RON

Sawitri Supardi Sadarjoen

 

Ketahuilah bahwa kata-kata bukanlah satu-satunya cara untuk memperoleh informasi tentang seseorang. Menegakkan suatu percakapan memang penting artinya, di samping kebersamaan, observasi untuk mengetahui apakah yang dikatakan seseorang dilatarbelakangi perilaku yang menunjukkan rasa tanggung jawab.

Ternyata kita juga belajar banyak tentang orang lain melalui rentang sensori tubuh kita secara menyeluruh. Ketahuilah pula bahwa saat kita memilih pasangan intim, sama sekali tidak sekadar melulu bergantung pada fungsi intelektual kita, tetapi juga berangkat dari peran perasaan kita yang bertugas tidak sekadar menangkap isi bahasa, tetapi juga menyertakan aspek perasaan, gairah yang menggelegak, chemistry yang mengena, dan menyatukan sekaligus intuisi.

Pada galibnya pemahaman kita akan baik-tidaknya sifat seseorang, tidak hanya kita peroleh melalui kata-kata, tetapi juga melalui pemahaman intuitif dan atau "membaca" segala hal yang hadir melalui keberadaan tubuh kita secara menyeluruh. Melalui tubuh, kita tahu sejauh manakah interaksi yang spesifik meninggalkan perasaan yang berenergi positif, membangkitkan dan menginspirasi ataukah justru sebaliknya.

Jadi, kita tahu dan memahami tentang orang lain melalui tubuh kita sehingga kita dapat memercayainya dan meyakininya atau justru harus segera dihindari.

Apa yang kita maknakan dengan kata intuisi yang terasa nyaman adalah suatu percepatan perolehan kapasitas manusiawi yang benar-benar istimewa untuk memproses informasi tentang orang lain yang berada pada tingkat di atas dibandingkan dengan kata-kata yang kita dengar.

Beberapa waktu yang lalu, karena menunggu keberangkatan KA dalam perjalanan pulang kampung di sebuah stasiun, saya melihat sekelompok remaja laki-laki dan perempuan yang berceloteh dan bercanda.

Saya perhatikan salah satu anak gadis perempuan yang tergabung dalam kelompok tersebut begitu menarik perhatian saya dan rasanya saya ingin sekali menculiknya dan membawa anak gadis tersebut ke kampung halaman saya untuk menjadi cucu saya.

Tampilan anak gadis tersebut sederhana, cara bercakapnya pun biasa layaknya remaja putri, tidak juga terlalu cantik, tetapi dengan kadar ketertarikan sejauh itu, saya sebenarnya tidak berusaha berkomunikasi dengannya. Namun, tanpa upaya keras untuk mencari informasi, baik verbal maupun nonverbal, secara otomatis ketertarikan saya pada anak gadis tersebut telah tercipta.

Hal lain yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini ialah bahwa jika saya mendengar komentar verbal seseorang yang menyatakan pada diri saya ("saya merasa dekat denganmu"), tetapi pemahaman intuitif saya mengatakan bahwa ("saya berjarak dengan orang itu, saya tidak merasa sedikit pun tidak terhubung secara emosional dengan orang itu"), bahkan saya merasa tidak nyaman dengan keberadaan orang itu di dekat saya, saya akan lebih memilih percaya pada apa yang saya rasakan dan hayati daripada dengan kata-kata yang saya dengar.

Saya juga akan segera mengetahui jika ada seseorang merasa terganggu dengan kehadiran saya, bahkan jika orang tersebut juga mengungkapkan bahwa dirinya memperhatikan apa yang saya sampaikan.

Saya pun dapat mengambil keputusan secara otomatis tentang siapa yang benar-benar baik hati, dapat dipercaya dan bijak, dan siapa yang tidak demikian adanya.

Tentu saja kita juga pernah salah (kita pikir seseorang sombong, padahal sebenarnya dia adalah seorang yang pemalu). Namun, yang menarik ialah bahwa secara otomatis, kita mendapat sensasi bahwa orang-orang tertentu sangat tidak memperhatikan isi dari pembicaraan yang terjadi.

Untuk itu, demi kemampuan "membaca" kondisi orang lain dengan akurat, kita membutuhkan perasaan yang nyaman, aman, dan rileks di antara kehadiran orang lain tersebut—dan percayalah pada apa yang kita rasakan jika kita tidak merasa "pas" dengan orang tertentu.

Bagaimana halnya dengan memilih pasangan intim? Ketahuilah bahwa suara tubuh yang kita butuhkan adalah suara tubuh yang diikuti dengan sensasi kepercayaan dan keyakinan dalam relasi kita dengan diri kita sendiri.

Kita membutuhkan kepercayaan diri kita sendiri saat mengamati dan memproses informasi yang penting yang berperan dalam pilihan pasangan intim kita. Kita membutuhkan suara yang jelas dan kuat untuk memperoleh pengetahuan tentang relasi dengan calon pasangan intim ke arah fokus yang lebih tajam dan membuka peluang memeriksa segala kemungkinan.

Hal tersebut menjadi lebih daripada rasa nyaman oleh keberadaan fantasi-fantasi tentang bagaimana pasangan intim kita dapat berubah di kemudian hari. Kita butuh kemampuan dan kesempatan untuk mengutarakan pendapat kita secara terbuka sekaligus mendesakkan keakraban relasi yang adil dan penuh respek.