Satu dasawarsa lalu, Jajang C Noer mengkritik salah kaprah pengartian kataprosesi ("Prosesi dan Upacara", Tempo,. 21/12/2009). Prosesi diartikan sebagai upacara. Selain menyentuh kata prosesi, Jajang juga menyinggung salah kaprah terhadap kata nominator.
Sejak kritik tersebut dilancarkan, salah kaprah pengartian kata prosesi semakin akut. Prosesi menjadi padanan upacara,tradisi, atau malah proses budaya dan agama. Ambil beberapa contoh dari puluhan berita di situs daring: "Beginilah prosesi Presiden Jokowi saat menerima gelar adat Melayu di Riau", "Harjono Sigit tidak mampu menahan air mata saat prosesi ijab kabul pernikahan putrinya dengan Irwan Mussry". Kata prosesi di sini diartikan sebagai proses pemberian gelar dan acara ijab kabul. Contoh lain, "Deg-degan, Lepas Masa Lajang Anggota PMK, Lakukan Prosesi Nozzle Pora", "Prosesi Pemakaman George Taka Dihadiri Aktris Senior Jajang C. Noer". Dua contoh belakangan, mengartikan prosesi sebagai tradisi Nozzle Pora dan upacara pemakaman.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa Edisi V mengartikan prosesisebagai 'pawai khidmat (perarakan) dalam upacara kegerejaan (perkawinan dan sebagainya)'. Kata Latin processio sebagai kata asal berarti, 'perarakan yang bersifat keagamaan'. Kamus Meriam Webster (http://www.meriam-webster.com) memadankan prosesi dengan parade.Prosesi diartikan 'perarakan sekelompok orang yang bergerak teratur dengan sikap tubuh tertentu sebagaimana dalam seremoni'. Pengartian ini menunjukkan bahwa prosesi merupakan bagian dari suatu upacara atau tradisi dan bukan upacara itu sendiri.
Jika kata prosesi merupakan padananupacara, tradisi, dan proses, maka terjadi kekacauan bahasa. Upacara jelas bukan padanan tradisi, apalagi proses, meskipun upacara dapat merupakan suatu tradisi. KBBI mengartikan upacara antara lain sebagai 'rangkaian perbuatan atau tindakan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau agama', atau, 'perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting (seperti pelantikan pejabat, pembukaan gedung baru)'. Upacara mencakup seluruh rangkaian dan proses kegiatan menurut adat atau agama atau perayaan hari besar penting tertentu. Sedangkan tradisi berarti "adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek-moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat".
Salah kaprah dalam pengartian kata di era digital diawetkan oleh warganet melalui media sosial dan jurnalis yang memproduksi berita di media daring sebagai "jurnalisme klik". Karena mengejar target pemutakhiran berita dalam hitungan menit, ditambah "kemalasan" mengecek arti kata dalam kamus dan longgarnya kontrol bahasa dalam produksi berita, banyak salah kaprah dalam penggunaan kata maupun tata-bahasa. "Jurnalisme klik" bahkan telah menciptakan gaya bahasa tersendiri yang merupakan gado-gado bahasa lisan dan bahasa tertulis. Bahasa Indonesia yang baik dan benar tak lagi menjadi pedoman. Yang dikejar adalah pemutakhiran, jumlah pengunjung dan penyebaran kembali (share) oleh pengunjung. Kekuasaan atas bahasa kini tidak lagi di tangan para profesional yang berbekal pengetahuan jurnalistik dan bahasa, apalagi lembaga Pusat Bahasa, melainkan juga jurnalis warga yang awam soal jurnalisme.
Cukup banyak studi tentang kata serapan yang berubah arti dari bahasa asalnya. Perubahan arti tersebut dibakukan dan terekam dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Namun, memadankan prosesidengan upacara, tradisi, atau prosesmenunjukkan kekacauan dalam berpikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar