Sementara cara berbisnis sekarang, perusahaan juga bertumbuh dengan cara membeli usaha rintisan di dalam bidang yang sama. Ada beberapa alasan lain yang mendorong mereka membeli usaha kompetitor bisnis.
Dalam pengumuman terbaru, perusahaan transportasi daring Uber membeli Careem yang merupakan perusahaan dalam bisnis yang sama di kawasan Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Pembelian senilai 3,1 miliar dollar AS itu tidak mengubah entitas Careem. Perusahaan ini hanya menjadi anak perusahaan Uber. Uber sendiri berkepentingan untuk melakukan ekspansi ke banyak negara dan menaikkan valuasi hingga 120 miliar dollar AS agar bisa melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek New York.
Sebelumnya banyak perusahaan teknologi membeli perusahaan pesaing. Sebuah perusahaan peta digital Dynamic Map Platform membeli Ushr yang berbisnis dalam bidang yang sama. Perusahaan teknologi Indonesia, Traveloka, dikabarkan membeli Pegipegi di Indonesia, Mytour di Vietnam, dan Travelbook senilai Rp 968 miliar.
Perusahaan teknologi besar, seperti Facebook, Google, dan juga Amazon, melakukan langkah yang mirip untuk menaikkan ukuran, jaringan, dan posisi di pasar. Mereka melakukan pembelian juga dengan berbagai strategi akuisisi.
Perusahaan-perusahaan membeli rival-rival bisnisnya untuk menghadang mereka membesar dengan memasukkan perusahaan itu dalam usaha mereka. Alasan lain adalah perusahaan ingin menambah kemampuan baru yang berkomplemen dengan bisnis yang tengah dijalankan.
Perusahaan ingin memastikan dominasinya dengan memakan "ikan-ikan kecil" yang menjalankan bisnis sama. Mereka juga melakukan akuisisi untuk menjamin masa depan mereka bakal sukses, seperti Facebook yang membeli Oculus, sehingga menjadikan perusahaan media sosial ini memasuki bisnis realitas virtual (VR). Langkah ini merupakan perjalanan bisnis baru dari Facebook di bidang yang sangat kompleks.
Mengeliminasi kompetitor
Akan tetapi, dari berbagai tulisan yang ada, sebagian besar analis mengatakan bahwa pembelian itu pada dasarnya untuk mengeliminasi kompetitor. Sebelum kompetitor membesar, mereka diambil terlebih dulu. Dalam kasus ini, semisal Facebook, melihat bahwa Instagram bakal menjadi lawan bisnis sehingga Facebook membeli Instagram. Pilihan membangun usaha rintisan sendiri lebih berisiko. Mereka lebih menyenangi membeli kompetitor. Dugaan yang sama diungkapkan saat Facebook membeli Whatsapp.
Sebagian besar analis mengatakan, pembelian itu pada dasarnya untuk mengeliminasi kompetitor.
Perusahaan teknologi juga ingin mendapatkan keahlian teknologi yang dikuasai kompetitor. Daripada mereka mempelajari dan membuat usaha rintisan baru, perusahaan teknologi itu memilih untuk membeli kompetitor dan mempelajari teknologi yang digunakan. Apalagi tidak didapatkan kepastian sukses jika membangun perusahaan baru.
Perusahaan-perusahaan teknologi juga menyadari bahwa bisnisnya suatu saat bakal tertinggal zaman. Perubahan ini sangat cepat sehingga mereka harus menyesuaikan selera zaman jika tidak ingin terjungkal. Untuk itulah, mereka membeli kompetitor atau calon kompetitor agar tetap relevan. Semisal pada masanya Facebook sangat digemari, tetapi lambat laun, karena muncul generasi baru, mereka harus menyesuaikan zaman dengan membeli Instagram.
Faktor lainnya adalah perusahaan teknologi ingin mendapatkan talenta-talenta hebat di bidang teknologi. Berbagai perusahaan teknologi mengakui mereka sulit mendapatkan talenta-talenta yang bagus karena persaingan yang ketat, di samping terjadi kekurangan jumlah talenta di beberapa bidang, seperti saintis data. Tidak mengherankan pendiri perusahaan teknologi menyatakan, pembelian perusahaan tidak hanya membeli perusahaan, tetapi juga karena ingin mendapatkan talenta-talenta terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar