Fauzi Bowo mengakhiri masa jabatannya sebagai gubernur DKI pada akhir 2012. Sebelum jabatannya berakhir, ia pernah diberitakan mengadakan soft launching Terminal Terpadu Pulogebang, Jakarta Timur, pada pertengahan Juni 2012. Entah apa persoalannya, sampai sekarang terminal tersebut belum berfungsi sebagaimana seharusnya.
Kami tidak tahu mengapa terminal megah itu belum berfungsi. Jika ada persoalan administrasi atau keuangan di sana, silakan dibereskan oleh gubernur sekarang. Akan tetapi, jangan sampai pengguna jalan di sekitar terminal itu terkena getahnya.
Di antara terminal itu dan jalan tol terdapat ruas jalan sekitar 50 meter yang rusak parah. Tanjakan dengan kemiringan 50 derajat dan lebar jalan yang pantas dilalui kurang dari 1 meter, selebihnya berlubang, jelas membahayakan pemakai jalan.
Pada pagi hari ataupun saat magrib (jam-jam berangkat menuju dan pulang dari kantor) cukup banyak kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut dan bersusah payah antre untuk mendapat kesempatan jalan.
Jangan sampai ada korban. Wali Kota Jakarta Timur agaknya tutup mata dengan keadaan itu. Kantornya tidak sampai 1 kilometer dari jalan yang rusak superparah itu, tetapi keadaan ini dibiarkan berbulan-bulan.
LUSI
Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur
Rokok Kian "Berkokok"
Apa yang ditulis Buya Ahmad Syafii Maarif dengan judul "Pembunuh Itu Bernama Nikotin" di rubrik Opini (Kompas, 19/1) perlu dicermati serius. Bukan kali ini saja Buya berteriak lantang tentang bahaya nikotin, tetapi ini ibarat peribahasa lama: anjing menggonggong, kafilah berlalu.
Buktinya, setiap sisi jalan, radio, dan televisi dijejali iklan rokok. Di mana saja, kapan pun, dan siapa saja dapat dengan mudah membeli rokok dengan harga sangat terjangkau. Tak mampu sebungkus, beli ketengan tiga atau satu batang pun dilayani.
Mungkin pemerintah mempunyai pertimbangan khusus tentang industri rokok, antara lain mampu menciptakan konglomerat, pemasukan 5 persen lebih cukai untuk APBN, menyelamatkan ratusan petani tembakau, penyerapan jutaan tenaga kerja (pelinting rokok, distributor, ekspedisi, agen, kios rokok, pengecer, pengasong), dan rumah produksi iklan rokok, serta artis pendukungnya.
Iklan rokok tidak segan-segan menjual etika, norma, adat-istiadat, dan budaya tradisional yang sejatinya kita jaga dan lindungi, tetapi dengan mudah dikamuflase sebagai pendukung barang ciptaan (rokok) dengan slogan dan puisi, seperti "Mahakarya Orang Indonesia" atau "Ciptaan Tradisi Turun Temurun" atau "Berdikari Demi Mengejar Mimpi".
Pada momen lain, iklan rokok menyuguhkan kemewahan dengan kapal pesiar, pesawat ultra-light, kebut-kebutan dengan super car, olahraga ekstrem, dan atraksi uji nyali yang diawaki pria ganteng dan gadis sensual.
Seperti diungkapkan Buya, sesuai hasil penelitian Tara Singh Bham, konsultan tentang tembakau asal Nepal, ternyata Indonesia menempati urutan ketiga pasar rokok dunia. Fakta ini telah dimanfaatkan secara maksimal para industriman rokok di Indonesia sejak abad lalu tanpa mempertimbangkan efek maut terhadap rakyat Indonesia.
ZULKIFLY
PEKAYON JAYA, BEKASI SELATAN, JAWA BARAT
Tanggapan Bukit Golf Mediterania
Harian Kompas, Selasa, 16 Februari 2016, memuat surat Bapak Marco Tigor, berjudul "Parkir di PIK", tentang tarif masuk parkir di kawasan Bukit Golf Mediternia, Pantai Indah Kapuk.
Sehubungan dengan itu, kami menyatakan sangat menghargai keluhan dan saran yang disampaikan. Saat ini, masalah tarif parkir yang Bapak Marco keluhkan telah kami selesaikan dalam pertemuan antara kedua belah pihak.
YELLY
Customer Service Manager Bukit Golf Mediterania, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Maret 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar