Membaca tulisan Bapak Abdillah Toha di Kompas 26 September 2017 halaman 7 dengan judul "Dewan yang Terhormat", saya merasa begitu lega dan sangat terwakili. Sudah lama sekali saya menunggu ada opini atau pendapat yang memaparkan tema tersebut.
Menyimak lebih lanjut apa yang dituliskan Bapak Abdillah Toha, disebutkan bahwa pada tahun 2015 anggota DPR hanya menyelesaikan tiga UU dari target 60 UU yang direncanakan. Kemudian pada tahun 2016, hanya 10 UU yang terealisasi dari 50 target UU yang direncanakan.
Mata saya sampai melotot berkali-kali. Benarkah angka ini? Coba kita lihat, pada tahun 2015, dari 60 yang direncanakan hanya tiga yang terealisasi. Artinya ada 57 yang belum terealisasi.
Kemudian pada tahun 2016 hanya ada 10 yang selesai dari rencana menyelesaikan 50 UU. Lho, bukankah sebelumnya masih ada 57 yang belum terealisasi, kok, tinggal 50? Ke mana tujuh UU lainnya yang juga belum terealisasi? Apakah yang tidak terealisasi pada tahun 2015 lantas tidak menjadi prioritas pada tahun 2016? Masygul rasanya menganalisis data tersebut. Ngapain saja mereka selama ini? Pertanyaan ini rasanya wajar dan saya yakin juga ditanyakan banyak warga negara Indonesia lainnya.
Apalagi kalau menyimak beberapa pertunjukan di gedung DPR dan membaca di beberapa media, semakin tebal keyakinan bahwa saya perlu menambah sedikit judul tulisan Bapak Abdillah Toha yang semula "Dewan yang Terhormat" menjadi "Dewan yang 'Merasa' Terhormat".
SRI HANDOKO
Tugurejo RT 009 RW 001, Tugu, Semarang
Apresiasi untuk Apotek Bella
Selasa (26/9), saya kontrol ke dokter di RSCM Kencana untuk berobat rutin. Pemeriksaan selesai sekitar pukul 15.00.
Resep ternyata lupa saya tebus. Akhirnya resep saya bawa ke Apotek Bella di Jalan Boulevard Raya Blok QJ 1/10, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, karena kebetulan satu arah. Resep diterima karyawan bernama Etty dengan total biaya sekitar Rp 2,6 juta.
Karena dana tunai tak mencukupi, akhirnya saya bayar tunai Rp 1,6 juta sekian dan sisanya dengan debit BCA.
Harga benar di mesin EDC Rp 1.000.000. Saya memasukkan PIN, tetapi pembayaran ditolak. Saat proses diulang, ternyata ada kesalahan memasukkan nilai nominal, bertambah angka 0. Nilai bukan lagi Rp 1.000.000, melainkan Rp 10.000.000.
Rabu (27/9), saya ditelepon Etty dari Apotek Bella. Ia mengatakan, "Bapak kelebihan bayar Rp 9 juta. Mohon Pak Banu datang membawa bukti rekening atau buku agar kelebihan bisa segera dikembalikan."
Kamis (28/9), saya ke Apotek Bella dan bertemu pemiliknya, Ibu Vivi. Ia meminta maaf atas kesalahan karyawannya.
Saya mencoba menelisik dari mana ia tahu nomor telepon saya di tempat kerja. Ternyata pada Selasa malam, saat rekap ditemukan ada kelebihan bayar. Ibu Vivi memerintahkan mencari saya. Etty lalu menelisik resep, tetapi tak tertulis nomor telepon.. Lalu ia mencoba menelusuri Facebook, tetapi gagal karena sudah tidak aktif.
Etty tak kehabisan akal dan menelusuri melalui Google. Di situlah ia menemukan saya dan lokasi tempat saya bekerja.
Akhirnya uang kembali hari itu juga. Sekali lagi terima kasih Etty dan Ibu Vivi yang jujur dan berusaha keras menjaga kepercayaan konsumen.
BANU ASTONO
Cimanggis, Depok
Tanggapan Bank Mega
Sehubungan dengan surat Bapak The Diyono Elik di harian Kompas pada 11 September 2017 yang berjudul "Kartu Kredit Dipakai Copet", kami berterima kasih atas masukannya dan telah menghubungi yang bersangkutan untuk menyampaikan keprihatinan dan sekaligus memberikan penjelasan.
Perlu kami informasikan kembali bahwa dapat atau tidaknya penggunaan kartu sebagai alat pembayaran oleh seseorang sepenuhnya menjadi kebijakan pedagang.
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang dapat dilihat pada buku petunjuk penggunaan kartu kredit Bank Mega.
Di situ disebutkan jika terjadi transaksi pada kartu sebelum pemegang kartu melaporkan kehilangan kartu, hal ini akan menjadi tanggung jawab pemegang kartu.
Demikian kami sampaikan, terima kasih atas perhatian dan kerja sama harianKompas untuk memuat tanggapan kami.
CHRISTIANA M DAMANIK
Corporate Secretary Bank Mega, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar