Jumat (26/2), dua bom mobil meledak di luar hotel tempat aparat pemerintah biasa menginap, tidak jauh dari Istana Kepresidenan dan kantor Perdana Menteri Somalia.
Pihak keamanan melaporkan, ledakan pertama terjadi sekitar pukul 19.45 waktu setempat, sementara ledakan kedua menyusul 40 menit kemudian. Dua ledakan ini sedikitnya menewaskan 10 orang.
Ledakan ini bermula saat sebuah truk bermuatan 200 kilogram bahan peledak mendekati Hotel Somali Youth League (SYL) di ibu kota Mogadishu. Aparat keamanan berusaha menahan laju truk, tetapi pelaku justru meledakkan truk di tempat tersebut. Tak hanya meledakkan truk, para teroris juga hendak menerobos penjagaan hotel hingga terjadi tembak-menembak dengan aparat keamanan.
Ledakan kedua terjadi di dekat Taman Perdamaian, juga di dekat hotel tersebut. Saat ledakan terjadi, banyak orang berkumpul di area taman tersebut. Taman ini merupakan tempat yang banyak dikunjungi warga setempat. Aparat menewaskan lima anggota Al-Shabab dalam kejadian ini.
Sehari sebelumnya, Kamis (25/2), empat orang tewas akibat mortir yang meledak, juga di dekat Istana Kepresidenan. Beberapa pengamat mengatakan, mortir tersebut sebenarnya memang ditujukan untuk menyerang Istana Kepresidenan. Kelompok teroris Al-Shabab mengklaim bertanggung jawab atas kedua serangan tersebut.
Selama 2016 ini, sedikitnya lima kali Al-Shabab melakukan serangan mematikan, termasuk ke kamp militer Kenya di Somalia bagian selatan yang menewaskan lebih dari 100 tentara. Kelompok teroris Al-Shabab juga pernah menyerang Universitas Garissa dan menewaskan 180 mahasiswa pada 2015.
Rangkaian kekerasan oleh kelompok Al-Shabab ini tidak saja membuktikan eksistensi mereka, tetapi sekaligus menunjukkan sulitnya mengatasi persoalan terorisme di berbagai belahan dunia. Beberapa negara di Afrika Timur, tak hanya Somalia, harus siap siaga setiap saat menghadapi ancaman terorisme.
Di Eropa, terorisme bisa ditangkal berkat ketajaman intelijen di setiap negara, dan kesiapan aparat keamanannya. Akan tetapi, kemiskinan di beberapa negara, seperti Somalia, Etiopia, dan Kenya di Afrika Timur, membuat pemerintahnya seperti kekurangan "bensin" menghadapi ancaman serangan terorisme ini.
Indonesia pun menghadapi ancaman terorisme serupa. Tidak hanya langkah drastis yang dapat menangkal ancaman kekerasan mereka, tetapi langkah antisipatif juga perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya serangan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Perlu Langkah Antisipatif".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar