
Pejalan kaki berjalan melewati plakat yang menampilkan foto Perdana Menteri Inggris Theresa May dan pemimpin Partai Buruh oposisi Jeremy Corbyn di dekat Gedung Parlemen Inggris, Rabu (3/4/2019), di London. Perdana Menteri Theresa May bertemu dengan pemimpin partai oposisi utama Inggris terkait kesepakatan Brexit.
Dengan menelan rasa malu, Perdana Menteri Inggris Theresa May kembali ke Brussels untuk meminta perpanjangan tenggat Brexit sampai dengan 30 Juni.
Tidak bisa dibayangkan betapa rapuh dan sulitnya posisi Theresa May ketika berhadapan dengan pemimpin Uni Eropa (UE) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) UE yang dimulai Rabu (10/4/2019). Ia kembali harus menebalkan muka untuk meminta perpanjangan tenggat Brexit yang akan berakhir esok hari, 12 April 2019.
Hal ini merupakan perpanjangan kedua kali setelah UE mengabulkan permintaan May untuk memperpanjang tenggat Brexit dari 29 Maret lalu. May menyadari, Brussels frustrasi dengan perkembangan politik yang terjadi di Inggris, tetapi ia telah kehilangan kontrol atas proses Brexit. Kesepakatan Brexit ditolak parlemen Inggris sebanyak tiga kali. Bahkan, May telah mengeluarkan senjata pamungkas, yaitu bersedia mundur asalkan kesepakatan Brexit disepakati. Namun, itu pun tak cukup ampuh untuk mengurai kebuntuan politik.
Setelah terus-menerus gagal meyakinkan para pembangkang di Partai Konservatif, May kini mencoba melakukan negosiasi dengan kubu oposisi, Partai Buruh. Langkah ini sebetulnya telah disarankan sejak lama, tetapi May terlalu keras kepala untuk mendengarkan.
Mayoritas anggota parlemen dari Partai Buruh merupakan pendukung soft Brexit yang menginginkan Inggris secara ekonomi tetap dekat dengan UE. Anggota parlemen Konservatif yang mendukung opsi ini pun cukup banyak sehingga jika kedua kekuatan ini digabungkan bisa membentuk mayoritas di parlemen.
Namun, apa daya, selama dua tahun negosiasi dengan UE, May mengabaikan Buruh. Ia lebih mendengarkan para pembangkang di partainya yang pro-hard Brexit serta mitra koalisinya, Partai Unionis Demokratik (DUP).
May harus membayar mahal keputusannya itu. Para pembangkang dan DUP selalu memberikan suara menolak dalam tiga kali voting kesepakatan Brexit. May kini berharap negosiasi dengan Buruh bisa memutar balik keadaan. Namun, situasinya tak semudah itu. Selain kini Buruh merasa di atas angin, negosiasi dengan oposisi dikecam Konservatif.
Persoalan lain, Buruh dan Konservatif berseberangan dalam isu Brexit. Buruh menginginkan Inggris tetap memiliki akses ke pasar tunggal Eropa dan pabean UE serta menuntut referendum publik. Sebaliknya, manifesto Konservatif menginginkan Inggris keluar dari pasar tunggal ataupun pabean UE dan terbuka dengan opsi Brexit tanpa kesepakatan.
Akankah permintaan May dikabulkan? Brussels dipastikan akan memberikan perpanjangan tenggat guna memberikan kesempatan kepada May dan Partai Buruh mencari solusi terbaik. May sebelumnya sudah memberikan isyarat akan lebih fleksibel dalam isu pabean UE demi meraih dukungan Buruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar