Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengkaji pembangunan rendah karbon dapat dilaksanakan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan aspek sosial.

Pembangunan rendah karbon mengutamakan kegiatan yang meminimalkan pelepasan karbon ke udara. Berbagai kajian oleh tim panel ahli internasional yang dikoordinasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan pelepasan karbon ke atmosfer menimbulkan efek rumah kaca.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Area pedestrian eks Jalan Kendal di kolong Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019). Wilayah yang ditata sebagai kawasan Transit Oriented Development (TOD) ini menghubungkan Stasiun KRL Sudirman, Stasiun Kereta Bandara BNI City, Stasiun MRT Dukuh Atas dan Halte Transjakarta Reguler melalui jalur pedestrian. Penataan area tersebut khusus bagi pejalan kaki tersebut untuk mempermudah perpindahan penumpang dari moda transportasi ke moda lainnya.

Gas karbon menjadi penyumbang terbesar gas rumah kaca di atmosfer. Gas ini menghalangi pantulan sinar matahari ke angkasa luar sehingga suhu permukaan bumi memanas akibat pantulan balik cahaya matahari itu.

Organisasi Meteorologi Suhu PBB memprediksi suhu muka bumi pada akhir tahun 2100 naik 3-5 derajat celsius dibandingkan masa sebelum revolusi industri, jika tak ada upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang terbanyak diproduksi aktivitas manusia.

Kenaikan suhu muka bumi menyebabkan cairnya lapisan es di kutub bumi, cuaca semakin ekstrem, punahnya spesies tumbuhan dan hewan, dan penyakit semakin sulit dikendalikan. Indonesia sebagai negara kepulauan akan mengalami dampak terbesar dan penduduk miskin dan hampir miskin paling terkena dampak buruk perubahan iklim.

Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan Konferensi Perubahan Iklim di Paris tahun 2015. Indonesia berencana menurunkan emisi gas rumah kaca 29 persen secara mandiri dan 41 persen dengan bantuan pihak luar pada tahun 2030.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja merampungkan penyelesaian minor instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/3/2019). PLTSa ini merupakan proyek kerja sama Pemprov DKI dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang bertujuan untuk menekan timbunan sampah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang dengan mengkonversi menjadi energi listrik untuk kebutuhan kawasan TPST tersebut. PLTSa ini memiliki kemampuan memroses 80 hingga 100 ton sampah per hari dengan output listrik yang dihasilkan mencapai 750 kWh.

Bappenas memasukkan lima kebijakan pembangunan rendah karbon ke dalam rencana pembangunan 2020-2024: penggunaan energi baru dan terbarukan, perlindungan hutan dan restorasi gambut, pengelolaan sampah industri dan rumah tangga, peningkatan produktivitas pertanian, serta perbaikan tata kelola dan kelembagaan.

Sebagian kebijakan sudah dilaksanakan sebagai kebijakan nasional, sebagian masih berupa inisiatif lokal yang terserak. Beberapa fakta yang memerlukan perhatian adalah pemenuhan energi hingga tahun 2025 masih berat ke energi fosil, terjadi perebutan lahan antara pertanian, permukiman, perkebunan, industri, dan menjaga luasan hutan lestari.

Pembangunan rendah karbon hanya dapat terwujud apabila mendapat dukungan para pihak: pemerintah, dunia usaha, dunia ilmu pengetahuan, dan masyarakat umum. Kita menginginkan pemerintah mendatang memasukkan aspek lingkungan dalam program pembangunan.

Mewujudkannya memerlukan kemauan politik karena mengubah paradigma dan berkonsekuensi pada pembiayaan, termasuk meyakinkan dunia usaha bahwa pembangunan berwawasan lingkungan akan lebih menguntungkan.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN