Atlet-atlet difabel Indonesia memulihkan harkat bangsa di panggung olahraga dengan mengukir prestasi: juara umum ASEAN Para Games Kuala Lumpur 2017. Demikian berita yang kami baca di Kompas edisi 24 September 2017. Selamat.
Kami bangga dan terharu atas pencapaian tersebut meski pemberitaan tidak seramai pada ajang SEA Games 2017 yang juga diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka bisa melampaui target yang ditentukan untuk mempertahankan cukup pada posisi kedua.
Atlet difabel Indonesia menghasilkan 126 medali emas, 75 perak, dan 50 perunggu. Hasil itu jauh melampaui perolehan tuan rumah Malaysia yang mengumpulkan 90 emas, 85 perak, dan 83 perunggu di urutan kedua.
Pencapaian Indonesia di ajang SEA Games 2017 adalah 38 medali emas, 63 perak, dan 90 perunggu dengan urutan kelima dari sebelas negara ASEAN. Pencapaian itu masih di bawah Vietnam yang berada di urutan ketiga.
Sedikit media yang meliput ajang olahraga Para Games ini, tetapi syukurlah Menpora segera memberikan ucapan selamat dan telah menyampaikan bahwa atlet difabel yang berprestasi akan diberikan insentif atau bonus yang besarnya sama dengan yang diterima atlet berprestasi pada SEA Games 2017.
Banyak pertanyaan yang bisa diajukan, menarik untuk dianalisis, dan sudah seharusnya jadi pelajaran bagi semua pihak mengapa pada SEA Games 2017 kita tidak bisa maksimal?
PANGERAN TOBA P HASIBUAN
Sei Bengawan 7, Medan
Tanggapan Kementan
Terkait pemberitaan di harian Kompasberjudul "Tanpa Mipit, Kuldesak Petani Subang" tanggal 25 September 2017, bersama ini kami sampaikan bahwa konten dan data tersebut bukan kondisi terkini. Data tersebut merupakan hasil dari wawancara dengan Sdr Deni Nurhadiansah, sarjana pertanian lulusan Institut Pertanian Bogor. Menurut informasi bersangkutan, pengumpulan data itu dilakukan dua bulan lalu..
Konten dan data menjadi tidak sesuai terlebih dikaitkan dengan Hari Tani Nasional 2017. Selain itu, foto ilustrasi berita adalah gambar tanaman sisa masa tanam (MT) II atau tanam bulan April di Desa Sidajava (bukan bulan September 2017).
Perlu disampaikan, hingga kini Kementerian Pertanian, bersama petani khususnya di Kecamatan Cipunegara yang terkena dampak gagal panen terus, sedang menanggulangi hama wereng atau penyakit kerdil tanaman (klowor) dengan gerakan eradikasi di lahan seluas 25 hektar pada tanggal 15-16 September 2017, mendirikan posko pengendalian hama bersama kodim untuk memberikan bimbingan teknis, dan mendampingi di lokasi Dem Area seluas 200 hektar yang saat ini sedang dikelola dengan menggunakan bajak singkal.
Dalam Dem area seluas 200 hektar itu, Kementan membantu petani berupa biaya operasional olah tanah, pemberian bibit unggul impair 33 yang tahan wereng, kapur, dan pupuk organik.
Selain itu, untuk mengantisipasi musim kering dilakukan pendampingan terhadap budidaya tanam kedelai khusus untuk lahan tadah hujan bersama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Subang. Dengan demikian, tidak benar bahwa masalah terjadinya hama wereng di Kecamatan Cipunegara ditutup-tutupi dan pemerintah membiarkan petani kesulitan dalam menghadapi penyakit klowor tersebut.
Untuk itu, kami mohon agar tanggapan berita ini menjadi prioritas agar dimuat dalam harian Kompas.
Atas kerja sama dalam memuat penjelasan ini, kami mengucapkan terima kasih.
DR IR SUWANDI, MSI
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik
Kementerian Pertanian
CATATAN REDAKSI:
Kompas meninjau ke lapangan pada Rabu, 16 Agustus 2017, menyusuri jalan-jalan di Kecamatan Cipunagara, Desa Sidajaya, Dusun Banjar, dan Dusun Karang Ampel, Desa Parigi Mulya.
Sebelum menurunkan tulisan, Kompas kembali menghubungi petani yang diwawancarai. Ia mengatakan kondisi belum berubah. Beberapa petani terpaksa mencari pekerjaan di luar bertani, dan beberapa di antaranya bahkan keluar dari Cipunagara.
Apabila ada aktivitas dari Kementerian Pertanian pada 15-16 September 2017, ada kemungkinan aktivitas tersebut berada di desa dan dusun yang berbeda dengan lokasi liputan Kompas. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan terdapat data yang berbeda.
Foto ilustrasi bisa dari periode yang berbeda, sepanjang disebutkan kapan dan di mana.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Oktober 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar