Peringatan Octavio Paz Lozano (1914-1998), peraih Nobel Kesusastraan dan diplomat asal Meksiko, tepat dikenang kembali ketika bangsa Indonesia memasuki putaran terakhir kampanye Pemilu 2019. Perjuangan mewujudkan kebebasan melalui demokrasi tak boleh digantungkan kepada orang lain. Siapa pun kita harus turut memperjuangkan. Kalau tidak, kebebasan yang sudah dinikmati tinggal angan-angan.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

seorang warga berhasil mengurus surat pindah memilih (A5) di Kantor Komisi Pemilihan Umum Jakarta Barat, pada hari terakhir pengurusan, setelah antre mulai dari jam 8 pagi dan baru selesai 3 jam kemudian, Rabu (10/4/2019), Mereka mengurus surat A5 agar dapat memberikan hak pilihnya dalam Pemilu 2019 di luar domisili asal.

Namun, untuk terlibat dalam pesta demokrasi acap kali tak mudah. Bahkan, data yang berulang kali ditampilkan harian ini memperlihatkan, partisipasi masyarakat dalam pemilihan pre- siden (pilpres) secara langsung pada 2014 sebesar 68,4 persen, lebih rendah daripada Pilpres 2004, 78,2 persen pada putaran I dan 76,6 persen (putaran II), serta 71,1 persen pada Pilpres 2009. Partisipasi warga dalam pemilu anggota legislatif (pileg) 2014, 75,1 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Pileg 2009 sebesar 71,0 persen, tetapi lebih rendah ketimbang partisipasi pemilih pada pemilu sebelumnya, sejak 1955.

Partisipasi pada pemilu di Indonesia, mengacu pada Pileg 2014, adalah tiga yang terendah di Asia Tenggara. Jumlah pemilih pada Pemilu 2019 juga dikhawatirkan menurun se- hingga pemerintah, penyelenggara pemilu, dan publik terus mendorong warga menggunakan hak pilihnya. Mahkamah Konstitusi (MK) pun membuat putusan yang membuat warga kian dimudahkan dalam menggunakan hak pilih. KPU dan masyarakat menyambut putusan MK itu dengan antusias.

Namun, untuk mewujudkan pemilu yang penuh partisipasi warga dan demokratis tidak mudah. Harian ini melaporkan, setelah kekhawatiran akan partisipasi warga teratasi, masalah teknis juga muncul. Sejumlah daerah mengeluhkan ada keterlambatan distribusi daftar pemilih tetap (DPT), tak ada sosialisasi, logistik pemilu belum sepenuhnya terdistribusi, masalah honor bagi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan persoalan teknis lain. Kondisi ini bisa mengancam keberhasilan Pemilu 2019.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Warga memadati Kantor KPU Jakarta Barat untuk mengurus surat pindah memilih (A5) untuk dapat memberikan hak pilihnya dalam Pemilu 2019 diluar domisili asal saat hari terakhir pengurusan, Rabu (10/4/2019). Warga antusias untuk mengurus A5 supaya dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019 yang berlangsung pada 17 April.

Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, "Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil." Pasal 448 UU Pemilu menyatakan, pemilu digelar dengan partisipasi masyarakat yang berbentuk sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat, serta penghitungan cepat (quick count) hasil pemilu.

Pemilu adalah cara mewujudkan kedaulatan rakyat. Pemilu juga sebagai perwujudan dari sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu tak bisa hanya bergantung pada penyelenggara pemilu dan pemerintah, tetapi juga peserta pemilu dan masyarakat.

Tak ada penyelenggaraan pemilu yang sempurna tanpa ada masalah. Pemilu sebagai perwujudan demokrasi memerlukan kerelaan dari siapa pun untuk berkontribusi. Tanpa kerelaan memberi dan menerima dari siapa pun itu, kemerdekaan yang kita nikmati saat ini pun bisa sirna.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI