Dana pendidikan anak tidak dimungkiri seharusnya menjadi salah satu prioritas tujuan keuangan utama dalam perencanaan keuangan keluarga. Banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan jalan utama bagi generasi muda untuk memberantas kemiskinan dan keterpurukan.
Namun, dalam pelaksanaannya, sering terjadi kesalahan yang pada akhirnya mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan akan persiapan dana pendidikan untuk anak, terutama di jenjang pendidikan tinggi.
Agar tidak berpotensi mengalami hal yang serupa, mari kenali apa saja penyebab gagalnya perencanaan dana pendidikan anak dan solusi untuk mengatasinya.
Inflasi biaya pendidikan bisa jadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi bahan kebutuhan pokok. Besaran kenaikan dalam biaya pendidikan tinggi memang sangat bervariasi, bergantung pada jenis sekolah yang dipilih.
Namun, sebagai ilustrasi, pada tahun 1998, biaya kuliah tunggal di sebuah universitas negeri di bilangan Depok adalah Rp 475.000 per semester. Ternyata, 20 tahun kemudian, biaya kuliah ini naik dengan plafon tertinggi sebesar Rp 15 juta per semester. Apabila dihitung secara matematis, maka rata-rata kenaikannya mencapai 19 persen per tahun.
Faktor berikutnya yang juga menjadi penyebab kegagalan adalah anak tidak mendapatkan kesempatan atau tidak diterima di universitas atau lembaga pendidikan yang dituju. Saat ini, banyak keluarga memilihkan universitas negeri favorit sebagai tujuan dana pendidikan.
Namun, masih banyak terjadi, anak tidak diterima di sekolah tersebut sehingga harus ada dana tambahan yang besar jika ingin memasukkan anak ke universitas swasta yang dinilai setara dalam kualitas.
Oleh karena itu, persiapan dana pendidikan untuk anak sebaiknya dibuat dengan perhitungan kemungkinan biaya tertinggi. Dengan begitu, jika ternyata pada pilihan pertama anak tidak diterima, masih ada kecukupan dana untuk anak bersekolah di tempat lain.
Hal terakhir adalah kesalahan dalam memilih instrumen investasi untuk perencanaan dana pendidikan anak. Pahami bahwa instrumen investasi memiliki hasil imbal balik yang berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu. Kebutuhan untuk investasi jangka pendek tentunya berbeda dengan jangka panjang.
Pertimbangan antara potensi mendapatkan hasil yang maksimal, potensi risiko investasi, dan jumlah nilai investasi sesuai dengan kemampuan harus menjadi pertimbangan.
Kesalahan yang sering terjadi adalah instrumen investasi yang seharusnya diperuntukkan bagi kebutuhan jangka pendek ternyata ditujukan untuk kebutuhan jangka panjang.
Sebaliknya, karena merasa kepepet untuk tujuan jangka pendek, orangtua memilih investasi yang sangat agresif. Akibatnya hasil yang didapatkan tidak maksimal, malah tidak mendekati target.
Contoh kejadian di masyarakat adalah pemilihan instrumen keuangan untuk dana pendidikan universitas 10 tahun mendatang. Banyak orangtua menggunakan tabungan untuk mencapai hasil dalam jangka panjang.
Padahal, dengan potensi imbal hasil hanya setara atau bahkan di bawah inflasi, kemungkinan target dana tercapai di masa depan akan semakin kecil.
Untuk mengantisipasi risiko kegagalan dalam perencanaan, maka berikut ini langkah yang dapat ditempuh. Pertama menghitung berapa dana pendidikan yang harus disiapkan sejak saat ini.
Semakin dini orangtua mempersiapkan dana pendidikan anak, maka akan semakin kecil dana investasi yang dibutuhkan. Asumsi kenaikan biaya pendidikan secara umum dapat menggunakan rata-rata 10 persen per tahun.
Tahun ajaran 2018 memberlakukan ketentuan uang kuliah tunggal yang bervariasi rentangnya bergantung pada kemampuan keuangan orangtua atau wali. Idealnya, besaran dana yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan dana pendidikan anak sebaiknya sebesar 10 persen-15 persen dari penghasilan bulanan.
Kedua memilih instrumen keuangan yang tepat untuk berinvestasi. Setiap orangtua sebaiknya memahami bahwa instrumen keuangan untuk dana pendidikan bukan one size fits all. Saham, obligasi, dan reksa dana adalah pilihan investasi yang memiliki risiko masing-masing sehingga tidak dijamin akan memberikan hasil investasi seperti yang diinginkan.
Oleh karena itu, orangtua sebaiknya berinvestasi sesuai dengan jangka waktu yang masih tersisa bagi anak menuju jenjang pendidikan tinggi.
Sebagai referensi, biaya kuliah tunggal kelompok tertinggi di universitas negeri yang berlokasi di Depok saat ini adalah Rp 15 juta per semester. Maka, perhitungan kebutuhan hingga lulus 8 semester ke depan adalah Rp 120 juta di luar biaya hidup.
Jika anak akan berkuliah 10 tahun lagi, maka proyeksi kebutuhan dana dengan asumsi inflasi 10 persen per tahun menjadi sebesar Rp 311 juta. Untuk mencapai target kebutuhan tersebut, maka alternatifnya dapat berinvestasi di instrumen berbasis saham sebesar Rp 800.000 per bulan.
Selama masa perencanaan dana pendidikan masa depan, setiap orangtua yang masih berusia produktif sebaiknya tidak lupa untuk membeli asuransi jiwa untuk ayah atau ibu. Tujuannya adalah menjaga tetap adanya penghasilan bulanan jika pencari nafkah meninggal dunia dalam jangka waktu menabung.
Klaim tunai dari asuransi jiwa yang melindungi sehingga kesiapan dana pendidikan tidak terganggu.
Salah satu hal yang juga harus diperhatikan adalah melakukan evaluasi terhadap investasi yang sudah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dana pendidikan. Dengan demikian, jika ternyata hasil imbal balik yang diharapkan kurang mencukupi, masih bisa dilakukan penyesuaian atau penambahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar