Foto-foto yang diunggah dan beredar di berbagai media sosial tentang situasi terkini Masjidil Haram menunjukkan kosongnya masjid yang berada di kota Mekkah itu dari kegiatan ibadah dalam skala besar.
Hanya terlihat beberapa petugas kebersihan sedang menjalankan tugas mereka di seputar Kabah yang berada di tengah Masjidil Haram itu. Terlihat pula dipasang pembatas yang mengelilingi Kabah.
Media Arab Saudi menyebutkan, pemasangan pembatas itu untuk mencegah manusia saat ini menyentuh bangunan Kabah, kiswah yang membungkus Kabah, dan Hajar al-Aswad. Hal itu bertujuan agar Kabah steril dari sentuhan manusia yang kemungkinan sedang mengidap positif Covid-19.
Pemerintah Arab Saudi sampai saat ini masih menutup Masjidil Haram itu untuk kegiatan ibadah umrah dan juga menghentikan kunjungan ke Masjid Nabawi di Madinah. Bagi umat Islam, kota Mekkah dan Madinah dikenal sebagai dua kota suci.
Pemerintah Arab Saudi secara mengejutkan mengumumkan pada 27 Februari 2020 menutup Masjidil Haram untuk kegiatan ibadah skala besar dan menghentikan sementara layanan ibadah umrah serta kunjungan ke Masjid Nabawi di Madinah untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 di dua kota suci tersebut.
Sampai hari ini, pemerintahan Arab Saudi mengklaim sebanyak 21 orang positif terkena Covid-19 di negara itu. Ke-21 tersebut tersebar di tiga wilayah, yaitu wilayah Riyadh, Mekkah, dan wilayah timur.
Tentu tidak mudah bagi Arab Saudi mengumumkan hal itu karena Masjidil Haram dan ibadah umrah, serta Masjid Nabawi di Madinah, kini tidak hanya sangat terkait dengan emosional keagamaan umat Islam di seluruh dunia, tetapi juga menyangkut visi Arab Saudi 2030.
Namun, Arab Saudi tidak memiliki pilihan lain, selain menutup sementara Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu jika tidak ingin kerusakan yang lebih besar terjadi di dua kota suci tersebut.
Tampaknya Arab Saudi lebih memilih opsi memberlakukan kaidah ushul fikih yang cukup terkenal, yaitu "Dar'ul Mafasid Muqaddam ala Jalbil Masholih". Artinya, menghindari kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawa keuntungan atau kebaikan.
Opsi Arab Saudi itu segera mendapat dukungan Darul Ifta di Mesir, sebagai pemegang otoritas fatwa di negara itu. Darul Ifta Mesir dalam keterangan persnya pada hari Kamis, 27 Februari, menegaskan, keputusan Arab Saudi menutup sementara Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah sejalan dengan syariat Islam yang mengutamakan keselamatan para pelaksana ibadah di dua masjid tersebut.
Darul Ifta menyebutkan, Arab Saudi adalah tuan rumah dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang memegang amanah dan tanggung jawab terhadap dua masjid dan keselamatan para pelaksana ibadah di dua masjid itu.
Demi menerapkan kaidah ushul fikih tersebut untuk keselamatan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Pemerintah Arab Saudi pun mengorbankan sementara ambisi visi Arab Saudi 2030 terkait dengan misi bisnis ibadah umrah.
Penutupan sementara Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu tentu langsung menghentikan pemasukan besar devisa dari ibadah umrah umat Islam dari seluruh dunia.
Padahal, dalam upaya mengurangi ketergantungan pada devisa migas sesuai dengan visi Arab Saudi 2030, Arab Saudi harus memberdayakan semua potensi negara selain migas, terutama sektor pariwisata, termasuk wisata religi, seperti haji dan umrah.
Arab Saudi mulai memandang sektor haji dan umrah sebagai salah satu andalan sumber devisa negara. Seperti diketahui, jemaah umrah saat ini yang datang ke Arab Saudi mencapai jumlah 7,44 juta orang. Arab Saudi, sesuai dengan visi 2030, mencanangkan jemaah umrah bisa mencapai 30 juta hingga tahun 2030 nanti dan mereka bisa mengunjungi tempat wisata di luar kota Mekkah dan Madinah.
Karena itu, kerugian Arab Saudi tentu tidak sedikit dari dampak keputusan menutup sementara Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dari 27 Februari lalu yang terus berlanjut sampai hari ini.
Jika menengok sejarah, keputusan Arab Saudi menutup sementara Masjidil Haram dan menghentikan pelaksanaan ibadah umrah itu bukan yang pertama kali.
Menurut harian Arab Saudi, Umm al-Quro, Pemerintah Arab Saudi pada 1957 melarang warga India, Pakistan, dan sejumlah negara lain yang terkena wabah kolera saat itu melaksanakan ibadah haji dan umrah. Itu dilakukan dalam upaya mencegah penyebaran wabah kolera dari sejumlah negara tersebut ke Arab Saudi.
Jauh sebelum itu, pelaksanaan ibadah haji dan umrah pernah dihentikan pada 1814 karena tersebar wabah penyakit di negeri Hejaz saat itu (Arab Saudi sekarang) yang membawa korban sebanyak 8.000 penduduk meninggal dunia.
Sebelumnya, pada 930 M, Dinasti Syiah al-Qaramita yang berbasis di wilayah Al-Hasa (Arab Saudi bagian timur) pernah melarang pelaksanaan ibadah haji dan umrah selama 10 tahun. Pasukan dari Dinasti Syiah al-Qaramita dikirim ke Mekkah untuk menyiksa jemaah haji dan umrah dari mancanegara yang berani datang ke Mekkah.
Pasukan tersebut juga memblokir jalan dari arah Syam (Suriah, Lebanon, Palestina, dan Jordania) dan dari arah Yaman menuju Mekkah untuk mencegah jemaah haji dan umrah dari Syam dan Yaman itu datang ke Mekkah.
Dinasti Syiah al-Qaramita saat itu memiliki keyakinan bahwa ibadah haji dan umrah adalah ibadah jahiliah yang harus dihapus karena sudah dijalankan sejak Nabi Ibrahim AS, atau sejak jauh sebelum Islam datang dan kemudian praktik ibadah tersebut terus menjadi ritual pada era Arab Jahiliyah (Pra Islam).
Dinasti Syiah al-Qaramita saat itu mengambil pintu Kabah dan Hajar Al-Aswad untuk dibawa ke pusat dinastinya di Al-Hasa.
Dinasti Abbasiah kemudian berhasil mengembalikan pintu Kabah dan Hajar Al-Aswad ke Mekkah tahun 950 M dari tangan Dinasti Al-Qaramita dengan imbalan 120.000 dinar emas saat itu.
Namun, dalam sejarah modern Arab Saudi, penutupan Masjidil Haram yang terkenal adalah ketika kelompok Juhayman al-Otaybi menyerang Masjidil Haram pada 20 November 1979.
Pemerintah Arab Saudi saat itu langsung mengumumkan menutup total kompleks Masjidil Haram untuk melancarkan serangan balik dan mengeluarkan kelompok Juhayman dari masjid itu.
Pasukan Arab Saudi baru bisa melumpuhkan kelompok Juhayman tersebut pada 4 Desember 1979 dan kemudian membuka kembali kompleks Masjidil Haram setelah selama 14 hari terjadi pertempuran di kompleks Masjidil Haram.
Kini, Arab Saudi kembali menutup sementara Masjidil Haram dan juga Masjid Nabawi untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar