AFP/MADAREE TOHLALA

Seorang aparat keamanan dan petugas pemilihan menghitung surat suara di sebuah tempat pemungutan suara di Narathiwat, Thailand selatan, Minggu (24/3/2019), setelah pemungutan suara dalam pemilu Thailand ditutup.

Pertama kalinya pascakudeta 2014, Thailand menggelar pemilu. Perolehan suara oposisi ternyata tidak sebesar seperti yang diperkirakan.

Dalam pemilu yang diadakan pada Minggu (24/3/2019), dengan jumlah suara yang selesai dihitung mencapai lebih dari 90 persen, Partai Palang Pracharat yang pro-penguasa meraih 7,6 juta suara (popular vote), sedangkan pesaing utamanya, Partai Pheu Thai, mengantongi 500.000 suara lebih sedikit. Lebih dari 50 juta orang memenuhi syarat untuk memilih, tetapi jumlah mereka yang datang ke tempat pemungutan suara dilaporkan rendah untuk ukuran Thailand, hanya 65 persen.

Hasil tersebut cukup mengejutkan. Para analis sebelum ini tak memperkirakan Palang Pracharat meraih popular vote lebih besar ketimbang Pheu Thai. Alasannya, ketidaksukaan masyarakat terhadap PM Prayuth Chan-ocha yang melakukan kudeta pada 2014 ditengarai cukup besar. Selain itu, Pheu Thai dinilai masih lebih populer mengingat partai yang berafiliasi pada mantan PM Thaksin Shinawatra ini selalu memenangi pemilu sejak 2001. Dukungan terhadap Pheu Thai terutama berasal dari masyarakat bawah di perdesaan dan perkotaan.

Meski unggul perolehan suara, Palang Pracharat yang promiliter, dalam pengumuman awal oleh Komisi Pemilihan Umum Thailand, untuk sementara hanya memperoleh 98 kursi dari 350 kursi di DPR yang diperebutkan melalui sistem distrik. Adapun Pheu Thai mendapatkan 138 kursi. Selain blok 350 kursi itu, DPR Thailand memiliki pula blok 150 kursi yang penentuannya berdasarkan rumus rumit dengan menjadikan perolehan suara secara nasional sebagai dasar penghitungan.

Menurut Partai Pheu Thai, pihaknya memenangi blok 350 kursi di DPR. Maka, partai ini berusaha membentuk pemerintahan dengan partai-partai yang berhaluan sama. Akan tetapi, tak mudah bagi mereka menempatkan anggotanya sebagai perdana menteri. Dalam aturan pemilu yang disusun pemerintahan militer, perdana menteri—diperbolehkan bukan dari anggota parlemen—dipilih oleh total anggota DPR yang berjumlah 500 orang, plus 250 anggota senat. Semua anggota senat ini ditunjuk oleh pemerintah. Dengan aturan itu, besar kemungkinan Prayut akan kembali memimpin pemerintahan Thailand.