Kampung KB menjadi harapan baru karena terkait kegiatan/ program yang dapat memperkuat upaya pencapaian target/sasaran Pembangunan Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana 2015-2019. Kampung KB bisa menjadi ikon BKKBN serta dapat secara langsung bersentuhan dan memberikan manfaat kepada masyarakat di seluruh tingkatan wilayah.
Harapan baru karena Kampung KB sesuai tujuannya meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui Program KKBPK serta pembangunan sektor terkait dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Walaupun pembentukan Kampung KB diamanatkan kepada BKKBN, Kampung KB merupakan perwujudan dari sinergi antara beberapa kementerian terkait dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mitra kerja, dan pemangku kepentingan, serta tidak ketinggalan partisipasi langsung masyarakat setempat.
Apalah arti sebuah nama, kata William Shakespeare, begitu pun makna Kampung KB. Bergulirnya Kampung KB mendapat banyak tanggapan, baik yang mendukung maupun yang meragukan. Secara etimologis, kampung bermakna sebagai tempat hunian sekumpulan orang atau keluarga yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya desa.
Karena itu, Kampung KB didefinisikan sebagai satuan wilayah setingkat rukun warga, dusun, atau setara, yang memiliki kriteria tertentu, di mana terdapat keterpaduan Program KKBPK dan pembangunan sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan sistematis. Dalam kondisi itu, tidak ada pengertian untuk membawa kampung dengan pemahaman tersendiri. Semua harus dalam pengertian "Kampung Keluarga Berencana".
Tingkatkan kualitas hidup
Pelaksanaan kegiatan di Kampung KB meliputi empat hal: kependudukan; keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; ketahanan keluarga dan pemberdayaan keluarga (pembangunan keluarga); dan kegiatan lintas sektor, seperti pemukiman, sosial ekonomi, kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak-disesuaikan dengan kebutuhan wilayah Kampung KB.
Dengan demikian, istilah "KB" pada Kampung KB tidak hanya identik dengan peningkatan penggunaan kontrasepsi, tetapi lebih luas lagi, yaitu semua sektor yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.
Meski demikian, peningkatan penggunaan alat kontrasepsi tidak bisa kita pandang sebelah mata. Seperti kita ketahui, hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang alat kontrasepsi di Indonesia sudah tinggi, yaitu 98,3 persen, tetapi tingginya pengetahuan ini tidak diikuti penggunaan kontrasepsi.
Penggunaan kontrasepsi seluruh metode hanya 61,9 persen (metode modern 57,9 persen) saja. Ini dapat menjadi indikator bahwa pasangan usia subur (PUS) yang mengetahui tentang kontrasepsi belum tentu setuju dengan kontrasepsi karena berbagai alasan yang dapat kita kaji lebih dalam melalui program Kampung KB ini.
Pada prinsipnya, penggunaan kontrasepsi bukan sekadar membatasi jumlah kelahiran dalam sebuah keluarga, melainkan kontrasepsi punya manfaat yang jauh lebih luas. Kontrasepsi pada PUS yang baru menikah dapat digunakan sebagai alat untuk menunda kehamilan. Misalnya, sepasang suami istri yang merasa masih memerlukan kesiapan fisik dan mental untuk memiliki buah hati dapat menggunakan alat kontrasepsi.
Bagi PUS yang telah memiliki satu anak, kontrasepsi digunakan untuk memberi jarak dengan kelahiran berikutnya. Hal ini selain agar anak pertama yang dilahirkan mendapatkan gizi yang cukup karena tidak adanya dua balita dalam satu keluarga, juga untuk menjaga kesehatan ibu agar fisik ibu yang baru melahirkan pulih terlebih dahulu.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia, yaitu 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup, salah satunya disebabkan terlalu rapatnya jarak kelahiran. PUS yang sudah merasa cukup memiliki anak juga harus menggunakan kontrasepsi. Usia ibu yang bertambah, terutama di atas 35 tahun, juga faktor risiko kematian ibu dan bayi serta menyebabkan tingginya angka kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Angka unmet need (kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi) yang masih tinggi pada SDKI 2012, yaitu 11,4 persen, jelas menunjukkan bahwa kontrasepsi masih sangat dibutuhkan dalam masyarakat.
Keberhasilan Program KB pada masa lalu dipicu adanya kesatuan perintah sebagai wujud dari komitmen nasional. Pada saat itu, setiap wilayah wajib mengelola Program KB Nasional tersebut, bahkan dijadikan salah satu kriteria sukses bagi kepala daerah sehingga Program KB menjadi bagian integral dalam program pembangunan sektor dan wilayah.
Karena itu, keberhasilan Kampung KB sangat dipengaruhi empat faktor utama, yaitu komitmen yang kuat dari para pemangku kebijakan di semua tingkatan (kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan); intensitas opini publik tentang Program KKBPK beserta integrasinya dengan lintas sektor; optimalisasi fasilitasi dan dukungan mitra kerja/pemangku kepentingan; serta semangat dan dedikasi para pengelola program di seluruh tingkatan wilayah dan para petugas lini lapangan KB (Penyuluh Keluarga Berencana dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana).
Mewujudkan Nawacita
Karena merupakan amanah langsung dari Presiden, Kampung KB diharapkan dapat menjadi program yang terintegrasi dengan berbagai program pembangunan lainnya sehingga cita-cita pembangunan Indonesia yang tertuang dalam 9 Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita) terwujud, khususnya adalah mewujudkan Agenda Prioritas ke-5, yakni "Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia" dan Agenda Prioritas ke-3, yakni "Memulai pembangunan dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan".
Akhirnya, Kampung KB pada dasarnya merupakan implementasi revolusi mental berbasis keluarga yang disesuaikan dengan kearifan lokal. Mengubah paradigma bahwa membangun masyarakat dari pinggiran bukanlah semata-mata harapan, melainkan lebih kepada bagaimana memosisikan Program KB sebagai upaya membangun kesejahteraan dengan prioritas masyarakat yang membutuhkan uluran tangan dari pemerintah.
Inilah wujud dari revolusi mental untuk mempersiapkan generasi muda sehingga bisa menikmati bonus demografi dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Namun, SDM berkualitas hanya mungkin tercipta apabila ada kompetensi dan karakter mumpuni.
SURYA CHANDRA SURAPATY
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Maret 2016, di halaman 7 dengan judul "Deklarasi Kampung KB".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar