Untuk mencapainya, pemerintah, antara lain, mencanangkan transformasi Industri 4.0. di mana Presiden Joko Widodo dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto berada di depan secara aktif mempromosikan dan mengimplementasikannya dalam berbagai kebijakan, termasuk dalam penyiapan dan peningkatan kualitas SDM-nya. Bahkan, kementerian lain dan dunia usaha mempergunakan istilah 4.0 untuk transformasi di berbagai bidang, apakah itu Pendidikan 4.0, Keuangan 4.0, Telekomunikasi 4.0, Pariwisata 4.0, dan bahkan juga Pertanian 4.0, yang intinya adalah berbasis pada teknologi digital.
Dalam kampanye politik pun Industri 4.0 menjadi salah satu program utama parpol Golkar. Dalam perdebatan capres, Presiden Jokowi memperlihatkan komitmennya pada Industri 4.0 ini. Sekalipun capres Prabowo kritis terhadap belum siapnya ekonomi Indonesia bertransformasi ke era digital dengan konsekuensinya pada ketenagakerjaan, tetapi ia mengakui bahwa transformasi ini tidak dapat dihindarkan dan Indonesia harus siap melakukannya. Cawapres Sandiaga Uno juga antusias terhadap Industri 4.0.
Keberhasilan transformasi Industri 4.0 mendasari transformasi ekonomi Indonesia menjadi maju sangat bergantung bagaimana industri nasional yang berkembang sekarang ini ditransformasikan. Tidak saja industri andalan, yaitu tekstil-pakaian, elektronika, otomotif, dan kimia, tetapi juga industri lain. Tantangan terbesar dalam pengembangan industri adalah sinergi industri dengan ekonomi secara keseluruhan, karena ekonomi maju yang dicita-citakan adalah berbasis industri.
Perkembangan industri
Industri manufaktur mempunyai pangsa terbesar dalam ekonomi nasional, sekitar 20 persen. Melihat perkembangan industri belakangan ini pertumbuhan memang masih belum optimal masih di bawah 5 persen. Sekalipun untuk industri tertentu seperti makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, logam dasar, permesinan tumbuh tinggi sekitar 9 persen. Purchasing Manufacturing Index (PMI) berada pada tingkatan sekitar 51 (PMI di atas 50 berarti terjadi perkembangan).
Ekspor manufaktur cenderung melambat belakangan ini terutama karena pengaruh eksternal, khususnya perang dagang AS-China. Karena itu, perundingan untuk mengatasi perang dagang yang tampaknya mengalami kemajuan akan berdampak positif bagi perkembangan industri termasuk yang berorientasi ekspor di Indonesia.
Lemahnya sektor migas membuat perkembangan industri dan ekspor mengalami tekanan. Produksi migas yang cenderung menurun dan sumbangannya dalam defisit perdagangan, menghambat perkembangan industri dan menjadi permasalahan ekonomi serius.
Kurang memadainya insentif langsung pada industri manufaktur dan permintaan yang belum kuat membuat beberapa industri mengalami kelebihan kapasitas, seperti industri semen, otomotif, dan bahan bangunan. Lemahnya permintaan properti menyebabkan lemahnya permintaan semen dan bahan bangunan. Sekalipun pembangunan infrastruktur membantu permintaan semen, tetapi masih terbatas di lingkungan BUMN.
Jika insentif juga diberikan untuk sisi permintaan, seperti di sektor properti, perkembangan industri akan terangkat secara berarti. Karena itu sinergi kebijakan sektoral dan fiskal menjadi sangat penting.
Industri memperlihatkan perkembangannya sekalipun belum optimal. Tantangan terbesar dalam mentransformasikan Industri 4.0 adalah bagaimana aspek daya saing, peningkatan ekspor dan perluasan kesempatan kerja bersinergi satu dengan yang lain. Peran BUMN semestinya bersinergi dengan swasta, bukan mengesampingkan (crowding out), untuk menciptakan efek pengganda (multiplier effect) yang besar.
Untuk negara dengan jumlah penduduk yang besar, terutama yang berusia muda sekitar 30 persen dari total penduduk, transformasi ekonomi utamanya adalah transformasi industri. Indonesia tak bisa langsung menjadi ekonomi yang berbasis jasa (services) atau berkutat dalam eksploitasi sumber daya alam.
Menariknya adalah bahwa transformasi Industri 4.0 menipiskan pemisahan antara industri manufaktur dan jasa, serta memperkuat sinergi antarsektor, misalnya manufaktur dengan pertanian, manufaktur dengan pertambangan.
Ekonomi 4.0
Sebenarnya perkembangan ekonomi Indonesia sudah memasuki era Ekonomi 4.0 jika ukuran pemanfaatan teknologi digital dalam kegiatan ekonomi dipergunakan. Kegiatan bisnis dan konsumsi masyarakat semakin terkait erat dengan pemanfaatan teknologi digital. Masyarakat berpendapatan rendah aktif mulai dari berkomunikasi sampai bertransaksi dengan semakin memanfaatkan teknologi digital.
Untuk sektor jasa, seperti telekomuniksi, keuangan, perdagangan e-commerce, dan lainnya era Ekonomi 4.0 praktis mengalami perkembangan pesat. Sekalipun e-commerce basis persentasinya terhadap ritel masih di bawah 10 persen, tetapi pertumbuhannya dua digit.
Memang pemanfaatan teknologi digital di sektor industri manufaktur masih terbatas karena kebutuhan investasi dan juga SDM-nya yang masih harus disesuaikan. Perkembangan industri sekarang dan ke depan tidak dapat tidak harus memanfaatkan teknologi digital untuk dapat kompetitif. Ini berarti fasilitasi investasi dan penyiapan SDM menjadi keharusan.
Upaya pemerintah secara serius untuk menarik investasi yang mendukung transformasi Industri 4.0 dengan sedapat mungkin juga mempunyai orientasi ekspor menjadi sangat penting, Kesiapan tenaga kerja dilakukan dengan pelatihan dan pendidikan serta keterbukaan pada kerja sama pendidikan tinggi iptek dengan lembaga pendidikan ternama di dunia.
Realitas yang dihadapi adalah beragamnya industri dan ekonomi mulai dari yang padat karya sampai padat modal dan dengan kandungan teknologi tinggi. Sebenarnya teknologi digital yang dapat berperan sebagai katalis dan sinergi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Mengawal transformasi
Transformasi Industri 4.0 dan perjalanan ekonomi Indonesia menjadi ekonomi maju tidaklah berjalan dengan sendirinya. Berbagai upaya harus dilakukan secara langsung. Perkembangan industri harus berjalan secara berkesinambungan yang difasilitasi oleh kebijakan sektoral dan fiskal yang sinergis. Keterbukaan investasi semestinya sejalan dengan upaya mengembangkan kemampuan industri dalam negeri dan meningkatkan ekspor.
Aspek penting SDM sangat menentukan dalam transformasi ekonomi menjadi maju. Dengan usia muda yang besar sekitar 30 persen, tantangannya bukan hanya keterserapan mereka dalam pasar tenaga kerja, tetapi juga keterampilan (skills) dan pengetahuan (knowledge) yang memadai yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan kesiapan memanfaatkan peluang dari transformasi Ekonomi 4.0.
Kampanye Industri 4.0 yang meluas menjadi Ekonomi 4.0 dapat dikatakan berhasil paling tidak dilihat dari peran serta banyak pihak dan kesamaan melihat transformasi dan masa depan ekonomi Indonesia. Dalam implementasi juga terlihat perkembangannya dan dalam arah yang benar.
Dengan demikian, transformasi Industri 4.0 dan lebih luas Ekonomi 4.0 tidak hanya berputar di ranah konsep dan pembahasan, tetapi diimplementasikan dengan mengatasi berbagai hambatan karena pentingnya bagi terwujudnya ekonomi maju pada masa depan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar