Berbeda dengan 13 peluncuran rudal lainnya sepanjang tahun ini, bahkan dengan semua uji coba peluncuran rudal sejak Kim Jong Un berkuasa tahun 2012, rudal yang diuji coba pada 29 Agustus lalu meluncur melewati wilayah udara Jepang. Rudal itu meluncur sejauh 2.700 kilometer melewati Pulau Hokkaido sebelum jatuh di Samudra Pasifik, sekitar 1.200 km dari pantai timur Hokkaido.
Jepang adalah negara kepulauan yang tersebar dari utara ke selatan di sisi timur Asia. Hal ini membuat semua negara di Asia Timur yang ingin meluncurkan rudal ke Samudra Pasifik harus melewati wilayah udara Jepang. Sebelum ini, Korut selalu meluncurkan rudalnya dengan sudut nyaris tegak, tinggi ke udara, dan jatuh dekat di laut Timur atau Laut Jepang, di antara Semenanjung Korea dan Jepang.
Kali ini, Korut tidak punya pilihan dan mengambil risiko ini untuk menguji jarak jangkau optimum rudal yang mereka miliki. Meski ulah Korut ini membuat Tokyo berang, hampir pasti tidak ada balasan berupa tindakan militer karena tak langsung mengancam Jepang.
Bagi Korut, peluncuran ini bisa dinilai berhasil memperlihatkan maksud mereka. Alasan utama, seperti disebut Pyongyang, adalah sebagai balasan atas latihan militer bersama yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan. Latihan rutin dua kali setahun ini selalu dilihat Pyongyang sebagai persiapan kedua negara untuk menyerang mereka.
Namun, setelah sempat mengancam meluncurkan rudal ke Guam, teritori AS di Pasifik, uji coba ini bisa dilihat sebagai cara Korut menunjukkan kemampuannya kepada AS. Jarak Guam dari Pyongyang tak sampai 3.500 km, dan Kim Jong Un sudah menegaskan peluncuran ini adalah latihan sebelum meluncurkan rudal ke Guam. Pesan lainnya, tentu, bahwa Jepang berada dalam jangkauan Korut jika sampai aksi militer terjadi.
Seperti uji coba peluncuran rudal sebelumnya, komunitas internasional beramai-ramai mengecam program nuklir dan rudal Korut, dan mendesak Pyongyang menghentikan provokasi. Dunia tak bisa membiarkan negara seperti Korut, yang nekat dan keras kepala, menguasai senjata nuklir yang sangat dahsyat dampaknya. Jepang, sebagai satu-satunya negara yang pernah menjadi sasaran serangan bom atom, sangat memahami hal ini.
Meski tujuh putaran sanksi ekonomi, upaya diplomasi, dan perundingan Enam Pihak sampai kini belum membawa hasil, dunia tidak boleh berhenti mendesak Korut untuk menghentikan program nuklir dan mencari cara mengakhiri ketegangan tanpa aksi militer. Seperti yang ditegaskan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, tak boleh ada lagi pertempuran di Semenanjung Korea.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Aksi Korut Tak Bisa Dibiarkan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar