Dalam Kompas edisi 19 September lalu, halaman 4, diberitakan bahwa Panitia Angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan hasil temuannya. Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW berharap Presiden tidak memenuhi permintaan Panitia Angket tersebut.
Dalam berita itu, Koordinator ICW Topan Husodo mengatakan bahwa keinginan Panitia Angket untuk bertemu Presiden adalah untuk memperoleh dukungan politik Presiden setelah Presiden Joko Widodo dengan tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada yang melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saya membenarkan sikap ICW sebab, pertama, Presiden Joko Widodo sudah mengatakan tidak mau intervensi; kedua, banyak ilmuwan yang tidak mendukung angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan ilmiah.
Apabila Presiden Joko Widodo memenuhi permintaan Panitia Angket untuk bertemu dengannya, saya khawatir beliau dianggap tidak menghargai pendapat para ilmuwan. Hasil temuan angket, pada hemat saya, sudah sangat cukup bila disampaikan hanya pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
Wibawa Presiden Joko Widodo harus kita hormati.
TITI SUPRATIGNYO
Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten
Jalan Bergelombang Merajalela di Yogya
Jalan bergelombang kita jumpai di banyak lokasi di Kota Yogyakarta akhir-akhir ini. Salah satu yang konkret ialah di utara Rumah Sakit Panti Rapih, tepatnya di tikungan ketika kita hendak menuju arah selatan.
Di sana jalan bergelombang bekas tambalan akibat jalan berlubang sebelumnya. Jalan bergelombang bekas tambalan jalan berlubang itu sangat meresahkan pengguna jalan, khususnya pengendara bermotor.
Contoh lain kita jumpai di sebelah barat Mirota Kampus, Jalan C Simanjuntak. Terdapat beberapa tambalan jalan di sana yang membuat jalan bergelombang. Hal ini tentu membuat pengendara roda dua dan roda empat tidak nyaman.
Pemerintah seharusnya memperhatikan kondisi jalan seperti ini, lalu segera memperbaikinya, dan membuat aspal baru.
Jalan yang rata nantinya akan dapat meningkatkan kenyamanan penggunan jalan dan mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di Kota Yogya. Bukankah itu yang diharapkan semua kawula?
RIZKY W PUTRI
Mahasiswa Prodi PR ASMI Santa Maria, Yogyakarta
Pembangunan Jalan Beton di Bogor
Pada Selasa, 12 September malam lalu, di Jalan Kantor Batu (Ring 1-Istana Bogor) dilakukan pembangunan jalan beton. Pembangunan jalan beton dengan tebal 30 cm itu bikin posisi jalan lebih tinggi dari halaman rumah. Pengerjaan dilakukan tanpa sosialisasi beberapa hari sebelumnya dan tanpa persetujuan warga, terutama untuk penutupan serta pembangunan jalan.
Tidak ada solusi terkait drainase sehingga saat hujan air mengalir masuk ke rumah warga dan menciptakan genangan di depan rumah. Bogor adalah kota hujan. Perlu diingat, posisi Jalan Kantor Batu lebih rendah daripada Jalan Juanda sehingga saat hujan lebat jalan tersebut menjadi jalur air dan sampah daun dari arah Kebun Raya. Resapan air di sana pun masih buruk.
Kondisi jalan sebelumnya di sana baik-baik saja. Menggunakan aspal, jalan tidak dalam kondisi rusak. Kami bingung kenapa aspal diubah jadi beton. Jalan beton membuat panas dan berdebu.
SABRINA SALSALINA
Jl Kantor Batu 33, Bogor, Jawa Barat
Tagihan Obat yang Berlipat
Saya adalah pengguna jasa Rumah Sakit Jakarta dan saya sangat nyaman dengan kualitas pelayanan yang diberikan.
Namun, pada 24 September 2017 malam saya sangat terkejut menghadapi kelalaian petugas rumah sakit. Setelah melihat kembali cetakan tagihan pembayaran obat-obat rumah sakit dengan teliti, saya menemukan ada pembelian satu jenis obat sirup anak menjadi 10 botol dari yang semestinya hanya satu botol.
Alhasil, biaya yang seharusnya saya bayar Rp 59.000 membengkak menjadi Rp 590.000 untuk pembelian 10 botol. Total pengeluaran saya sekitar Rp 1 juta.
Setelah komplain keras ke kasir, akhirnya mereka memperbaiki lembar tagihan dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan fatal seperti itu lagi.
Apa jadinya bila pasien dan keluarganya tidak mengecek lagi lembar tagihan yang diterima dan percaya begitu saja, berapa pun angka yang tertulis di lembar tagihan?
H HENDRIK MITEDEDE
Jalan Pariaman Dalam, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar