Keteledoran bermotif kejahatan atau kejahatan bermotif ekonomi semata dalam kasus bocornya blangko dokumen negara harus diungkap sampai tuntas. Investigasi harian ini selama sekitar dua bulan menemukan blangko KTP elektronik dapat ditemukan di Pasar Pramuka ataupun di toko daring.
Setelah berita itu tersiar, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, beredarnya blangko KTP elektronik yang ditemukan tim investigasi harian ini di pasaran hanya sebagai tindakan kejahatan biasa. Kementerian Dalam Negeri telah menemukan siapa pelakunya dan kasusnya telah dilaporkan ke kepolisian.
Kita mengapresiasi langkah Kementerian Dalam Negeri yang merespons dengan cepat temuan harian ini. Namun, kita menyarankan penyelidikan menyeluruh tetap harus dilakukan untuk membongkar jaringan dan mengungkap siapa pun yang terlibat dalam pembocoran dan kemudian memperjualbelikan dokumen negara.
Jangan terlalu cepat puas dengan kesimpulan sederhana, "itu kejahatan biasa". Pihak yang selama ini ikut terlibat dalam pengadaan dokumen negara harus ikut diinvestigasi. Apalagi, pengadaan KTP elektronik sejak awal bermasalah. Kualitas KTP elektroniknya pun tidak cukup baik.
Peredaran blangko KTP elektronik baru dan bekas tentunya akibat lemahnya pengawasan. Blangko itu bahkan diperjualbelikan dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 200.000 dan untuk sampai mendapatkan KTP elektronik dihargai Rp 600.000. Kelemahan sistem itu tentu berisiko tinggi.
KTP adalah dokumen penting yang hanya bisa diterbitkan otoritas negara. Tidak bisa setiap orang mencetak dan memperjualbelikan dokumen kependudukan. Ada sanksi pidana dan denda di sana. Hal itu tercantum dalam UU tentang Administrasi Kependudukan. KTP juga dokumen utama untuk melakukan kontrak perdata lainnya. Untuk memperoleh SIM, pembuatan paspor, pembuatan rekening bank, semuanya menuntut keberadaan KTP sebagai prasyarat.
Berdasarkan hasil investigasi harian ini, semua pihak tampaknya lalai dalam menjalankan prinsip ketelitian dan kehati-hatian. Pembukaan rekening bank pun masih bisa ditembus dengan KTP elektronik asli tetapi palsu. Dalam praktik keseharian, meski KTP elektronik sudah menyimpan data pribadi, sejumlah pihak masih meminta fotokopi KTP elektronik karena kewajiban memiliki mesin pembaca kartu belum diterapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar