Itulah memang yang disampaikan secara jelas dan tegas oleh Duta Besar Myanmar untuk PBB Hau Do Suan. Di depan Sidang Umum PBB, Hau mengatakan, "Tidak ada pembersihan etnis, tidak ada genosida. Kami akan melakukan segalanya untuk mencegah pembersihan etnis dan genosida."
Sorotan dunia internasional serta kritik tajam selama beberapa pekan belakangan ini terarah ke Myanmar. Itu terjadi setelah tragedi kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine—diawali oleh serangan Tentara Pembebasan Arakan Rohingya (ARSA) atas sejumlah pos polisi dan tentara, yang dijawab oleh militer Myanmar dengan tindakan sapu bersih.
Operasi militer inilah—yang menyebabkan mengungsinya tak kurang dari 430.000 orang Rohingya; 60 persen di antaranya adalah anak-anak—yang menjadi penyebab munculnya istilah "genosida" atau "pembersihan etnis" oleh militer Myanmar. Bahkan, tak kurang Sekjen PBB Antonio Guterres dan Kepala Badan HAM PBB Zeid RaĆ”d al-Hussein menggunakan istilah tersebut.
Secara yuridis, genosida didefinisikan sebagai suatu tindakan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, atau agama. Definisi ini tertuang dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman terhadap Kejahatan Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide), Tahun 1948, yang kemudian diabsorbsi oleh Statuta Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), dan juga kemudian dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kejahatan genosida berbeda dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Perbedaannya adalah, pertama, korban kejahatan genosida ditetapkan sebagai bagian dari satu dari keempat jenis kelompok (bangsa, etnis, ras, atau agama), sedangkan para korban "kejahatan terhadap kemanusiaan" adalah biasanya warga negara, dan penduduk sipil. Kedua, di satu pihak, genosida mensyaratkan "maksud untuk menghancurkan, keseluruhan atau sebagian" satu dari keempat jenis kejahatan tersebut di atas, sedangkan di lain pihak, tidak ada syarat untuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tentu, yang paling tahu apakah ada genosida di Myanmar atau tidak adalah Myanmar sendiri. Kita berharap bahwa memang tidak ada. Namun, Myanmar tentu perlu membuka pintu lebar-lebar bagi masyarakat internasional atau Badan HAM PBB untuk melakukan penelitian. Dengan demikian, akan terungkap benar atau tidak tudingan yang dilemparkan oleh masyarakat internasional itu.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Adakah Genosida di Myanmar Itu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar