Kebencian dan Terorisme
Kekerasan yang terjadi di Christchurch,Selandia Baru, 15 Maret 2019, membawa kesedihan yang sangat dalam bagi seluruh umat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa masalah terorisme merupakan hal yang tak dapat dipandang sebelah mata.
Makin suburnya nilai-nilai kebencian seseorang atau kelompok terhadap kelompok atau institusi yang berseberangan perlu segera dicarikan jalan keluarnya.
Bentuk sikap kebencian semacam itu gejalanya dapat terlihat melalui perilaku sinis atau acuh terhadap keberadaan orang lain jika bukan bagian dari kelompoknya. Alasan ini biasanya menjadi dalil pembenaran kelompok radikal dalam perbuatannya.
Dalam masalah terorisme, persoalan kebencian yang sering menjadi dasar berpikir para teroris dapat kita tempatkan sebagai anomi atau ekspresi dari semua bentuk potensi kekacauan. Bisa jadi ini karena ragam keinginan yang dibatasi sehingga justru menguatkan sikap perasaan yang penuh ketersinggungan dan rasa ketidakpuasan.
Secara kemanusiaan tentu kita tidak mengharapkan adanya perluasan kebencian terhadap agama apa pun karena secara luhur agama memberikan pesan kedamaian dan toleransi. Semangat kebersamaan sebagai manusia yang punya moral senantiasa akan mendorong toleransi sosial yang tinggi terhadap sesama manusia. Mari stop menanamkan kebencian.
Haris Zaky Mubarak, MA Peneliti Sejarah Indonesia, Cokrokusuman JT II, Yogyakarta
Terima Kasih
Saya ke Semarang naik pesawat Citilink QG 792 dari Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (22/3/2019). Sampai di Semarang, anak saya yang berusia delapan tahun menangis karena boneka kesayangannya tak ada. Kemungkinan tertinggal di ruang tunggu C4 Terminal 1C.
Saya segera melapor ke bagian kehilangan bagasi Citilink di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Saya mendapat surat bukti lapor dan nomor petugas yang bisa dihubungi.
Tidak sampai dua jam petugas menelepon, mengatakan bahwa boneka sudah ketemu. Saya tinggal mengambil di bagian kehilangan bagasi Citilink Bandara Soekarno-Hatta. Bisa dibayangkan betapa bahagianya anak saya. Terima kasih Citilink dan petugas Terminal 1C Soekarno-Hatta.
Agnes Susanto Petukangan Selatan, Jakarta 12270
Pembatasan Lagu, Kok, Tebang Pilih?
Surat edaran 19 Februari 2019 yang diterbitkan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat mengenai pembatasan pemutaran lagu asing, yang ditengarai mengandung unsur seksual dan cabul, adalah keputusan yang sarat tebang pilih dan kontroversial.
Meski surat edaran berlaku untuk lembaga penyiaran di wilayah Jawa Barat, berita ini sudah sampai ke bahasan nasional, bahkan sampai ke penyanyinya langsung.
Bukan tanpa sebab bahwa kebijakan ini menimbulkan pro-kontra. Dengan dalih adanya pengaduan dan laporan dari masyarakat terkait lagu asing untuk dewasa, KPID tergesa-gesa mengeluarkan surat edaran ini tanpa minta masukan dan pertimbangan masyarakat luas.
Lagu yang diputar di stasiun radio pun mayoritas menggunakan clean version sehingga tak patut dibatasi. Bahkan, hingga surat ini saya tulis, saya masih mendapati salah satu stasiun radio di Jawa Barat yang memutarkan lagu dangdut bermuatan erotis, berikut pemandu acara yang menggunakan kata tak patut dengan bahasa lokal.
Seakan tak ada tindakan apa pun dari KPID Jawa Barat dan lebih memilih membatasi lagu asing yang segmentasi pendengarnya terbatas.
Sudah selayaknya KPID Jawa Barat tak tebang pilih dalam membuat kebijakan. Dan, jangan setengah hati bertindak hanya karena alasan tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar