Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 25 September 2019

Rektor Asing 1 dan 2 (Surat Pembaca Kompas)


Rektor Asing 1

Impor rektor asing menjadi berita panas, pro dan kontra. Apakah dengan impor pimpinan universitas akan meningkatkan kualitasnya? Kenyataan menunjukkan, mutu universitas akan tinggi jika mampu menghasilkan penelitian-penelitian yang bermutu dan terpublikasi secara internasional.

Banyak profesor dan dosen kita yang tidak mempunyai publikasi internasional meski publikasi adalah kultur universitas. Kebiasaan memublikasikan hasil penelitian memerlukan topik-topik penelitian yang belum dikerjakan orang lain. Untuk itu diperlukan hubungan (link) dengan pelbagai dosen dan peneliti global agar hasil penelitian orisinal dan dapat dipublikasikan.

Tentunya kita perlu memilih orang-orang dengan catatan publikasi yang tinggi. Kerja sama penelitian dengan luar negeri juga tidak mudah karena izin membawa sampel untuk dianalisis di luar Indonesia kadang memerlukan waktu lama bahkan tidak diizinkan.

Publikasi ke jurnal internasional juga tidak murah sehingga upaya publikasi menjadi terhalang. Budaya meneliti dan memublikasi perlu kesabaran dan ketekunan. Jepang, misalnya, mulai dari zaman Restorasi Meiji.

Banyak mahasiswa S-3 yang kesulitan memublikasikan penelitiannya karena profesornya tidak pernah memublikasikan karya ke jurnal internasional. Karena tidak ada rekam jejak, artikel pun ditolak. Ternyata peningkatan gaji saja tidak cukup karena tunjangan profesor yang besar tidak memicu publikasi karya ilmiah.

Kesimpulannya, kita harus mengubah dulu budaya meneliti dan publikasi di universitas baru kita dapat meningkatkan kualitas universitas. Kolaborasi riset dan publikasi menjadi proses belajar yang baik untuk meningkatkan kualitas universitas.

Saya menyarankan untuk memperbanyak pengiriman mahasiswa ke luar negeri, ke universitas yang profesor atau dosennya banyak menghasilkan publikasi. Dengan demikian, para kandidat doktor tadi menjadi terbiasa memublikasikan penelitiannya. Selanjutnya hubungan dengan universitas tempat belajarnya terjaga dan mungkin bisa meluas dengan peneliti lain sehingga penelitian dapat berlangsung berkelanjutan.

Bambang Kiranadi
Pensiunan, Tinggal di Mekarjaya, Depok


Rektor Asing 2

Beberapa waktu lalu masyarakat dihebohkan oleh rencana pemerintah impor guru. Sekarang hadir isu baru, wacana impor rektor asing.

Beragam pendapat dilontarkan para pakar pendidikan. Konon, tujuan impor rektor asing adalah untuk menaikkan peringkat perguruan tinggi Indonesia ke level dunia. Acuannya Singapura, negara tetangga yang dianggap lebih baik perguruan tingginya.

Banyak yang menyayangkan jika kebijakan itu dilaksanakan. Tidak adakah orang Indonesia yang mumpuni?

Beberapa pengamat pendidikan tinggi senada berpendapat, untuk menaikkan peringkat di level dunia, yang harus dibenahi adalah kultur akademik, infrastruktur, dan membangun iklim kompetisi akademik yang sehat. Anggaran riset pun harus memadai.

Paham pragmatis ternyata tak hanya melanda dunia politik. Kalangan pendidikan pun terimbas. Meraih peringkat dunia sebagai tujuan adalah salah kaprah. Menciptakan iklim dan lingkungan akademik yang kompetitif dan adaptif, itu tuntutan tak terelakkan.

Rakyat juga harus diajak bicara. Ada parlemen yang sepatutnya dilibatkan, apalagi kebijakan itu menyangkut kepentingan publik. Kebijakan yang kurang populis harus masif disosialisasikan agar tidak memunculkan kegaduhan.

Prinsip berdikari di bidang pendidikan bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Kenapa tidak merekrut saja diaspora-diaspora kita yang berkelas dunia? Jika pemerintah mau, pasti tidak sulit untuk menemukan mereka.

Budi Sartono

Graha Bukit Raya, Cilame, Ngamprah, Bandung

Kompas, 25 September 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger