Empat hari demonstrasi di Irak memakan korban lebih dari 44 orang meninggal. Namun, mengganti PM Adil Abdul Mahdi tak akan menyelesaikan masalah.
Demonstrasi terjadi sejak Selasa (1/10/2019) akibat korupsi yang tinggi, pengangguran, kesulitan ekonomi, dan kelangkaan obat, air, dan listrik. Hampir tidak ada kegiatan ekonomi, terutama di Irak bagian selatan. Bahkan, beberapa pengamat menyebut Irak nyaris jatuh ke jurang negara gagal.
Kamis (3/10/2019), Perdana Menteri (PM) Mahdi mengumumkan pemberlakuan larangan keluar rumah di Baghdad dan pembatasan jaringan internet di beberapa bagian negara. Demonstrasi yang berujung kerusuhan itu mengakibatkan setidaknya 44 orang meninggal. Sebanyak 18 orang meninggal di Nassiriya, bagian selatan Irak, dan 16 orang lainnya di Baghdad.
Pengunjuk rasa di Baghdad berkumpul dalam kegelapan, di antara reruntuhan kendaraan lapis baja. Mereka berusaha menyeberangi jembatan Sungai Tigris menuju Lapangan Tahrir yang menjadi tempat unjuk rasa melawan pemerintah sejak Saddam Hussein jatuh tahun 2013.
Mereka meneriakkan yel-yel yang meminta Mahdi mundur dari jabatannya. Mahdi yang menjabat sejak 25 Oktober 2018 dinilai belum berbuat apa-apa. Mahdi mengaku bisa mengerti mengapa warga Irak frustrasi dan menggelar unjuk rasa.
Namun, tak ada solusi ajaib mengatasi persoalan ekonomi di Irak. Menurut lembaga transparansi internasional, sejak Saddam Hussein jatuh, sebanyak 450 miliar dollar AS telah lenyap dari kas negara Irak (Kompas, 4/10/2019).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Pemerintah Irak menginvestigasi tindakan represif yang dilakukan aparat dalam menangani demonstrasi. "Kami khawatir penggunaan peluru karet dan tajam akan kian memperbanyak korban," ujar Marta Hurtado, Juru Bicara Kantor HAM PBB di Geneva.
Demonstrasi di Irak mendapat dukungan dari pemimpin Syiah Ayatollah Ali al-Sistani. Ia mendesak aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani demonstrasi. Sistani juga mengkritik pemimpin Irak yang gagal mengurangi tingkat korupsi. Ia meminta Mahdi segera menjawab tuntutan demonstran sebelum terlambat.
"Pemerintah belum berbuat apa pun. Anggota parlemen juga punya tanggung jawab besar terhadap apa yang terjadi hari ini," kata Sistani dalam surat kepada pemerintah yang dibacakan Ahmed al-Safi.
Demonstrasi dan kerusuhan terjadi menjelang ziarah Syiah Arbain, yang biasa dihadiri jutaan anggota jemaah. Iran telah menutup salah satu pelintasan di perbatasan yang biasa digunakan jutaan peziarah. Begitu pula Qatar. Irak pun mengerahkan lebih dari separuh aparat keamanannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar