Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga Jumat (20/3/2020) mencatat virus korona baru penyebab penyakit Covid-19 telah tersebar di lebih dari 160 negara dan menyebabkan 8.648 orang meninggal serta 208.000 kasus yang masih dalam penanganan medis. Sebagian kota besar di dunia menjadi pusat persebaran virus. Namun, diyakini di kota-kota itu pula pandemi ini bisa ditangkal.
Hiruk pikuk Jakarta selama sepekan terakhir mereda. Semua sekolah diliburkan, sebagian kantor turut menerapkan kebijakan bekerja di rumah. Pelayanan publik tetap ada meskipun dengan pembatasan sosial, seperti di angkutan umum bus Transjakarta, kereta komuter, dan MRT Jakarta. Ibu kota Indonesia ini lengang, sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya Jakarta akan seperti ini.
Jakarta memang patut waspada dan mengambil langkah-langkah antisipasi sesegara mungkin karena kota ini telah menjadi episentrum persebaran virus korona baru di negeri ini.
Hingga Kamis (19/3/2020), ada 309 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Terhitung pada Kamis itu, ada 25 pasien meninggal dan 227 pasien lainnya positif Covid-19. Dari 25 pasien meninggal, 19 orang di antaranya warga Jakarta. Data dari laman corona.jakarta.go.id, Kamis, menyebutkan ada 121 kasus positif virus korona dan yang sudah sembuh baru 13 orang. Ada 19 pasien meninggal dan 57 pasien menjalani isolasi mandiri.
Masih dari laman yang sama, diketahui persebaran virus tersebut dan penyakit yang dipicunya sudah hampir merata di lima kota administratif di kota berpenduduk lebih dari 10 juta orang ini. Kasus Covid-19 juga ditemukan di tetangga Jakarta, yaitu di Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Depok. Kasus 1 dan kasus 2, kasus pertama Covid-19 di Indonesia, bahkan berdomisili di Depok.
Jabodetabek sudah sejak lama telah menjadi kawasan urban yang saling terkait. Dengan total penduduk lebih dari 30 juta jiwa, pergerakan komuter dari satu daerah ke daerah lain di Jabodetabek ini terjadi setiap hari. Apa pun yang terjadi di salah satu area, sedikit banyak akan berdampak pada daerah lain di dalam kawasan metropolitan itu. Belum lagi jika dikaitkan dengan pergerakan orang dan barang keluar masuk Jabodetabek dari luar kawasan ini.
Potensi penularan penyakit memang menjadi lebih tinggi di wilayah urban yang padat dan persinggungan antarorang yang sulit dihindarkan dalam rutinitas sehari-hari warga kota ini.
Saat ini, tak kurang dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dipastikan positif diserang virus korona baru. Keduanya kini tengah menjalani karantina dan menjalani pengobatan serta perawatan medis khusus layaknya penanganan kasus Covid-19 lainnya.
Sebelumnya, Bima Arya telah mengisolasi diri bersama keluarga setelah perjalanan dinas ke Turki dan Azerbaijan. Di kedua negara itu diketahui telah ada kasus Covid-19 meskipun belum sebesar di Indonesia.
Selain itu, Bima Arya disebut-sebut turut menghadiri acara keagamaan di Kota Bogor pada akhir Februari lalu. Dari acara yang sama yang dihadiri peserta dari sejumlah kota di Nusantara itu diketahui kini banyak bermunculan kasus positif Covid-19. Sebagian dari 25 pasien meninggal juga dari kluster penularan di Bogor.
Dalam pesan resminya yang lantas diviralkan publik, pada awal pekan ini, Bima meminta orangtua memastikan anak-anaknya yang kini harus belajar di rumah terakses dengan tugas-tugas dari sekolah secara daring. Saatnya hidup lebih sehat. Olahraga secukupnya di lingkungan rumah. Nikmati sarapan pagi, cukup minum, makanan bergizi, cukup istirahat, cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, dan tidak putus berdoa.
Di media sosial, berbagai ajakan untuk memaknai secara positif pandemi Covid-19 ini terbukti cukup menyejukkan. Salah satunya adalah saat semua orang ada di rumah, kebisingan dan kesibukan yang biasa terjadi di kota-kota berkurang drastis. Saat manusia berperang melawan pandemi, bumi mendapat jeda waktu untuk dirinya sendiri.
Namun, seiring ajakan dan gerakan menyejukkan itu, seyogianya tetap muncul kesadaran penuh semua pihak bahwa Covid-19 makin menyebar luas. Tanpa penanggulangan yang tepat, pandemi ini bisa mengambil alih kehidupan manusia. Ketenangan semu ini bisa menjadi jebakan maut.
Seiring ajakan dan gerakan menyejukkan itu, seyogianya tetap muncul kesadaran penuh semua pihak bahwa Covid-19 makin menyebar luas. Tanpa penanggulangan yang tepat, pandemi ini bisa mengambil alih kehidupan manusia. Ketenangan semu ini bisa menjadi jebakan maut.
Keresahan publik
Mau tak mau publik sudah resah dengan merebaknya Covid-19 ini. Sempat muncul panic buying disusul kelangkaan beberapa barang, antara lain masker dan cairan disinfektan pembersih tangan. Sampai akhir pekan ini, masker dan cairan pembersih tangan tersebut masih langka meskipun pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Polri melakukan razia hingga pasar murah untuk dua barang tersebut.
Warga Ibu Kota dan sekitarnya juga diindikasikan ada kecenderungan menimbun bahan pangan. Pemerintah meminta semua supermarket, pedagang, dan ritel membatasi penjualan barang dagangannya dengan tujuan agar tidak terjadi spekulasi (Kompas.id, 19 Maret 2020).
Keresahan lain dirasakan di wilayah-wilayah yang menjadi pusat perindustrian. Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, misalnya, aktivitas di pusat-pusat industri melambat, bahkan sejak pekan sebelumnya. Durasi kerja harian di sebagian pabrik dikurangi. Putaran produksi dalam beberapa waktu ke depan kemungkinan makin berkurang mengingat ada kebijakan membatasi impor bahan baku dari negara pusat persebaran Covid-19, khususnya dari China.
Laporan harian Kompas, Senin (16/3/2020), menyebutkan, ada beberapa pekerja di Bekasi yang khawatir penghasilannya berkurang akibat kebijakan terkait Covid-19. Padahal, pengeluaran bulanan tetap sama, antara lain untuk kebutuhan sehari-hari, uang sekolah anak, dan lainnya. Kekhawatiran serupa merebak dari kota-kota industri lain, seperti di Tangerang dan Tangerang Selatan.
Dampak lain yang kurang dipikirkan adalah para pekerja informal yang selama ini menggantungkan pendapatan dari mobilitas para pekerja formal. Bagaimana nanti para pengelola warung makan, tukang ojek daring, pedagang kaki lima di sekitar sekolahan, kantor atau pabrik saat kegiatan di sana ditiadakan atau berkurang.
Jika pekerja kantoran dengan status pegawai tetap bisa mendapat jaminan hukum bahwa akan tetap mendapat gaji utuh selama bekerja di rumah, bagaimana dengan mereka para buruh harian lepas dan para pegawai honorer? Berbagai paket stimulus ekonomi yang ditelurkan pemerintah pusat diharapkan benar-benar menyentuh publik hingga ke lapisan terbawah.
Hal ini sebenarnya juga telah dipikirkan pemerintah. Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada semua kementerian, lembaga negara, dan seluruh pemerintah daerah untuk mengarusutamakan penguatan kesehatan masyarakat dan daya beli masyarakat. Untuk itu, anggaran belanja yang tidak prioritas harus direalokasikan untuk penanganan Covid-19 dan program bantuan sosial.
Instruksi tersebut disampaikan Presiden pada rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/3/2020), melalui konferensi video seperti dikutip dari Kompas.id pada hari yang sama. Dalam pengantarnya, Presiden menyatakan, penyebaran Covid-19 bukan hanya berisiko terhadap kesehatan masyarakat, melainkan juga berimplikasi besar pada perekonomian dunia.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang awalnya diproyeksikan 3 persen akan turun menjadi 1,5 persen atau lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi domestik yang diproyeksikan 5-5,4 persen pun akan terkoreksi turun.
Belum selaras
Sebelumnya, Presiden menegaskan, ia memberikan perintah terukur untuk menghambat penyebaran Covid-19 dengan tidak memperburuk dampak ekonomi yang bisa mempersulit kehidupan masyarakat. "Oleh karena itu, semua kebijakan, baik kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, akan dan harus ditelaah secara mendalam agar efektif menyelesaikan masalah," katanya.
Presiden menegaskan, kebijakan di tingkat daerah harus dibahas terlebih dulu dengan pusat melalui kementerian terkait dan Satgas Covid-19. Koordinasi ini untuk menghindari kesimpangsiuran informasi dan kebijakan yang diambil. Solidaritas masyarakat sebagai modal sosial untuk menggerakkan warga bersama-sama melawan pandemi ini juga amat penting digulirkan.
Namun, kekecewaan karena merasakan penanganan yang belum jua padu masih dirasakan sampai akhir pekan ini. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, misalnya, sampai ingin menahan semua warganya tidak bepergian dulu ke Jakarta, termasuk untuk bekerja, karena itu semua bisa memperbesar risiko penularan Covid-19.
Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) yang banyak digaungkan masih dilaksanakan hangat-hangat tahi ayam. Di Gowa di Sulawesi Selatan dan Ruteng di Nusa Tenggara Timur masih ditemui konsentrasi massa dengan alasan acara keagamaan. Di Jakarta, acara sosialisasi pembatasan sosial dilakukan dengan mengundang ratusan pejabat hingga setingkat lurah untuk bertatap muka di aula Dinas Pendidikan DKI, Kamis kemarin.
Ada inisiatif-inisiatif pusat maupun daerah yang memang bagus dan tepat dalam menghadapi Covid-19. Namun, kebijakan itu masih terkesan jalan sendiri-sendiri dan muncul reaksi-reaksi publik yang seperti di luar nalar. Padahal, makin banyak muncul kasus Covid-19 di kota-kota lain di Indonesia.
Ada inisiatif-inisiatif pusat maupun daerah yang memang bagus dan tepat dalam menghadapi Covid-19. Namun, kebijakan itu masih terkesan jalan sendiri-sendiri dan muncul reaksi-reaksi publik yang seperti di luar nalar.
Mengatasi masalah hanya bisa jika dilakukan di sumber masalahnya. Saat ini, sudah ada data riil pusat-pusat penularan Covid-19. Kebijakan penanggulangan pun sudah dipublikasikan. Sekarang tinggal menguji apakah pemimpin negeri ini mampu mengorkestrasi semua pihak terkait untuk melangkah bersama menuju arah yang sama demi mencapai target yang sama pula. Menumpas Covid-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar