Semenjak Pilpres 2014, gerakan sukarelawan politik punya pengaruh signifikan.
Mereka jadi kelompok yang menawarkan cara berpolitik alternatif di tengah stagnannya kredibilitas partai politik di mata publik (Bdk Suyatno, 2016).
Sukarelawan politik bergerak dari kepekaan akan problem kebangsaan, egaliter, dan menyentuh akar rumput. Mereka telah menghindarkan kontestasi demokrasi dari usaha untuk menjadikannya sebagai proyek politik. Meski tak memiliki infrastruktur sistematis seperti partai politik, gerakan mereka amat ekspansif-efektif.
Kreativitas mereka dalam mem-branding tokoh politik tertentu berhasil memantik kesadaran publik untuk semakin mencintai dan terlibat aktif dalam kontestasi demokrasi. Benarlah kata Nina Eliasoph dalam The Politics of Volunteering (2013), sukarelawan bisa meningkatkan partisipasi publik.
Namun, tidak tersangkalkan, sukarelawan politik juga sering kali mengkreasi distorsi di ruang publik. Mereka memviralkan narasi publik yang mendekonstruksi esensi demokrasi. Alih-alih menciptakan kontestasi berkarakter, sebagian sukarelawan politik terperangkap dalam gerakan politik parsial.
Mereka mengusung politik "pasca-kebenaran" yang pada akhirnya menyebabkan kegaduhan, tempat bersemi masifnya embrio disintegrasi. Alhasil, gerakan politik yang mereka lakukan justru melahirkan kegaduhan sosial.
Sebagian sukarelawan politik turut ambil bagian dalam usaha menciptakan ketakutan, keresahan, yang berpotensi mendelegitimasi proses elektoral. Mereka tak bedanya dengan elite-elite politik yang berusaha mencari keuntungan dengan menyebarkan isu-isu hoaks ataupun praksis berpolitik yang dilandasi keinginan untuk mendapatkan kekuasaan semata. Mereka berusaha memproduksi dan mereproduksi isu-isu sensitif untuk dikonversi ke dalam gerakan kontra demokrasi. Mereka menginventarisasi isu-isu nirpolitik, lalu diracik dan dijadikan "menu utama" yang disajikan dalam ruang publik demi mendapat insentif elektoral.
Gerakan penjaga nilai
Idealnya gerakan sukarelawan politik merevitalisasi sengkarut demokrasi elektoral sambil mengembalikan nilai demokrasi elektoral sebagaimana mestinya. Itu berarti gerakan mereka berlandaskan pertimbangan altruik: mengabdikan diri bagi kepentingan kebangsaan. Landasan, rujukan, dan orientasi gerakan mereka adalah nilai-nilai luhur kebangsaan.
Max Scheler dalam etika aksiologisnya (Der Formalismus in der Ethik und die materiale Wertethik, 1966) mengemukakan bahwa nilai-nilai merupakan kenyataan yang benar-benar ada, bukan hanya dianggap ada. Nilai-nilai bersifat statis, tidak bergantung pada situasi tertentu. Nilai-nilai juga merupakan sesuatu yang dituju manusia.
Nilai-nilai itu bersifat vital karena berkaitan dengan vitalitas kehidupan manusia. Vitalitas nilai-nilai tidak dikonstruksi, tetapi sudah ada sejak manusia ada dan akan tetap abadi. Di atas semua itu, nilai-nilai selalu berkaitan dengan hal baik.
Nilai terintegrasi dalam setiap dimensi kehidupan manusia. Tidak ada peristiwa tertentu yang tak memiliki nilai. Dalam peristiwa politik elektoral, misalnya, nilai-nilai kebangsaanlah yang jadi tonggak dasarnya. Tetapi, justru nilai-nilai seperti inilah yang selama ini selalu diabaikan. Nilai-nilai seperti dieliminasi karena kepentingan politik jangka pendek. Para elite mengesampingkan nilai karena mereka tunduk di bawah kendali politik pragmatis.
Di sinilah peran utama gerakan sukarelawan politik. Gerakan sukarelawan politik mesti memastikan agar nilai-nilai itu tidak hilang dari kontestasi demokrasi elektoral. Mereka harus menampilkan sebuah gerakan berkarakter dan berciri paradigmatik. Itu berarti tidak sekadar mempresentasikan model berpolitik alternatif, tetapi berbasiskan nilai-nilai luhur kebangsaan. Ketika para elite politik berusaha mengaburkan nilai tersebut, sukarelawan politik harus mempertahankan supremasinya.
Sukarelawan politik mesti memastikan bahwa nilai dari sebuah kontestasi demokrasi elektoral tidak bergantung pada situasi politik, tidak bergantung pada orientasi dan cara berpolitik para elite. Nilainya melekat erat pada politik itu sendiri sebagai sarana untuk mencapai kebaikan bersama. Sebab, politik adalah instrumen luhur untuk memperjuangkan apa yang paling bernilai dan berusaha untuk memberi tempat bagi terealisasinya nilai-nilai luhur kebangsaan sebagaimana terdapat dalam Pancasila.
Gerakan sukarelawan politik mesti memproteksi demokrasi elektoral sebagai aspek vital demokrasi. Dengan demikian, demokrasi elektoral terhindar dari efek destruktif sebagai akibat perebutan kekuasaan.
Gerakan sukarelawan politik akan bernilai jika berhasil meningkatkan kesadaran politik rakyat, menentang pola-pola praktik oligarki, dan membebaskan diri dari cengkeraman serta dominasi patronase politik. Di sini, kepedulian akan persoalan kebangsaanlah yang jadi landasan gerakan mereka.
Edukasi politik
Gerakan mereka akan memiliki nilai jika mempresentasikan cara kerja kreatif dan inovatif dengan memberikan edukasi politik secara komprehensif. Gerakan mereka akan bernilai jika berhasil "merevisi" konsepsi dan "aktus" berpolitik yang seolah-olah hanya milik kelompok elite saja jadi milik bersama. Gerakan mereka akan bernilai jika berhasil melakukan sterilisasi dan menyaring ruang publik dari kontaminasi virus-virus disintegrasi.
Gerakan sukarelawan politik akan bernilai jika mengawal siapa saja yang nantinya mendapatkan kekuasaan dengan menjadikan nilai kebangsaan sebagai standarnya sehingga tak salah kaprah. Gerakan sukarelawan politik akan bernilai jika menjadikan kontestasi demokrasi sebagai kontestasi nilai-nilai yang menjunjung tinggi etos publik. Gerakan sukarelawan politik akan memiliki kekuatan jika memekikkan narasi kebangsaan.
Perjuangan sukarelawan politik akan kehilangan nilai manakala mereka jadi "kaki tangan" kelompok ataupun elite politik tertentu. Perjuangan mereka akan kehilangan nilai manakala tak menawarkan cara berpolitik diskursif yang memberi ruang bagi terselenggaranya dialektika dan deliberasi publik. Ia juga akan ketiadaan nilai jika melemparkan isu abal-abal sebagai landasan diskursus, terlebih jika merobek keutuhan sosial dan menyebabkan lahirnya ekses-ekses distortif.
Gerakan sukarelawan politik menjadi kehilangan nilai manakala berjuang untuk mendapatkan "imbalan" tertentu jika figur yang mereka dukung memperoleh kekuasaan. Dan, gerakan sukarelawan politik akan sia-sia belaka jika mereka hanya berusaha untuk melegitimasi paradigma oligarki dalam kontestasi demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar