Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 02 Februari 2019

Maluku Bagian Indonesia//Transportasi di Bandara (Surat Pembaca Kompas)


Maluku Bagian Indonesia

Saya sedih bercampur bangga membaca kisah seorang guru honorer, Agusta Tamala. Ia dewi penyelamat masa depan anak-anak di Desa Yamalatu, Kecamatan Telutih, Kabupaten Maluku Tengah (Kompas, 18/1/2019). Ia hadir di pelosok Pulau Seram, tanpa digaji pula.

Saya teringat sejarah perjalanan bangsa besar Indonesia—hampir 600 tahun lalu—ketika para pelaut Eropa mencari negeri asal rempah-rempah. Akhir abad ke-14, mereka berlayar menuju Kepulauan Maluku atau The Spice Island. Kepulauan Maluku antara lain termasuk Ternate, Tidore, Ambon, Seram, juga kepulauan Banda.

Kala itu, rempah-rempah, seperti cengkeh, lada, dan pala, sangat langka dan mahal. Perburuan buah ajaib dari Maluku ini membawa bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda menjelajah dunia. Ian Burnet dalam Spice Islands (2001) menyebut penjelajah Columbus, Vasco da Gama, Magellan, ingin menguasai perdagangan rempah.

Setahu saya, 30 persen dana dari APBN dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Maka, menyedihkan sekali ketika masih ada seorang guru mengabdi tanpa digaji. Ia ikut mencerdaskan anak-anak di desa terpencil di Pulau Seram. Sementara puluhan kepala daerah, bupati, wali kota, yang mendapat gaji besar, yang tugasnya menyejahterakan rakyat di daerahnya, malah banyak terkait kasus suap, korupsi, dan gratifikasi.

Penduduk Kepulauan Maluku yang terdiri dari ratusan pulau juga banyak yang berjasa. Begitu banyak pahlawan yang berjuang untuk bangsa dan negara, seperti Pattimura, J Leimena, dan JA Siwabessy. Ada pula para penyanyi yang mengharumkan NKRI, seperti Bob Tutupoli, Ruth Sahanaya, dan Broery Pesulima.

Sebagai warga biasa, saya menyarankan agar pemerintah memperbanyak pembangunan di Maluku. Kepulauan Maluku yang kini terdiri dari dua provinsi juga memerlukan banyak sarana dan prasarana, seperti gedung-gedung sekolah dan penghargaan untuk para guru.

Berilah daerah guru-guru yang kompeten, dengan gaji dan fasilitas cukup, agar anak-anak asal Maluku menjadi tokoh-tokoh yang mengharumkan bangsa dan negara. Seperti tokoh-tokoh asal Kepulauan Maluku yang kini tersebar di berbagai kota di Tanah Air. Semoga.

Arifin Pasaribu
Kompleks PTHII, Kelapa Gading Timur,
Jakarta 14240


Transportasi di Bandara

Bangga dan kagum saya melihat kemegahan Bandar Udara Jenderal Achmad Yani di Semarang. Sayangnya, meskipun terminal keberangkatan dan kedatangan tidak lagi berada di wilayah Penerbangan TNI AD (Penerbad), praktik monopoli taksi bandara masih tetap berlanjut.

Tampaknya pihak Angkasa Pura/Perhubungan Udara tidak mampu memutuskan rantai praktik monopoli transportasi yang melarang taksi di luar (aset) bandara mengambil penumpang di dalam wilayah bandara.

Semua pihak paham bahwa pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu. Dampaknya adalah sistem persaingan usaha yang tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan konsumen umum.

Mengingat besarnya investasi pengadaan armada taksi, memang sulit apabila harus segera menghentikan praktik monopoli transportasi di bandara. Meski demikian, setidaknya perlu dibangun peta jalan (road map) untuk menghentikan semua praktik monopoli di seluruh wilayah Republik Indonesia tercinta.

Bandara yang masih menerapkan monopoli transportasi dapat mencontoh Bandara yang sepenuhnya dikelola oleh PT Angkasa Pura ataupun stasiun kereta api, yang dengan cara "elegan" berhasil menghilangkan praktik monopoli di sektor transportasi di kawasannya.

Wibisono
Jalan Kumudasmoro,

Semarang 50148

Kompas, 2 Februari 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger