Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 28 September 2017

TAJUK RENCANA: Kemelut Lelang Gula (Kompas)

Rencana pemerintah memberlakukan lelang gula rafinasi di dalam negeri ditunda ke awal 2018 setelah pelaku industri menyatakan keberatan.

Kementerian Perdagangan sebelumnya merencanakan penjualan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman di dalam negeri dilakukan melalui lelang dan berlaku awal Oktober. Lelang dilaksanakan PT Pasar Komoditas Jakarta.

Alasannya, untuk menciptakan transparansi tata niaga gula rafinasi dan memberi akses yang adil bagi pelaku usaha kecil dan menengah serta industri kecil dan menengah.

Namun, menjelang pelaksanaan lelang, muncul keberatan pelaku usaha pengguna gula rafinasi. Menurut mereka, sistem lelang menambah rantai mekanisme industri gula rafinasi, birokrasi, dan biaya transaksi.

Sementara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pengusaha yang sudah nyaman dengan sistem lama dan tidak mau ketahuan jumlah kebutuhan riil dan pajak yang seharusnya dibayarkan pasti akan menolak, seperti dilaporkan harian ini, Selasa (26/9) lalu.

 
KOMPASRencana pemerintah memberlakukan lelang gula rafinasi di dalam negeri ditunda ke awal 2018 setelah pelaku industri menyatakan keberatan.

Pernyataan pelaku usaha, pemerintah, dan pengamat menggambarkan adanya saling tidak percaya. Situasi ini memprihatinkan. Rasa saling percaya adalah modal sosial untuk membawa masyarakat menuju kemakmuran bersama, seperti disebutkan ilmuwan politik Francis Fukuyama, dengan melihat pengalaman sejumlah negara kaya. Rasa saling percaya menimbulkan kelenturan dalam hubungan bisnis di antara pelaku usaha. Rasa saling percaya juga dibutuhkan antara pemerintah dan masyarakat.

Indonesia mengimpor 3,5 juta ton gula mentah untuk diolah menjadi gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman kecil hingga besar. Izin impor diberikan dengan alasan industri gula tebu petani tak mencukupi kebutuhan rumah tangga dan industri makanan dan minuman.

Kita ingin mengingatkan janji pemerintah untuk swasembada gula, hal yang mungkin dicapai mengingat Indonesia pernah menjadi salah satu eksportir gula terbesar pada masa kolonial. Apabila ada pernyataan situasi saat ini berbeda, terutama karena tanah subur berkurang di Jawa, tak beralasan. Teknologi dapat meningkatkan produktivitas, mulai dari hasil gula tebu (rendemen), cara budidaya, hingga pabrik gula. Persoalannya, dari hulu hingga hilir tak ada yang mengurus agrobisnis tebu dan gula.

Produktivitas tebu petani rendah, pabrik gula banyak yang berusia tua dan tidak efisien. Di sini juga terjadi saling tidak percaya antara petani dan pabrik gula. Petani enggan memelihara tebunya karena tidak tecermin dalam harga pembelian pabrik gula yang bekerja tidak efisien.

Menjadi tugas pemerintah mengembalikan kejayaan industri gula nasional. Tidak dengan mengimpor gula mentah, tetapi menaikkan produktivitas di dalam negeri.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Kemelut Lelang Gula".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger