JL KOTA BAMBU UTARA IV,
KOTA BAMBU UTARA, PALMERAH,
JAKARTA BARAT
Koper Dibongkar di Soekarno-Hatta
Rupanya belum ada pembenahan menyeluruh di area penanganan bagasi di Bandara Soekarno-Hatta. Buktinya, koper saya masih juga dibongkar maling pada 15 Januari 2016. Saat itu saya menumpang pesawat bernomor penerbangan SJ074 tujuan Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang.
Saya membawa koper yang menggunakan kunci nomor kombinasi dan tiga dus. Ketika mengambil bagasi, koper saya sudah dibuka paksa hingga bagian kuncinya rusak.
Saya juga melihat, koper saya telah ditandai dengan coretan benda kasar. Beruntung di dalam koper itu saya tidak menyimpan barang berharga.
Meski beberapa hari sebelumnya ada pemberitaan bahwa para pencoleng di bandara itu sudah ditangkap, kenyataannya tetap ada oknum lain yang tidak kapok membobol bagasi penumpang pesawat. Artinya, masih banyak pembobol bagasi di Bandara Soekarno-Hatta.
Apakah operator sebesar PT Angkasa Pura tidak mempunyai otoritas untuk menyeleksi petugas dan melakukan inspeksi di lapangan?
Sebaiknya, pihak operator bandara mengontrol kinerja petugas maupun kondisi lapangan secara berkala. Jangan menunggu datangnya pengaduan tindak kejahatan yang jelas-jelas telah merugikan penumpang.
CHARLI
JL SUTERA RENATA,
ALAM SUTERA, SERPONG,
TANGERANG
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Januari 2016, di halaman 7 dengan judul "Uang Kecil Tidak Laku".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar