REUTERS/ERIK DE CASTRO

Seorang perempuan petempur milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) mengibarkan bendera di atas kendaraan pikap, merayakan kemenangan pasukannya atas milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Raqqa, Suriah, Rabu (18/10/2017).

Peta wilayah Negara Islam di Irak dan Suriah mulai menghilang. Namun, pejuang militan mereka masih bebas bergentayangan di beberapa negara, bahkan di dunia.

Wilayah terakhir di bawah kekuasaan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Sabtu (23/3/2019), direbut Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung pasukan Amerika Serikat (AS). SDF mengklaim bahwa seluruh daerah yang dulu dikuasai NIIS telah direbut kembali.

Namun, tak seperti Irak di akhir tahun 2018, Pemerintah Suriah belum secara resmi menyatakan wilayahnya bebas NIIS. Padahal, dengan direbutnya kantong terakhir mereka oleh SDF, NIIS praktis tak lagi punya daerah kekuasaan di Suriah. Belum terbitnya pengumuman itu terjadi mungkin karena SDF yang didukung AS itu belum mau mengakui kepemimpinan Presiden Bashar al-Assad.

Tak hanya AS, Rusia, Iran, dan Turki pun membantu pasukan Pemerintah Suriah untuk mengusir pejuang NIIS dari wilayah yang dikuasainya. Bedanya, sejak awal AS menginginkan Assad lengser dari kursi kepresidenan, sementara Rusia, Iran, dan Turki justru mendukung Assad untuk terus duduk di kursi kepresidenan.

Sebelumnya, para penentang Assad berbaur dengan pejuang NIIS. Dibantu pasukan dari tiga negara pendukung, lama-lama mereka bisa dipisahkan sehingga pasukan Assad dapat menyerang daerah yang benar-benar kantong NIIS.

Pada April 2013, Abubakar al-Baghdadi mendeklarasikan NIIS yang didukung kelompok radikal di Suriah, Jabhat al-Nusra, yang lebih dikenal dengan sebutan Front al-Nusra. Pada Januari 2014, mereka berhasil menguasai kota Falluja di Irak. NIIS pernah menguasai daerah seluas 88.000 km persegi yang terbentang dari bagian barat Suriah hingga ke bagian timur Irak.

NIIS memberlakukan aturan brutal pada hampir delapan juta orang, menghasilkan miliaran dollar hasil penjualan minyak, pemerasan, perampokan, dan penculikan.

Apakah kehilangan daerah itu akan membuat NIIS punah? Jawabannya tegas, tidak. Para pejuang militan mereka sekarang menjadi ancaman nyata di dunia meskipun mereka pernah menguasai daerah kira-kira seluas negara Inggris.

Kita tidak bisa mengatakan pertarungan ini telah berakhir. Apalagi, mereka dibekali ideologi dan paham monolitik bahwa yang tidak sejalan adalah musuh. Bahkan, untuk tidak memberi peluang mereka berkonsolidasi, warga dunia tak punya pilihan kecuali membantu membangun Irak dan Suriah.

Pejuang militan NIIS kini aktif di daerah perdesaan, seperti di daerah gurun di Provinsi Anbar dan Ninawa, Irak. Jaringan NIIS di Suriah pun diperkirakan akan berkembang menyerupai di Irak. Apalagi, jumlah mereka diperkirakan masih cukup besar, berkisar 14.000-18.000 orang.