Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 30 November 2018

Tenang Menunggu Banjir//Tiga Tahun Tunggu Gaji dan Pesangon (Surat Pembaca Kompas)


Tenang Menunggu Banjir

Musim hujan mulai datang. Jakarta sebagai salah satu kota yang dilalui 13 sungai hampir pasti terancam banjir, tetapi pemerintah kelihatan tenang. Tak terlihat ada gerakan menormalisasi atau, sesuai dengan programnya, menaturalisasi sungai.

Sedimentasi pun kelihatan terus mendangkalkan dasar sungai. Pantai utara Jakarta terus mengalami genangan akibat pertemuan aliran sungai dan air laut pasang. Tak sedikit saluran air di pinggir jalan protokol amburadul, hampir pasti tidak berfungsi normal akibat tak ada koordinasi antara pelaksanaan pekerjaan galian proyek. Namun, belum tampak tanda-tanda mengatasinya.

Kita tak ingin pada puncak musim hujan, yang diperkirakan Desember sampai Maret tahun depan, kembali terjadi banjir di kampung-kampung wilayah Jakarta. Apa tugas Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang digaji mahal? Apakah mereka juga memikirkan penanggulangan banjir?

Benarkah para pemimpin dinas dan instansi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini kagok bekerja karena dalam pelaksanaan tugas, semua gagasan, apalagi perencanaan, harus dengan persetujuan TGUPP?

Padahal, sebelumnya tidak pernah ada perintah dalam tugas pokok dan fungsi birokrasi untuk hal semacam itu. Saya berharap TGUPP bisa berperan menyelesaikan masalah di masyarakat tanpa harus memperpanjang waktu dan tugas birokrasi.

A RISTANTO
Jatimakmur, Pondokgede,
Kota Bekasi, Jawa Barat


Tiga Tahun Tunggu Gaji dan Pesangon

Berikut keluhan kami selaku eks karyawan terkait dengan keterlambatan hampir tiga tahun pembayaran utang gaji dan pesangon PT BUMN Hijau Lestari I (BUMNHL I).

Perusahaan ini didirikan berdasarkan SK Menteri BUMN No S-523/MBU/2009 tanggal 3 Juli 2009. Semula perusahaan ini patungan lima BUMN: Perum Perhutani, Perum Jasa Tirta II, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero), dan PT Pupuk Kujang.

Pada 15 Oktober 2018 kami mengajukan surat kepada Presiden Joko Widodo dengan tembusan Komisi VI dan IX DPR, Menteri BUMN dan Menteri Tenaga Kerja, serta pemegang saham PT BUMNHL I. Belum ada tanggapan.

Sejak 2014, kondisi keuangan perusahaan ini terus menurun: dari awalnya gaji tertunda dua minggu, satu bulan, sampai akhirnya lebih dari tiga bulan perusahaan belum menepati janjinya kepada karyawan.

Sejak Mei 2016-Desember 2016 gaji karyawan dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) terus diutang oleh manajemen tanpa kejelasan kapan akan dibayarkan. Kondisi karyawan semakin memprihatinkan ketika semua direksi dan direktur utama mengundurkan diri serta direktur yang satu lagi pergi tak jelas.

Berdasarkan keputusan direksi tanggal 20 Desember 2016, atas persetujuan pemegang saham perusahaan, diputuskan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap semua karyawan dan PKWT. Inilah dasar terbitnya surat utang gaji, THR, dan pesangon dari manajemen PT BUMNHL I kepada karyawan.

Sejak terbitnya surat utang itu, kami beberapa kali mendesak kepada manajemen untuk segera membayarkan hak kami tersebut. Meskipun kami sering menghubungi dan menuntut para pemegang saham, sampai sekarang kami belum mendapat kepastian kapan utang gaji dan pesangon kami dibayarkan.

Kami perwakilan seluruh eks karyawan memohon dengan segala hormat dan harap kepada Presiden RI, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja membantu kami, mantan karyawan, agar ada kepedulian pemegang saham PT BUMNHL I memberi talangan membayarkan hak-hak 82 karyawan tersebut.

Total nominal yang harus dibayarkan kepada eks karyawan masih jauh dibandingkan dengan laba bersih para pemegang saham. Saat ini nasib eks karyawan sangat memprihatinkan dari sisi ekonomi dan psikologi akibat keterlambatan ini.

Muhammad Hilman Mubarok dan Nurdin Hardiansyah

Eks Karyawan BUMNHL I

Kompas, 30 November 2018
#suratpembacakompas 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger