Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 27 September 2017

Korupsi, Pegawai, dan Partai//Apresiasi untuk Mereka yang Berkarya (Surat Pembaca Kompas)

Korupsi, Pegawai, dan Partai

Akhir-akhir ini operasi tangkap tangan menjadi andalan Komisi Pemberantasan Korupsi dan mendapat apresiasi dari banyak orang. Saya juga salut atas keberhasilan KPK ini. Pertanyaan sekarang, apakah orang jadi takut korupsi?

Operasi tangkap tangan saja jelastidak cukup. Tindakan pencegahan harus dilakukan. Apa yang sudah diperbuat KPK dan aparat lain dalam usaha pencegahan ini?Undang- undang pembuktian terbalik yang sering diwacanakan tidak kunjung lahir. Inilah yang saya pertanyakan.

Kita tahu korupsi kebanyakan dilakukan pejabat, pemangku proyek, partai, oknum partai,dan orang swasta. Perlu diintroduksi sistemdalam bentuk pembatasan transaksi tunai. Misalnya, semua transaksi di atas Rp 3 juta harus melalui bank.Intinya, sang pejabat atau pegawai diharuskan punya buku tabungan sekelas BCA Plus, Mandiri, dan BNI Bisnis supaya semua transaksi terekam dengan rapi. Kalau ada penerimaan tunai di atas Rp 3 juta, harus disetor ke tabungan ini dulu sebelum dapat dibelanjakan. Iuran bulanan tabungan ini ditanggung negara.

Pelanggar disiplin ini dikenakan sanksi berat. Tak ada pilihan lain, kebebasan pribadi mereka sedikit dikurangi demi mencegah korupsi yang begitu marak.

Tentang korupsi dan partai.

Partai diberi subsidi minimum atausesuai dengan perolehan suara pada pemilu terakhir.Aturannya sama: semua transaksi penerimaan dan pengeluaran uang, dari mana pun sumbernya, harus dicatat dengan rapi. Semua transaksi harus dapat dibuktikan keabsahannya. Kalau anggota partai mengabaikan aturan yang ditetapkan, subsidi dibekukan. Sama seperti di atas, semua transaksi di atasRp 3 juta harus melalui bank.

Aturan untuk pencegahan korupsi bagi orang swasta akan dikeluarkan pada waktunya nanti.Harap maklum, korupsi itu kebanyakan dilakukan pejabat dan orang partai.

RUSDI RASJID

Perumahan Pondok Hijau, Ciputat, Banten

Apresiasi untuk Mereka yang Berkarya

Saya ingin mengingatkan dan memberi saran kepada Presiden Joko Widodo. Di tengah fokusnya melanjutkan pembangunan infrastruktur yang memang kita butuhkan, semoga Bapak Presiden tidak lupa membangun kepribadian bangsa melalui seni dan budaya. Program membangun karakter bangsa yang digadang-gadang itu, terus terang, saya belum melihat wujud programnya, apalagi hasilnya.

Saya mengamati presiden- presiden kita tidak punya perhatian terhadap anak bangsa yang telah berkarya dan berprestasi dalam, misalnya, sastra, film, dan musik. Nama besar mereka hilang tertimbun bersama tanah pusaranya, padahal karya-karya mereka telah mendatangkan pemasukan melalui pajak untuk negara. Lagu-lagu mereka sering dinyanyikan para pejabat dalam acara pisah sambut di instansi bersangkutan.

Inggris memberi gelar "Sir" kepada rakyatnya yang bisa menciptakan sebuah lagu hit dan mendapat tunjangan. Amerika Serikat setiap tahun mengundang para pencipta lagu hit ke Gedung Putih. Lobo kaget saat menerima hadiah dari Barack Obama sebab Obama menyebut nama kecilnya sebelum terkenal. Begitulah.

Di Indonesia, yang masih hangat ialah ketika pencipta lagu Bartje van Houten meninggal. Pencipta lagu-lagu manis D'Lloyd yang menjadi pujaan di Singapura dan Malaysia itu adalah pencipta lagu kesayangan Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden itu. Sewaktu Bartje meninggal, setahu saya, SBY hanya kirim karangan bunga. Sampai saat ini belum pernah takziah, boro-boro kasih penghargaan.

Saran saya, negara melalui Presiden Jokowi hendaklah memberi penghargaan kepada para seniman yang telah berkarya. Selain dapat tunjangan untuk keluarga yang ditinggal, jika bisa, nama-nama mereka diabadikan untuk nama-nama jalan setiap kota besar di Indonesia.

Daripada membiarkan nama jalan tumpang tindih di satu kota yang itu-itu juga—Jalan Mawar ada di kecamatan X, juga ada di kecamatan—mengapa kita tidak kasih nama putra-putri bangsa yang sudah berkarya dalam seni untuk jalan-jalan baru di kompleks perumahan baru?

Saya tunggu nama-nama jalan seperti Jalan Tonny Koeswoyo, Jalan Motinggo Busye, Jalan Asrul Sani, Jalan Wim Umboh, Jalan Bartje van Houten, dan lain- lain! Damailah negeri yang mengapresiasi putra dan putrinya yang berkreasi!

PANDU SYAIFUL

Jalan Nila, Perum Cendana, Pekanbaru, Riau

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger