Lembaga itu mengevaluasi dirinya sendiri dan mengumumkannya kepada publik tentang apa yang dilakukannya. Mungkin itulah bentuk akuntabilitas. Kemarin, Mahkamah Agung membuat refleksi akhir tahun. Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menyebut tahun 2017 adalah tahun "pembersihan". MA mengklaim sepanjang tahun 2017 MA menitikberatkan pada pembersihan badan peradilan.
Kekuasaan kehakiman memunculkan wajahnya yang hitam ketika keadilan diperjualbelikan. Ketika putusan dengan irah-irah, "demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", dalam realitasnya berubah menjadi "keuangan yang mahakuasa". Keuangan bisa membeli segala, termasuk keadilan! Kekuatan uang bisa menentukan berat ringannya tuntutan.
Itu bukan cerita baru. Prof Gary Goodpaster, Guru Besar Emeritus Universitas California, dalam buku suntingan Prof Tim Lindsey, mengatakan, "Sistem hukum Indonesia tidak bisa dipercaya—sungguh tidak bisa digunakan untuk dapat memberikan keputusan jujur—tetapi boleh jadi bisa dipercaya untuk melindungi kegiatan korup."
Hatta menyebut semasa kepemimpinannya terdapat 14 hakim dan 7 panitera pengganti ditangkap KPK. Hatta Ali bereaksi keras, "Bagi yang tidak bisa dibina terpaksa akan dibinasakan agar virusnya tidak menyebar ke pegawai yang lain." Diksi "dibinasakan" yang dilontarkan Hatta terbilang keras meski harian ini tidak mengelaborasi lebih jauh definisi operasional soal "dibinasakan" yang diucapkan Hatta Ali.
Kita memaknainya, diksi "dibinasakan" dalam arti kesempatan orang itu tertutup kariernya sebagai hakim. Orang yang korup, orang yang integritasnya diragukan, orang yang punya rekam jejak mengeluarkan memo atau katebelece, orang yang punya hobi melobi kekuasaan untuk mendapatkan jabatan hakim, sebenarnya secara moral tidak pantas menjadi hakim.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri harus betul-betul dibersihkan dari hakim yang rakus akan harta dan kekuasaan politik. Namun, itu semua menuntut keteladanan. Pimpinan juga harus menunjukkan sikap moralnya yang sederhana dan tidak bergaya hidup hedonis. Pimpinan peradilan harus punya tanggung jawab moral dan berani bertanggung jawab secara moral ketika ada pimpinan peradilan di bawah terjebak kasus korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar