Di media sosial, publik menyaksikan bagaimana silang pendapat di kalangan petinggi negeri dikapitalisasi untuk berbagai kepentingan. Diawali dengan kontroversi ajakan menonton bareng filmPenumpasan Pengkhianatan G30S/PKIdan polemik soal adanya laporan intelijen tentang 5.000 senjata yang dikatakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Gatot bercerita soal laporan intelijen terkait senjata itu dalam forum tertutup dengan sejumlah purnawirawan TNI. Substansinya bukan untuk publik. Namun, realitasnya, rekaman audio suara Panglima TNI itu beredar di sejumlah media sosial. Silang pendapat pun terjadi. Ada pendapat berbeda dari Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu, ada klarifikasi dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto. Presiden Joko Widodo memanggil Panglima TNI dan Menko Polhukam. Isu itu pun dinyatakan selesai. Lalu, apa yang didapat rakyat dari kontroversi itu? Kebingungan.
Menyusul kemudian "bocornya" surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PLN. Surat yang berisi soal kondisi keuangan PLN itu beredar di sejumlah media sosial. Muncul berbagai tafsir soal surat tersebut. Kontroversi kembali terjadi. Polemik kembali terjadi. Apa yang didapat rakyat soal kontroversi surat Menkeu itu? Hampir tidak ada selain kebingungan dan bertanya tentang apa yang terjadi dalam tubuh pemerintah.
Komunikasi dalam kabinet tampaknya masalah mendasar pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Masalah itu bukan kali ini saja terjadi, melainkan sudah beberapa kali. Apakah tidak mungkin berbagai permasalahan itu diselesaikan dalam lingkungan kabinet. Apakah isu-isu tersebut tak bisa diselesaikan di level Menko Polhukam atau Menko Perekonomian atau malah ditarik ke atas pada level Presiden Jokowi sendiri.
Presiden Jokowi beberapa kali mengatakan, tak ada visi dan misi menteri, yang ada adalah visi dan misi Presiden. Presiden adalah penanggung jawab pemerintahan. Semua menteri adalah pembantu Presiden dan seharusnya loyal sepenuhnya pada keputusan Presiden. Dalam militer, Presiden juga memegang kekuasaan tertinggi dalam TNI.
Pembenahan mendasar perlu dilakukan di dalam tubuh pemerintahan agar kegaduhan tidak terjadi. Sayangnya, kegaduhan justru muncul dari tubuh pemerintah sendiri. Kehadiran juru bicara pemerintah yang kredibel dan dipercaya publik diharapkan bisa meluruskan kembali narasi yang mungkin masih bengkok.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Komunikasi Antarmenteri".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar