Pasukan AS menjadi sekutu utama pemerintahan PM Haider al-Abadi dalam memerangi keberadaan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), selain Iran. Bahkan, pasukan AS yang mulai memerangi NIIS sejak Agustus 2014 itu menjadi mitra terdekat Pemerintah Irak merebut kembali Mosul.

Kehadiran pasukan AS di Irak berawal dari penggulingan Presiden Saddam Hussein pada tahun 2003. Jumlah pasukan AS di Irak pernah mencapai 170.000 personel di tahun 2007. Pasukan AS terus berkurang dan sampai penarikan dilakukan pekan lalu hanya tersisa 5.200 orang.

AS mengalihkan sebagian pasukannya dari Irak ke Afghanistan, yang akhir-akhir ini situasi keamanannya terus memburuk. Menurut AS, kehadiran pasukannya di Irak akan disesuaikan dengan situasi Irak. AS berjanji untuk selalu mengoordinasikan kehadiran pasukannya dengan Pemerintah Irak.

Penarikan pasukan AS dilakukan setelah PM Abadi menyatakan bahwa Irak terbebas dari cengkeraman NIIS pada Desember 2017. Isu ini mencuat sejak pasukan Irak mulai dapat mengontrol sebagian besar wilayah, kecuali Mosul dan sebagian kecil kota di Irak utara, pertengahan 2017.

Namun, dua koalisi PM Abadi, yaitu AS dan Iran, memiliki kepentingan berbeda. Pasukan AS menjadi mitra sekaligus melatih militer Irak untuk memelihara keamanannya. Wajar jika Abadi meminta pasukan AS tinggal di Irak untuk terus melatih militer pemerintah.

Di sisi lain, para militer Syiah yang dekat dengan Iran menginginkan pasukan AS segera hengkang dari Irak. Iran dan AS merupakan dua negara yang sulit bertemu, apalagi AS terus berusaha menggagalkan perjanjian nuklir Iran.

Dengan kata lain, PM Abadi menghadapi dilema yang tidak mudah, bagaimana menciptakan keseimbangan dua kepentingan di Irak, antara sekutunya AS dan Iran. Kedua negara ini mempunyai andil bagi Pemerintah Irak, khususnya dalam menghadapi kekuatan militan NIIS.

Tahun 2018 menjadi tahun kritis bagi pasukan koalisi menghadapi NIIS, tetapi bisa membawa harapan bagi perbaikan masa depan Irak. Belum lagi, pada Mei nanti, Irak akan menggelar pemilihan umum. Abadi diperkirakan bisa memenangi pemilu dan melanjutkan kekuasaannya.

PM Abadi mengeluarkan daftar orang paling dicari dan menempatkan nama putri Saddam Hussein, Raghad, yang sekarang tinggal di Jordan, dalam orang daftar paling dicari, bersama 59 orang lainnya. Masuk dalam daftar itu adalah 28 anggota NIIS, 12 orang yang diduga terkait dengan Al Qaeda, dan 20 orang dari Partai Baath.