AFP/ROSLAN RAHMAN

Foto yang diambil pada 4 Juli 2017 menunjukkan foto Presiden Interpol Meng Hongwei tengah berpidato dalam pembukaan Kongres Interpol di Singapura. Meng Hongwei sempat dikabarkan hilang saat bepergian ke China pada akhir September lalu. Namun, keberadaan Meng Hongwei akhirnya diketahui. Ia ditahan otoritas China atas tuduhan suap.

Interpol baru saja memilih presiden baru. Persaingan antara Rusia dan negara-negara Barat mewarnai pemilihan tersebut.

Pada Rabu (21/11/2018), dalam pertemuan tahunannya di Dubai, Uni Emirat Arab, Majelis Umum Interpol menggelar pemilihan presiden yang dimenangi Kim Jong-yang asal Korea Selatan. Kim unggul 101 berbanding 61 suara atas Alexander Prokopchuk asal Rusia yang merupakan satu dari empat Wakil Presiden Interpol. Adapun Kim, mantan Kepala Kepolisian Gyeonggi, provinsi berpenduduk paling padat di Korsel, terpilih menjadi Presiden Interpol dengan masa jabatan hingga 2020.

Pemilihan kali ini dilakukan karena mantan Presiden Interpol Meng Hongwei mundur bulan lalu setelah ditangkap aparat China saat pulang ke negara itu. Ia dituduh melakukan korupsi.

Kim tidak asing terhadap jabatan Presiden Interpol. Selama lebih kurang satu bulan setelah Meng mundur, Kim bertugas sebagai Pelaksana Tugas Presiden Interpol. Dia sebelumnya juga merupakan Wakil Presiden Senior Interpol.

Rusia menuduh kubu yang menolak Prokopchuk terlalu memolitisasi pemungutan suara dan berkampanye untuk mendiskreditkannya. Pemilihan dinilai Moskwa berlangsung dalam suasana penuh tekanan. Padahal, bagi Rusia, Prokopchuk merupakan profesional yang layak dihormati. Meski mengkritik tekanan kuat yang dilakukan negara-negara Barat, Rusia tetap menerima hasil pemilihan itu.

Negara-negara Barat berkampanye gencar untuk mencegah Prokopchuk menjadi Presiden Interpol karena merasa perlu menghindari warga Rusia menempati posisi puncak di lembaga itu. Selama ini, ada tuduhan bahwa sejumlah negara telah memanfaatkan red notice untuk memburu para pengkritik.

ARSIP HARIAN KOMPAS

Laporan Harian Kompas dari Sidang Umum Interpol 1992 yang mengupas perdagangan gelap narkotika di seluruh dunia

Red notice ialah mekanisme dalam Interpol untuk meminta aparat di negara-negara anggotanya (194 negara) menangkap seseorang. Menurut sejumlah kalangan, mekanisme ini telah dimanfaatkan negara tertentu untuk memburu orang-orang yang bersikap kritis atau memiliki posisi politik yang berseberangan.

Isu penyalahgunaan red notice ini menjadi kritik terhadap Interpol. Maka, ada desakan agar Interpol mengembangkan sistem untuk memverifikasi permintaan penangkapan. Dengan cara itu, red notice tidak berubah menjadi sarana untuk mematikan demokrasi dan kebebasan.

Didirikan pada 1923 dan bermarkas di Lyon, Perancis, Interpol merupakan organisasi yang memfasilitasi kerja sama antar-kepolisian negara-negara. Interpol tidak memiliki petugas penegak hukum. Yang berwenang menangkap tetaplah polisi negara-negara anggotanya. Di tengah tantangan kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia dan penyelundupan obat bius, peran Interpol sangat dibutuhkan. Dengan Interpol, negara terbantu untuk memburu penjahat transnasional.