KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Calon presiden Joko Widodo dan calon presiden Prabowo Subianto mengikuti debat keempat capres yang diselenggarakan KPU di Jakarta, Sabtu (30/3/2019).

 

Sebuah pesan persaudaraan disampaikan calon presiden Joko Widodo yang disambut positif calon presiden Prabowo Subianto dalam debat keempat, Sabtu.

Di tengah kontestasi politik yang cenderung liar dan kasar di media sosial, pesan persaudaraan yang disampaikan kedua capres itu mempunyai nilai strategis.

"Rantai persahabatan saya dengan Pak Prabowo tidak akan pernah putus," kata Jokowi saat memberikan pernyataan penutup dalam debat hari Sabtu, 30 Maret 2019. Prabowo pun kemudian juga merespons, "Kita tidak putus persaudaraan. Biarlah rakyat yang menentukan yang terbaik."

Dalam debat keempat pemilihan presiden bertema ideologi, pemerintahan, pertahanan keamanan, dan hubungan internasional, kedua capres dalam posisi sama untuk memperkuat ideologi negara Pancasila. Kesamaan posisi politik kedua capres soal eksistensi ideologi negara Pancasila itu melegakan.

Pancasila merupakan kompromi terbaik dari pendiri bangsa. Posisi Pancasila sebagai ideologi negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah final.

Pesan persahabatan dalam kontestasi politik yang disampaikan kedua capres memiliki nilai sangat penting dan strategis. Kontestasi dalam pemilu adalah hal biasa. Sebanyak 192 juta pemilih akan menjadi juri yang adil untuk memilih pemimpin Indonesia periode 2019-2024. Biarlah rakyat memilih secara bebas, sesuai dengan hati nuraninya, serta dibebaskan juga dari rasa takut dan rasa cemas.

Kita mendorong capres Jokowi dan Prabowo mengendalikan narasi yang dibangun tim sukses atau relawannya untuk tidak memprovokasi masyarakat dengan berbagai berita bohong atau berita fitnah atau membangun narasi pesimistis soal jalannya pemilu pada 17 April 2019.

Menjadi tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan pemilu berjalan transparan, sesuai dengan aturan, dan sejauh mungkin bekerja profesional. Juga menjadi tugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan segala bentuk pelanggaran ditindak tegas sesuai dengan aturan yang ada.

Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana penyelenggara pemilu menjamin hak warga negara untuk memilih (right to vote) itu dijamin konstitusi. Tidak boleh hak memilih orang yang memang punya hak hilang atau dihilangkan karena alasan apa pun.

TNI dan Polri haruslah tetap menjaga netralitasnya sebagai lembaga. Kedua institusi itu tidak boleh menjadi alat pemenangan salah satu calon. Baik TNI maupun Polri justru harus bisa menjalankan perannya secara maksimal untuk tetap menjaga agar ritual demokrasi bernama pemilu itu berjalan tanpa gangguan dari mana pun.