KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Buruh tani memanen padi di Desa Bugis, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2018). Harga gabah hasil panen petani di kawasan tersebut dijual Rp 5.000 per kilogram.

 

Upaya pemerintah memperbaiki data produksi beras membuka era baru perencanaan pangan. Langkah audit tersebut perlu dilanjutkan untuk komoditas lain.

Pemerintah, seusai rapat yang dipimpin Wakil Presiden M Jusuf Kalla pada 22 Oktober 2018, mengumumkan luas baku sawah kita berkurang dari 7,75 juta hektar pada tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektar pada tahun 2018.

Pengurangan luas sawah sekitar 8 persen ini terjadi di luar Jawa, sementara luas sawah di Jawa justru bertambah 124.445 hektar.

Konsekuensi menurunnya luas sawah adalah lebih rendahnya potensi panen padi tahun 2018, menjadi 10,9 juta hektar, lebih rendah dari proyeksi Kementerian Pertanian (Kementan) seluas 15,99 juta hektar.

Akibatnya, potensi produksi padi juga menyusut menjadi 56,54 juta ton gabah kering giling (GKG) dari proyeksi Kementan 83,03 juta ton GKG.

Tidak akuratnya data produksi padi sudah terjadi sejak akhir tahun 1990-an dan dari waktu ke waktu ketidakakuratan itu kian memburuk. Setidaknya pemerintah telah tiga kali berupaya mengoreksi data tersebut meski tidak diumumkan karena berkonsekuensi pada data ekonomi makro Indonesia.

Meskipun kita telah menduga terjadi ketidakakuratan data produksi beras, pengumuman resmi pemerintah tersebut cukup mengejutkan sekaligus menggembirakan. Disebut menggembirakan sebab data yang akurat adalah dasar membuat perencanaan pembangunan yang baik dan tepat sasaran.

Akurasi data luas lahan pertanian dan produksi pangan semakin mendesak saat ini dan ke depan karena luas lahan pertanian kita terus menyusut akibat diubah untuk peruntukan di luar pertanian.

Pada saat yang sama kita berhadapan dengan kenaikan jumlah penduduk, naiknya kebutuhan lahan untuk selain pertanian, dan perubahan iklim. Karena itu, kita mengharapkan pemerintah juga mengaudit data produksi pangan secara menyeluruh selain luas sawah dan produksi padi.

Dampak perubahan iklim perlu diwaspadai dan diantisipasi segera. Menghangatnya suhu muka Bumi diperkirakan akan meningkatkan gangguan hama selain perubahan pola iklim.

Padahal, pertanian sangat bergantung pada curah hujan. Begitu juga dengan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah di tengah perubahan iklim diperkirakan akan memengaruhi ketersediaan pangan di pasar internasional.

Dengan bermodal data pangan yang akurat, perencanaan pangan ke depan seharusnya menjadi lebih baik. Perencanaan produksi pangan seyogianya tidak hanya berhenti pada produksi di lahan pertanian, tetapi bagaimana pangan sampai ke konsumen yang telah terdiversifikasi berdasarkan tingkat pendapatan, gaya hidup, hingga geografi.